Keperkasaan Kerajaan Pajajaran pada Masa Prabu Siliwangi

Pajajaran Masa Prabu Siliwangi
Prabu Siliwangi atau Sri Baduga Maharaja (1482-1521) selepas dilantik menjadi Raja seluruh tanah Sunda tidak mau berdiam diri. Mengingat pada saat berkuasa, peta kekuatan politik sudah berubah, di timur Pajajaran telah bangkit Kesultanan Demak yang meruntuhkan dominasi Majapahit, sementara di barat Pajajaran, Portugis menancapkan kuasanya dengan menaklukan Kerajaan-kerajaan di Sumatra dan Semenanjung Malaya. Maka mau tidak mau Prabu Siliwangi harus membangun kekuatan Pajajaran dalam segala lini, baik dalam bidang pertahanan, ekonomi, militer maupun hubungan internasional.

Mula-mula yang dilakukan Prabu Siliwangi dalam membangun negerinya adalah dengan membuat pertahanan Ibu Kota, caranya membuat Benteng pertahanan yang melapisi Ibu Kota Kerajaan, harapannya dengan kokohnya banteng pertahanan, Pajajaran dapat perkasa apabila suatu waktu Ibu Kota diserang musuh secara tiba-tiba.

Sementara dalam bidang ekonomi, Parabu Siliwangi membuat jalan-jalan yang menghubungkan antar wilayah bawahan Pajajaran sehingga memudahkan alur ekspor bahan-bahan pertanian yang dihasilkan pajajaran. Kala itu Pajajaran memang terkenal sebagai salah satu kerajaan penghasil lada terbaik di Nusantara serta penghasil kapas. Selain itu, untuk memperkokoh laju ekspor impor, Prabu Siliwangi juga meningkatkan kapasitas dan infrastruktur di pelabuhan-pelabuahan besar yang dimiliki Pajajaran, seperti Cimanuk (Indramayu), Sunda Kalapa (Jakarta), Banten, Cigede (Karawang) dan lain sebagainya.

Dalam bidang militer, Prabu Siliwangi memperbanyak prajurit serta mengokohkannya dengan pelatihan-pelatihan ketentaraan.

Pada masa itu Pajajaran memiliki 100.000 Prajurit terlatih, 40 ekor Gajah yang khusus dipergunakan tentara sebagai tunggangan dan keamanan raja serta mengimpor 4.000 kuda dalam tiap tahunnya yang salah satu tujuannya untuk keperluan militer.

Pada masanya, kekuatan militer yang semacam itu tentu sangat luar biasa, mengingat penduduk dalam ibu Kota Kerajaan pusat maupun bawahan dihuni hanya beberapa puluh ribu orang saja.

Dalam kaitannya dengan hubungan internasional, Prabu Siliwangi menjajaki kerja sama dengan Portugis. 

Pada tahun 1511, Portugis menaklukan Kesultanan Malaka dan juga telah menguasai jalur perdagangan di selat Malaka, sehingga akan membahayakan ekspor-impor kerajaan jika Pajajaran berada pada posisi memusuhi Portugis, mengingat alur ekspor-impor Pajajaran berada pada jalur pelayaran nusantara bagian barat.

Demi melancarkan misinya, pada tahun 1512 Prabu Siliwangi mengutus anaknya Surawisesa datang ke Malaka menemuai Potrugis, tujuannya guna menjalin bersahabatan yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. 

Melalui misi itu, Prabu Siliwangi ingin agar Pajajaran aman dalam melakukan perdagangan, selain itu Pajajaran juga mengincar teknologi militer yang di miliki Portugis.

Kunjungan utusan Pajajaran ke Malaka yang diketuai oleh Pangeran Surawisesa dibalas oleh Portugis. 

Pada Tahun 1513-1514, utusan Portugis yang dipimpin Hendrik de Leme (Ipar dari Alfonso d'Albuquerque: Gubernur Jendral Portugis Malaka) datang ke Pajajaran guna merumuskan hal-hal yang berkaitan dengan keraja sama, dikemudian hari keraja sama yang dibangun kedua belah pihak menghasilkan kesepakatan yang ditanda tangani kedua belah pihak dalam bentuk perjanjian tertulis. 

Diantara isi perjanjian tersebut dalam tiap tahunnya Portugis mendapatkan 1000 karung lada, sementara Pajajaran memperoleh hal-hal yang diinginkan pihak Pajajaran, semisal Meriam, Bedhil dan lain sebagainya.

Pembangunan Pajajaran di bawah pemerintahan Prabu Siliwangi memang tanpa cela sebab dalam bidang pertahanan, ekonomi, militer dan hubungan internasional semaksimal mungkin sudah ia lakukan. Hal tersebut dilakukannya guna memprkokoh keperkasaan Pajajaran di Nusantara.

Meskipun begitu, diperbatasan wilayah timur kekuasannya, Prabu Siliwangi menghadapi masalah, Prabu Siliwangi gagal membangun hubungan internasional dengan Demak, hal tersebut dikarenakan di zaman ayahnya memerintah (Prabu Dewa Niskala), Sunda secara terang-terangan memihak Majapahit yang kala itu sedang berperang dengan Demak. Sunda kala itu banyak menampung dan memberikan suaka pada pelarian orang-orang Majapahit.

Dilain pihak, para penguasa di wilayah timur Pajajaran yang berbatasan dengan wilayah kekuasaan Demak tidak begitu suka dengan Sosok Prabu Siliwamgi, Kerajaan Japura (Kini masuk wilayah Cirebon bagian timur) masih mempunyai dendam terhadap Prabu Siliwangi, mengingat Prabu Amuk Marugul selaku Raja di kerajaan itu dahulu pernah berkonflik dengan Prabu Siliwangi soal perebutan Subang Larang.

Tidak berbeda dengan Japura, Cirebon-pun demikian, Pangeran Walangsungsang meskipun anak Prabu Siliwangi ia tidak begitu suka pada kebijakan politik ayahnya. Karena itulah meski seorang Putra Mahkota ia memilih mendirikan Kesultanan Cirebon bersama keponakannya Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). 

Japura dan Cirebon adalah dua Kerajaan bawahan Pajajaran yang mengawali kerjasama dengan Demak untuk menentang Pajajaran.

Meskipun di wilayah bagian timur kekuasannya, khususnya wilayah pesisir Cirebon dan Japura, Prabu Siliwangi kehilangan marwahnya, ia tetap menjadi Raja Agung bagi sebagian besar rakyat Sunda. 

Keperkasaan Pajajaran dalam bidang ekonomi dan militer tidak serta merta digunakan habis-habisan untuk menghukum Cirebon dan Japura yang telah membangkang, karena mungkin Prabu Siliwangi sadar, bahwa Japura dan Cirebon berbuat demikian akibat karma dari perbuatan masa lalunya.
Baca Juga: Sejarah Kerajaan Pajajaran: dari Berdiri, Para Raja hingga Runtuh

Daftar Bacaan
[1] Tome Pires, 2016. Suma Oriental, terj. Adrian Perkasa dan Anggita Pramesti. Yogyakarta:Ombak
[2] Sir Thomas Rafles. 2008. The History Of Java. Jakarta : Narasi
[3] Fery Taufiq El-Jaquene. 2020. Hitam Putih Pajajaran. Yogyakarta: Araska

Belum ada Komentar untuk "Keperkasaan Kerajaan Pajajaran pada Masa Prabu Siliwangi"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel