Wangsit Sunan Kalijaga Kepada Panembahan Ratu Cirebon
Selasa, 29 Mei 2018
Tulis Komentar
Sebelum Sunan Kalijaga wafat meniggalkan dunia untuk selama-lamanya, ternyata beliau pernah memberikan wangsit kepada Panembahan Ratu, yang kala itu sebagai Raja Cirebon kedua. Latar belakang bemberian wangsit tersebut bermula dari terpuruknya perekonomian Cirebon.
Waktu itu kas keuangan kerajaan hampir kosong, sementara perekonomian rakyat sedang macet sehingga tidak memungkinkan bagi pihak kerajaan untuk menarik pajak. Mendapati kondisi yang mengkhawatirkan itu, Ki Palida salah satu Santana kerajaan menghadap ke Panembahan Ratu, beliau mengusulkan kepada rajanya agar kerajaan mengelola usaha sendiri, sehingga perusahaan yang dibangun itu kemudian dapat memberikan keuntungan bagi negara.
Panembahan Ratu pun kemudian setuju, Ki Palida kemudian membangun usaha perdagangan beras, beras tersebut pada mulanya diperdagangkan disekitar Cirebon lalu berkembang hingga dipasarkan keluar Cirebon bahkan luar pulau.
Pada suatu hari, ketika Ki Palida sedang mengatur pengangkutan beras-beras dagangan di pelabuhan, tiba-tiba datang seorang pengemis tua yang menyodor-nyodorkan tempurungnya, katanya “ Tuan-tuan, hamba meminta beras untuk menghilangkan lapar, sekedar segengam saja, tuan..!” pengemis tersebut berulang-ulang mengatakan itu, sambil terus menyodor-nyodorkan tempurungnya.
Melihat itu Ki Palida merasa terganggu, dan bertaka kasar dengan mata terbelalak, katanya “ Hai Kamu Pengemis, apa kamu tidak melihat beras ini sduah dikarungi, tak bisa dibongkar apa kamu tidak lihat?”, akan tetapi Pengemis itu masih juga merajuk meminta-minta.
Ki Palida kemudian memuncak amarahnya, ia mengangkat tanganya untuk siap-saiap menempeleng pengemis yang membandel itu, akan tetapi kejadian aneh kemudian terjadi, Ki Palida kaku tangannya, ia tak bisa apa-apa, semakin ia berusaha untuk menyakiti pengemis semakin ia merasa kejang dan kesakitan. Ki Palida pun kemudian ambruk ke tanah, dan berteriak meminta tolong dengan nyaringnya, beliaupun kemudian ditolong oleh para pegawainya, dan untuk kemudiannya dihadapkan kepada Raja.
Dihadapan panembahan Ratu, Ki Palida kemudian menceritakan kejadian yang menimpanya, bahwa ia diganggu oleh seorang pengemis dengan ciri-ciri mempunyai belang di kaki dan tanganya. Mendapati penjelasan dari salah satu santananya itu, Panembahan Ratu paham, bahwa pengemis tersebut adalah Sunan Kalijaga.
Ki Palida kemudian disuruh minta maaf dan segera menghadap Sunan Kalijaga sambil membawa sepuluh dacin beras untuk dipersembahkan kepada sang wali. Sesampainya di kediaman Sunan Kalijaga, Ki Palida kemudian meminta maaf atas kesalahannya. Walipun kemudian memafkannya, akan tetapi mengenai beras yang berdacin-dacin itu beliau menolak sambil memberikan jawaban kepada Ki Palida untuk disampaikan kepada rajanya, katanya “Hei Palida kebaikan tuanmu itu ku terima, akan tetapi sekarang beras itu bawalah kembali, memang betul aku dahulu meminta bersa, tapi itu hanya untuk sekedar pengobat lapar, akan tetapi aku tak mengharapkan banyak”.
Segera Ki Palida kemudian izin pulang, dan setelah sampai segera ia menyampaikan apa yang didengarnya itu kepada Rajanya. Mendengar itu panembahan ratu merenung dan kemudian berkata, baiklah itu sebenarnya wangsit wali agar “ Kita Yang Di Cirebon Tidak Boleh Berdagang Hingga Anak Keturunanku Kelak. Itulah yang menjadi wangsit, jangnlah kita salah terima, Kanjeng Sunan Kalijaga telah memberikan wangsitnya”.
Demikianlah wangsitnya Sunan Kalijaga kepada Panembahan Ratu, yaitu wangsit yang memerintahkan agar Raja jangan terlibat dalam kegiatan bisnis, Raja harus mensukuri segala yang ada, dan tidak pantas bagi seorang Raja untuk tamak terhadap dunia. Kisah mengenai wangsit Sunan Kalijaga di atas termaktub dalam naskah Mertasinga pada pupuh LXVI-04-LXVI.20.
Waktu itu kas keuangan kerajaan hampir kosong, sementara perekonomian rakyat sedang macet sehingga tidak memungkinkan bagi pihak kerajaan untuk menarik pajak. Mendapati kondisi yang mengkhawatirkan itu, Ki Palida salah satu Santana kerajaan menghadap ke Panembahan Ratu, beliau mengusulkan kepada rajanya agar kerajaan mengelola usaha sendiri, sehingga perusahaan yang dibangun itu kemudian dapat memberikan keuntungan bagi negara.
Panembahan Ratu pun kemudian setuju, Ki Palida kemudian membangun usaha perdagangan beras, beras tersebut pada mulanya diperdagangkan disekitar Cirebon lalu berkembang hingga dipasarkan keluar Cirebon bahkan luar pulau.
Pada suatu hari, ketika Ki Palida sedang mengatur pengangkutan beras-beras dagangan di pelabuhan, tiba-tiba datang seorang pengemis tua yang menyodor-nyodorkan tempurungnya, katanya “ Tuan-tuan, hamba meminta beras untuk menghilangkan lapar, sekedar segengam saja, tuan..!” pengemis tersebut berulang-ulang mengatakan itu, sambil terus menyodor-nyodorkan tempurungnya.
Melihat itu Ki Palida merasa terganggu, dan bertaka kasar dengan mata terbelalak, katanya “ Hai Kamu Pengemis, apa kamu tidak melihat beras ini sduah dikarungi, tak bisa dibongkar apa kamu tidak lihat?”, akan tetapi Pengemis itu masih juga merajuk meminta-minta.
Ki Palida kemudian memuncak amarahnya, ia mengangkat tanganya untuk siap-saiap menempeleng pengemis yang membandel itu, akan tetapi kejadian aneh kemudian terjadi, Ki Palida kaku tangannya, ia tak bisa apa-apa, semakin ia berusaha untuk menyakiti pengemis semakin ia merasa kejang dan kesakitan. Ki Palida pun kemudian ambruk ke tanah, dan berteriak meminta tolong dengan nyaringnya, beliaupun kemudian ditolong oleh para pegawainya, dan untuk kemudiannya dihadapkan kepada Raja.
Dihadapan panembahan Ratu, Ki Palida kemudian menceritakan kejadian yang menimpanya, bahwa ia diganggu oleh seorang pengemis dengan ciri-ciri mempunyai belang di kaki dan tanganya. Mendapati penjelasan dari salah satu santananya itu, Panembahan Ratu paham, bahwa pengemis tersebut adalah Sunan Kalijaga.
Ki Palida kemudian disuruh minta maaf dan segera menghadap Sunan Kalijaga sambil membawa sepuluh dacin beras untuk dipersembahkan kepada sang wali. Sesampainya di kediaman Sunan Kalijaga, Ki Palida kemudian meminta maaf atas kesalahannya. Walipun kemudian memafkannya, akan tetapi mengenai beras yang berdacin-dacin itu beliau menolak sambil memberikan jawaban kepada Ki Palida untuk disampaikan kepada rajanya, katanya “Hei Palida kebaikan tuanmu itu ku terima, akan tetapi sekarang beras itu bawalah kembali, memang betul aku dahulu meminta bersa, tapi itu hanya untuk sekedar pengobat lapar, akan tetapi aku tak mengharapkan banyak”.
Segera Ki Palida kemudian izin pulang, dan setelah sampai segera ia menyampaikan apa yang didengarnya itu kepada Rajanya. Mendengar itu panembahan ratu merenung dan kemudian berkata, baiklah itu sebenarnya wangsit wali agar “ Kita Yang Di Cirebon Tidak Boleh Berdagang Hingga Anak Keturunanku Kelak. Itulah yang menjadi wangsit, jangnlah kita salah terima, Kanjeng Sunan Kalijaga telah memberikan wangsitnya”.
Demikianlah wangsitnya Sunan Kalijaga kepada Panembahan Ratu, yaitu wangsit yang memerintahkan agar Raja jangan terlibat dalam kegiatan bisnis, Raja harus mensukuri segala yang ada, dan tidak pantas bagi seorang Raja untuk tamak terhadap dunia. Kisah mengenai wangsit Sunan Kalijaga di atas termaktub dalam naskah Mertasinga pada pupuh LXVI-04-LXVI.20.
Belum ada Komentar untuk "Wangsit Sunan Kalijaga Kepada Panembahan Ratu Cirebon"
Posting Komentar