Dasar Hukum Wakaf di Indonesia

Ada beberapa dasar hukum wakaf yang berlaku di Indonesia, yaitu al-Quran, al-Hadist dan Undang-Undang maupun Peraturan pemerintah.

Kata wakaf tidak secara eksplisit disebutkan dalam al-Quran, akan tetapi keberadaannya diilhami oleh ayat-ayat Al-Qur’an dan contoh dari Rasulullah SAW serta tradisi para sahabat. Dasar hukum wakaf tersebut adalah sebagai berikut:

Al-Qur’an

Beberapa ayat yang telah mengilhami dan dapat digunakan sebagai pedoman atau dasar seseorang untuk melakukan ibadah wakaf, dan menjadikannya sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Ayat-ayat tersebut antara lain sebagai berikut:

Surat Ali-Imran ayat 92

Artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya”

Surat Al-Baqarah ayat 261

Artinya: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. Dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”.

Surat Al-Baqarah ayat 267

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kamu keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkam daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya dan katahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.

Pada ayat-ayat di atas menjelaskan bahwa Allah memerintahkan kita untuk menafkahkan sebagian dari harta yang kita cintai, dan Allah pasti akan membalas semua yang kita lakukan dengan berlipat-lipat. Maka nafkahkanlah sebagian dari rezki yang kita miliki dari baik-baik agar kita mendapat kemenangan, karena Allah Maha luas lagi Maha Mengetahui.

Al-Hadits

Adapun Hadis yang menjadi dasar dari wakaf yaitu:

Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a. berkata, Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Apabila manusia mati, putuslah amalnya kecuali tiga (perkara): Shadaqah jariyah atau ilmu yang diambil manfaatnya atau anak saleh yang berdoa untuk orang tuanya. (HR. Muslim).

Artinya: Dari Ibnu Umar ra. Berkata, bahwa sahabat Umar ra. Memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian menghadap kepada Rasulullah untuk memohon petunjuk. Umar berkata : Ya Rasulallah, saya mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, saya belum pernah mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku ? Rasulullah menjawab : Bila kamu suka, kamu tahan (pokoknya) tanah itu, dan kamu sedekahkah (hasilnya). Kemudian Umar melakukan shadaqah, tidak dijual, tidak diwariskan dan tidak juga dihibahkan. Berkata Ibnu Umar : Umar menyedekahkannya kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, budak belian, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak mengapa atau tidak dilarang bagi yang menguasai tanah wakaf itu (pengurusnya) makan dari hasilnya dengan cara baik (sepantasnya) atau makan dengan tidak bermaksud menumpuk harta“ (HR. Muslim).

Pada hadits di atas menerangkan bahwa bila manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga hal yang salah satunya yaitu shadaqah jariyah (wakaf). Dengan menahan pokok dan mensedakahkan manfaat atau hasil dari harta yang dimiliki menjadikan harta tersebut dapat dirasakan manfaatnya bagi orang lain dan yang memberikan harta tersebut tetap dapat merasakan manfaatnya samapai diakhirat kelak, selama harta tersebut digunakan sebagaimana mestinya.

Bertitik tolak dari beberapa ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi yang menyinggung tentang wakaf tersebut nampak tidak terlalu tegas. Sedikit sekali memang ayat Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menyinggung tentang wakaf. Karena itu sedikit sekali hukum-hukum wakaf yang ditetapkan berdasarkan kedua sumber tersebut. Meskipun demikian, ayat Al Qur’an dan Sunnah yang sedikit itu mampu menjadi pedoman para ahli fikih Islam. Sejak masa Khulafaur Rasyidin sampai sekarang, dalam membahas dan mengembangkan hukum-hukum wakaf melalui ijtihad mereka.

Sebab itu sebagian besar hukum-hukum wakaf dalam Islam ditetapkan sebagai hasil ijtihad, dengan menggunakan metode ijtihad yang bermacam-macam, seperti qiyas dan lain-lain.

Sedangkan dalam Undang-Undang dan peraturan pemerintah nasional telah dituliskan beberapa peraturan yang dapat dijadikan dasar dalam perwakafan diataranya:

  1. Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960.
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Tata Cara Perwakafan Tanah Milik.
  3. Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1978 tentang Perincian Terhadap PP No. 28 Tahun 1977 tentang Tata Cara Perwakafan Tanah Milik.
  4. Instruksi Bersama Menteri Agama Republik Indonesia dan Kepala Badan Pertanaha Nasional Nomor 4 Tahun 1990, Nomor 24 Tahun 1990 tentang Sertifikasi Tanah Wakaf.
  5. Badan Pertanahan Nasional Nomor 630.1-2782 Tentang Pelaksanaan Penyertifikatan Tanah Wakaf.
  6. Instruksi Presidan Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam.
  7. Undang-Undang Nomor. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
  8. Peraturan Pemerintah RI No. 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
Baca Juga : Pengertian Wakaf Menurut para Ahli

Belum ada Komentar untuk "Dasar Hukum Wakaf di Indonesia"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel