Pola Kalimat Istifhâm dalam Al-Qur’an dan Fungsinya

Terkait dengan pola istifhâm terlepas dari fungsi asalnya yang memiliki makna istifhâm beraneka ragam serta berbeda dengan fungsi dasarnya, maka sisi dinamika kebahasaan kalimat istifhâm mulai bermunculan. Adapun beberapa fungsi kalimat istifhâm majazi yang sering digunakan dalam ayat al-Qur’an, antara lain:

Taqrir (menetapkan)

Dalam hal ini pola kalimat istifhâm tidak memerlukan terhadap jawaban, sebab tujuannya adalah menetapkan suatu gagasan, bukan pertanyaan. Pola yang sering digunakan hamzah yang kemudian diikuti oleh fi’il nafi. Contoh kalimat istifhâm  dalam al-Qur’an yang menetapakan taqrir surat al-fil ayat 2:
………
Artinya : Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka'bah) itu sia-sia?

Contoh tersebut, penggunaan hamzah kemudian diikuti kalam nafi, namun sebaliknya menetapkan dan memberikan pembenaran terhadap kalimat yang ada setelah huruf nafi tersebut. (Al-Jurjani: 111).
Contoh yang bersifat istifhâm taqriri:
………………….
Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah.
Penambahan dalam surah al-insyiroh yang berupa hamzah dan alif maknaya sebagai taqrir. Yang takdirnya ialah fi’il madhi disertadi dengan qod dalam firmannya.

Yang dimaksud dengan tentara bergajah ialah tentara yang dipimpin oleh Abrahah Gubernur Yaman yang hendak menghancurkan Ka'bah. Sebelum masuk ke kota Mekah tentara tersebut diserang burung-burung yang melemparinya dengan batu-batu kecil sehingga mereka musnah. Ayat pertama yang menggunkan makna majaz haqiqi kemudian ayat kedua menggunakan majaz taqriri, hal ini sebagai jawaban pemberitahuan ketetapan tentang situasi tersebut. (As-Syuthi, 2006).

Ikhbar (Menginformasikan)

Ikhbar berfungsi menerangkan informasi tentang sesuatu. Pola istifhâm  semacam ini bertujuan untuk menguatkan informasi atau kabar yang disampaikan dalam suatu kalimat. Kalimat istifhâm yang menjadi fungsi kedua ini biasanya menggunakan huruf “hamzah” atau “hal” sebagai polanya, seperti surat al-Ghosiyyah ayat 1:
....................
Sudah datangkah kepadamu berita (Tentang) hari pembalasan?

Dalam keterangan buku Quraisyi Syihab ingin menggambarkan melalui pertanyaan-pertanyaan yang diawal surah. Allah SWT berupa penegasan, dengan menegaskan kepada manusia dulu mereka tidak dapat disebut sebgai makhluk, setelah ruh ditiupkan sehingga tumbuh menjadi sesuatu. Dan redaksi ini juga sebagai tentang apa yang diberitakan sesuadah pertanyaan ini. (Syihab, 2002).

Al-Taswiyah (menyamakan)

Pola istifhâm  ini bertujuan menyamakan dan menunjukkan kalimat dan sesudah huruf istifhâm memiliki kedudukan yang sama. Perangkat yang digunakan “hamzah” dan “hal”. Contoh dari pola ini adalah:
..........
Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman.

Dalam ayat ini, pola istifhâm  menggunakan “hamzah” berfungsi untuk menyamakan watak dan kondisi orang kafir, baik itu ketika diberi peringatan atau tidak diberi peringatan. Penyamaan (taswiyyah) dalam suatu kalimat dengan menggunakan uslub istifhâm memang akan lebih memunculkan estetika kebahasaan kalimat tersebut, dibanding jika penyamaan tersebut diungkapkan dengan menggunakan pola kalimat biasa.

Al-Irsyad (Petunjuk) dan al-Tadzkir (pengingat)

Kedua uslub istifhâm dalam pola ini bertujuan sebagai petunjuk dan pengingat, sebagaimana dalam surat al-Ghasiyyah ayat 18-21, berbunyi:
......................
Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? Maka berilah peringatan, karena Sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan.

Istifhâm disini difungsikan sebagai evaluasi diri sendiri. Sebagaimana ayat diatas menggambarkan situasi di hari pembalasan akan tergambarkan bagi orang-orang hina, kafir, musyrik yang terancam api neraka karena manusia selama di alam dunia tidak memanfaatkan alam semesta dengan baik. Istifhâm ini, dalam al-Qur’an digunkaan untuk evaluasi diri sendiri, sebagai bahan intropeksi diri untuk tidak melakukan hal yang sama di lain waktu. Sekaligus untuk memperbaiki berbagai kesalahan masa tempo dalam koridor positif.

Ifham (Pemberian pemahaman)

Istifhâm  berfungsi untuk memberikan pemahaman yang memiliki korelasi dengan ayat sesudahnya, seperti halnya dalam surat al-Qodr ayat 2 – 3, yakni:
.......................
Dan tahukah kamu Apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.
Dari pernyataan kalimat istifhâm yang digunakan bertujuan seberapa besar pengetahuan manusia tentang “Lailatul Qodr” dibulan puasa. Apakah mereka mengetahui hakikat keistemewaan keindahan malam tersebut.

Tashwiq (memotivasi)

Istifhâm disini bertujuan untuk menggiring perasaan manusia kepada gagasan yang dimunculkan dalam kalimat istifhâm tersebut. Contohnya :
........................
Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?

Dalam surat ini menerangkan, kepada seluruh manusia terutama orang- orang yang beriman, dimana mereka akan diperlihatkan bentuk-bentuk amalan yang dapat menolong mereka dari siksaan di hari kebangkitan (yaumul hisab) nanti, sebagi bentuk motivasi mereka untuk membenahi diri selama mereka masih di alam dunia maya.

Al-Amr (Perintah)

Penggunaan kalimat perintah disini memiliki pola sisi sendiri yang menggunakan struktur istifhâm didahului dengan penjelasan-pejelasan terlebih dahulu lebih detail, kemudian dikuatkan dengan pola amr.
.........
Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema'afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang[1032]

Ayat ini berhubungan dengan sumpah Abu Bakar r.a. bahwa Dia tidak akan memberi apa-apa kepada kerabatnya ataupun orang lain yang terlibat dalam menyiarkan berita bohong tentang diri Aisyah. Maka turunlah ayat ini melarang beliau melaksanakan sumpahnya itu dan menyuruh mema'afkan dan berlapang dada terhadap mereka sesudah mendapat hukuman atas perbuatan mereka itu. (Ibnu Katsir, 2010).

Nafi (meniadakan)

Fungsi istifhâm ini banyak sekali ditemukan dalam al-Qur’an, sebagaimana surat Ar-Rahman ayat 60, berbunyi:
.........
Tidak ada Balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).

Ayat ini menjelaskan tentang rasa kasih-sayang Allah yang diberikan kepada manusia dalam bentuk apapun, dan apabila manusia mengingkari kenikmatan yang telah diberikan kepadanya, maka tidak ada pula balasan yang baik kepadanya.

Tamanna (Pengharapan)

Istifhâm ini banyak sekali dipakai dalam al-Qur’an ataupun percakapan Bahasa Arab, sebagimana dalam surat al- A’raf ayat 53, berbunyi:
....................
Tiadalah mereka menunggu-nunggu kecuali (terlaksananya kebenaran) Al Quran itu. pada hari datangnya kebenaran pemberitaan Al Quran itu, berkatalah orang-orang yang melupakannya[547] sebelum itu: "Sesungguhnya telah datang Rasul-rasul Tuhan Kami membawa yang hak, Maka Adakah bagi Kami pemberi syafa'at yang akan memberi syafa'at bagi Kami, atau dapatkah Kami dikembalikan (ke dunia) sehingga Kami dapat beramal yang lain dari yang pernah Kami amalkan?". sungguh mereka telah merugikan diri mereka sendiri dan telah lenyaplah dari mereka tuhan-tuhan yang mereka ada-adakan.

Maksudnya: orang-orang yang tidak beramal sebagaimana yang digariskan oleh Al Quran. pada dasarnya mereka berharap agar datang seorang penolong bagi mereka untuk mengembalikan mereka kedunia untuk memperbaiki kesalahan dan beramal baik. (Al-Jurjani, 1988). Namun, harapan mereka tersebut hanyalah harapan yang tidak mugkin terwujud.

