Pengertian Wakaf Menurut para Ahli
Sabtu, 01 Agustus 2020
Tulis Komentar
Kata wakaf berasal dari kata kerja bahasa arab waqafa (fi’il madhy, yaqifu (fi’il mudhari’) dan waqfan (isim mashdar) yang secara estimologi berarti berhenti, berdiri, berdiam di tempat, atau menahan. Kata waqafa dalam bahasa arab adalah sinonim dari kata habasa (fi’il madhy), yahbisu (fi’il mudhari’) dan habsan (isim mashdar) yang menurut etimologi adalah menahan. Dalam hal ini yang perlu dicermati dan perlu diingat bahwa Rasulullah saw. Menggunakan kata al-habs (menahan), yaitu menahan suatu harta benda yang manfaatnya digunakan untuk kebajikan dan dianjurkan agama. Menurut istilah wakaf berarti berhenti atau menahan harta yang dapat diambil manfaatnya tanpa musnah seketika dan untuk penggunaan yang mubah, serta dimaksudkan untuk mendapatkan keridaan Allah SWT.
Menurutut pasal 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf dirumuskan, bahwa wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariat. Wakaf merupakan tindakan hukum seseorang memisahkan sebagian hartanya dan melembagakan untuk selamalamanya atau berbatas waktu demi kepentingan ibadah dan kepentingan sosial ekonomi lainnya. Undang-Undang ini tampaknya mencoba untuk menggabungkan pendapat-pendapat ulama fikih klasik tentang wakaf. Secara ekonomi, wakaf diharapkan dapat membangun harta produktif melalui kegiatan investasi dan produksi saat ini, untuk dimanfaatkan hasil bagi generasi yang akan datang.
Secara istilah, ada beberapa pendapat dari para ahli fiqih mengenai wakaf. Dalam hal ini, para ahli fiqih berbeda pendapat dalam pengertian wakaf, mereka mendefinisikan pengertian wakaf secara beragam sesuai dengan mazhab yang mereka anut, sehingga setiap definisi sesuai dengan masing-masing kaidah imam mazhab.
Adapun pendapat masing-masing dari para imam mazhab tentang pengertian wakaf diantaranya adalah sebagai berikut:
Pertama, Menurut Mazhab Hanafi, wakaf yaitu menahan suatu benda yang menurut hukum tetap milik dari seorang wakif dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan. Jadi yang timbul dari wakaf hanyalah menyumbangkan manfaatnya saja. Mazhab Hanafi menyatakan bahwa wakaf tidak meninggalkan hak milik secara sepenuhnya, kecuali wakaf dengan cara wasiat. Seperti wakaf yang digunakan untuk pembangunan masjid.
Kedua, menurut Mazhab Maliki, wakaf yaitu tidak melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan waqif, melainkan wakaf tersebut mencegah waqif untuk melakukan tindakan yang dapat melepaskan kepemilikan atas harta tersebut kepada yang lain dan bagi waqif berkewajiban untuk menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh menarik kembali harta wakafnya tersebut. Mazhab Maliki menjelaskan menjadikan manfaat harta wakif bagi mustahiq (penerima wakaf), baik berupa sewa atau hasilnya untuk diberikan kepada yang berhak secara berjangka sesuai kehendak wakif dan berlakunya wakaf yaitu tidak untuk selama-lamanya kecuali wakif menginginkan suatu masa tertentuk sesaui dengan yang dikehendakinya.
Ketiga, menurut Mazhab Syafi’I dan Hambali mendefinisikan bahwa wakaf adalah melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif setelah sempurna prosedur perwakafan. Wakif tidak boleh melakukan apa saja terhadap harta yang diwakafkan baik menjual, menghibahkan atau mewariskan kepada siapapun.
Sementara definisi wakaf menurut hukum positif di Indonesia wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamnya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna untuk keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari’ah.
Berdasarkan beberapaa definisi-definisi diatas mengenai wakaf, maka penulis menyimpulkan bahwa wakaf adalah perbuatan seseorang untuk memisahkan sebagian harta benda miliknya yang dimanfaatkan untuk kepentingan bersama dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Menurutut pasal 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf dirumuskan, bahwa wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariat. Wakaf merupakan tindakan hukum seseorang memisahkan sebagian hartanya dan melembagakan untuk selamalamanya atau berbatas waktu demi kepentingan ibadah dan kepentingan sosial ekonomi lainnya. Undang-Undang ini tampaknya mencoba untuk menggabungkan pendapat-pendapat ulama fikih klasik tentang wakaf. Secara ekonomi, wakaf diharapkan dapat membangun harta produktif melalui kegiatan investasi dan produksi saat ini, untuk dimanfaatkan hasil bagi generasi yang akan datang.
Secara istilah, ada beberapa pendapat dari para ahli fiqih mengenai wakaf. Dalam hal ini, para ahli fiqih berbeda pendapat dalam pengertian wakaf, mereka mendefinisikan pengertian wakaf secara beragam sesuai dengan mazhab yang mereka anut, sehingga setiap definisi sesuai dengan masing-masing kaidah imam mazhab.
Adapun pendapat masing-masing dari para imam mazhab tentang pengertian wakaf diantaranya adalah sebagai berikut:
Pertama, Menurut Mazhab Hanafi, wakaf yaitu menahan suatu benda yang menurut hukum tetap milik dari seorang wakif dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan. Jadi yang timbul dari wakaf hanyalah menyumbangkan manfaatnya saja. Mazhab Hanafi menyatakan bahwa wakaf tidak meninggalkan hak milik secara sepenuhnya, kecuali wakaf dengan cara wasiat. Seperti wakaf yang digunakan untuk pembangunan masjid.
Kedua, menurut Mazhab Maliki, wakaf yaitu tidak melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan waqif, melainkan wakaf tersebut mencegah waqif untuk melakukan tindakan yang dapat melepaskan kepemilikan atas harta tersebut kepada yang lain dan bagi waqif berkewajiban untuk menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh menarik kembali harta wakafnya tersebut. Mazhab Maliki menjelaskan menjadikan manfaat harta wakif bagi mustahiq (penerima wakaf), baik berupa sewa atau hasilnya untuk diberikan kepada yang berhak secara berjangka sesuai kehendak wakif dan berlakunya wakaf yaitu tidak untuk selama-lamanya kecuali wakif menginginkan suatu masa tertentuk sesaui dengan yang dikehendakinya.
Ketiga, menurut Mazhab Syafi’I dan Hambali mendefinisikan bahwa wakaf adalah melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif setelah sempurna prosedur perwakafan. Wakif tidak boleh melakukan apa saja terhadap harta yang diwakafkan baik menjual, menghibahkan atau mewariskan kepada siapapun.
Sementara definisi wakaf menurut hukum positif di Indonesia wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamnya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna untuk keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari’ah.
Berdasarkan beberapaa definisi-definisi diatas mengenai wakaf, maka penulis menyimpulkan bahwa wakaf adalah perbuatan seseorang untuk memisahkan sebagian harta benda miliknya yang dimanfaatkan untuk kepentingan bersama dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Belum ada Komentar untuk "Pengertian Wakaf Menurut para Ahli"
Posting Komentar