Nahi (Larangan)

Situasi ini istifhâm berfungsi untuk menegaskan tentang pelarangan terhadap sesuatu. Contoh al-Qur’an dalam kalimat ini adalah surat al-Infithar ayat 6, berbunyi:
..................
Hai manusia, Apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu yang Maha Pemurah.

Dalam ayat ini menjelaskan kepada manusia, mengapa mereka durhaka kepada Allah SWT, sehingga ia telah melalaikan kewajibannya. Ayat ini menunjukkan larangan kepada manusia untuk menjauhi hal-hal yang duniawi yang membuat lalai dan terlena dalam kehidupan.

Taubikh (celaan)

Pola istifhâm  ini bertujuan untuk mencela sebagaimana surat al-Maidah: 116.
.........
Dan  (ingatlah) ketika Allah berfirman: "Hai Isa putera Maryam, Adakah kamu mengatakan kepada manusia: "Jadikanlah aku dan ibuku dua orang Tuhan selain Allah?". Isa menjawab: "Maha suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakan Maka tentulah Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha mengetahui perkara yang ghaib-ghaib”.

Kalimat istifhâm di sini berfungsi sebagai ejekan dan celaan kepada para Tuhan dimana Maryam dan Nabi Isa dijadikan Tuhan selain Allah. Kalimat tersebut ditujukan kepada nabi Isa.

Ta’zhim (mengagungkan)

Istifhâm  juga berfungsi untuk mengagung-agungkan sesuatu, seperti surat al-Baqoroh: 255, berbunyi:
.................
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi[161] Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.

Dalam ayat ini istifhâm tidak dimaksudkan untuk meminta jawaban, melainkan memaparkan kursi dalam ayat ini oleh sebagian mufassirin diartikan dengan ilmu Allah dan ada pula yang mengartikan dengan kekuasaan-Nya.( Al-Jurjani: 186).

Tahqir (menghina/ merendahkan)

Model istifhâm disini bertujuan untuk menghina atau merendahkan derajat, sebagaimana tercantum dalam surat al-Furqon ayat 41:

Dan apabila mereka melihat kamu (Muhammad), mereka hanyalah menjadikan kamu sebagai ejekan (dengan mengatakan): "Inikah orangnya yang di utus Allah sebagai Rasul?.

Kalimat istifhâm yang dilontarkan oleh kaum kafir dalam ayat ini berfungsi untuk menghina tentang kerasulan dan kenabian Muhammad SAW. Kalimat istifhâm di sini juga berfungsi sebagai penguatan tentang keingkaran mereka terhadap Muhammad sebagai Rasul yang diutus oleh Allah. (al-Suyuthi: 432).

Ta’ajjub (mengagumi/ keheranan)

Contoh dari pola istifhâm berfungsi ta’ajub ini adalh kalimat yang tercantum dalam surat Shad ayat 5, berbunyi:
...........
Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan yang satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.

Al-Istibtho’ ( menganggap lambat)

Pola istifhâm menunjukkan sifat keterlambatan atau mematahkan semangat, cohtoh pola ini tercantum dalm surat al-Baqoroh ayat 214, berbunyi:
..........
Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.

Dari 15 fungsi dan tujuan adawatul istifhâm diatas, masih banyak lagi pendalaman-pendalaman makna istifhâm, karena dilihat dari segi siyaq dan konteks sejarahnya, dan hal ini belumlah kuantitas dari keseluruhan makna istifhâm .

Pada dasarnya, masih banyak sekali makna pola kalimat istifhâm  yang belum dipaparkan, karena banyaknya ragam karya makna dan sisi yang dikandung. Sebab pola istifhâm adalah pola kalimat dimana pemahamanan terhadap makna suatu kalimat akan selalu berkembang dan sangat bergantung kepada konteks dan kondisi ketika kalimat itu berbicara. Namun, dalam pembahasan analisis dalam skripsi ini berfokus pada 15 fungsi tersebut dengan maksimal. 

Belum ada Komentar untuk "Pola Kalimat Istifhâm dalam Al-Qur’an dan Fungsinya "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel