Perbedaan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia dan Malaysia

Tindak pidana korupsi dikenal di Indonesia dan Malaysia, keduanyapun mempunyai hukum dan aturannya masing-masing soal pidana korupsi. Guna memahami Perbedaan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia dan Malaysia pertama-tama diperlukan bahasan mengenai tindak pidana korupsi di kedua negara sehingga nantinya dapat dibandingkan. Berikut ini urian mengenai tindak pidana korupsi di Indonesia dan Malaysia:

Tindak Pidana Korupsi di Indonesia

Landasan hukum tindak pidana korupsi di Indonesia ditetapkan dalam bab II pada Pasal 2-16 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:
  1. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara. (2) Dalam hal tindak korupsi sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
  2. Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuntungan Negara atau perekonomian Negara.
  3. Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 209, 210, 387, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 423, 425, dan 435 KUHP.
  4. Setiap orang yang melanggar undang-undang yang secara tegas menyatakan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang tersebut sebagai tindak pidana korupsi berlaku ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.
  5. Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14.
  6.  Setiap orang di luar wilayah Negara Republik Indonesia yang memberikan bantuan, kesempatan, sarana atau keterangan untuk terjadinya tindak pidana korupsi dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14.
Selain yang telah disebutkan di atas, landasan tindak pidana korupsi di Indonesia juga terdapat pada Undang-undang Nomor 20 Tahun 2002 Tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ada pemberantasan beberapa item yang digolongkan tindak pidana korupsi, yaitu mulai Pasal 5 sampai dengan Pasal 12.

Pada Pasal 5 misalnya memuat ketentuan tentang penyuapan terhadap pegawai negeri atau penyelenggaraan Negara, Pasal 6 tentang penyuapan terhadap hakim dan advokat. Pasal 7 memuat tentang kecurangan dalam pengadaan barang atau pembangunan, dan seterusnya.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapatlah dimengerti bahwa landasan hukum tindak pidana korupsi di Indonesia didasarkan pada Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 2-16 dan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2002 Tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara itu, unsur-unsur Tindak Pidana Korupsi di Indonesia berdasarkan landasan hukum yang tertuang dalam UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 adalah sebagai berikut:
Pelaku (subjek), sesuai dengan Pasal 2 ayat (1). Unsur ini dapat dihubungkan dengan Pasal 20 ayat (1) sampai (7), yaitu:
  1. Dalam hal tindak pidana korupsi oleh atau atas suatu korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan atau pengurusnya.
  2. Tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama.
  3. Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, maka korporasi tersebut diwakili oleh pengurus.
  4. Pengurus yang mewakili korporasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat diwakili orang lain.
  5. Hakim dapat memerintah supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di pengadilan dan dapat pula memerintah supaya pengurus tersebut dibawa ke sidang pengadilan
  6. Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau di tempat pengurus berkantor.
  7. Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana denda dengan ketentuan maksimum pidana ditambah 1/3 (satu pertiga).
  8. Melawan hukum baik formil maupun materil.
  9. Memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi.
  10. Dapat merugikan keuangan atau perekonomian Negara.
  11. Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapatlah dimengerti bahwa unsur-unsur tindak pidana korupsi di Indonesia menurut landasan hukum yang berlaku di Indonesia terdiri dari lima macam unsur, yaitu pelaku (subjek), melawan hukum, memperkaya diri, merugikan keuangan atau perekonomian negara, pidana korupsi yang dilakukan dengan keadaan tertentu dapat dipidana mati.

Tindak Pidana Korupsi di Malaysia

Landasan hukum tindak pidana korupsi di Malaysia adalah Akta 694 Tahun 2019 Suruhan Jaya Pencegahan Rasuah Malaysia (SPRM). Adapun ketentuan pidana dalam landasan hukum korupsi Malaysia tersebut terdapat pada Pasal 16 sampai dengan Pasal 23. Penjelasan mengenai pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut:

Kesalahan menerima korupsi

Mana-mana orang yang sendiri atau melalui atau bersama dengan mana-mana orang lain:

  1. Secara rasuah meminta atau menerima dia (orang) bersetuju untuk menerima bagi dirinya atau mana-mana orang lain. 
  2. Secara rasuah memberikan, menjanjikan atau menawarkan kepada mana- mana orang sama ada bagi faedah orang itu atau bagi faedah orang lain.
  3. Apa-apa suapan sebagai dorongan untuk bagi upah, atau selainnya, oleh sebab: Mana-mana orang melakukan atau tidak melakukan apa-apa jua berkenaan dengan apa-apa perkara atau transaksi, sama ada yang sebenar atau yang dicadangkan atau yang mungkin berlaku.  Mana-mana pegawai sesuatu badan awam melakukan atau tidak melakukan apa-apa jua berkenaan dengan apa-apa perkara atau transaksi, sama ada yang sebenar atau yang dicadangkan atau yang mungkin berlaku, yang dengannya badan awam itu terlibat.

Kesalahan memberi atau menerima suapan oleh ejen
Seseorang melakukan kesalahan jika:

  1. Sebagai seorang ejen, dia secara rasuah menyetuju terima atau memperoleh, atau bersetuju untuk menyetuju terima atau cuba untuk memperoleh, daripada mana-mana orang, untuk dirinya sendiri atau mana-mana orang lain, apa- apa suapan sebagai suatu dorongan atau upah bagi melakukan atau tidak melakukan, atau karena telah melakukan atau tidak melakukan, apa-apa perbuatan berhubung dengan hal ehwal ataupun perniagaan, kerana memberikan atau tidak memberikan sokongan atau tentangan kepada mana- mana orang berhubungan dengan hal ehwal perniagaan.
  2. Dia memberikan atau bersetuju untuk memberikan atau menawarkan apa-apa suapan kepada mana-mana ejen sebagai dorongan atau upah bagi melakukan atau tidak melakukan. Atau kerana telah melakukan atau tidak melakukan apa-apa perbuatan berhubungan dengan hal ehwal atau perniagaan, atau tentangan kepada mana-mana orang berhubungan dengan hal ehwal atau perniagaan.
  3. Kesalahan dengan maksud untuk  memperdayakan principal oleh ejen
  4. Seseorang melakukan kesalahan jika dia memberi seseorang ejen, atau sebagai seorang ejen dia mengunakan, dengan niat hendak memperdayakan prinsipalnya, apa-apa resit, akaun atau dokumen lain yang berkenaan dengannya principal itu mempunyai kepentingan, dan yang dia mempunyai sebab untuk mempercayai mengandungi apa-apa peryataan yang palsu atau silap atau tidak lengkap tentang apa-apa butir matan, dan yang dimaksudkan untuk mengelirukan prinsipalnya.
Secara rasuah mendapatkan penarikan balik tender
  1. Seseorang:- Yang berniat untuk memperoleh suatu kontrak daripada mana-mana badan awam bagi melaksanakan apa-apa kerja, mengadakan apa-apa jua, atau membekalkan apa-apa barang, bahan atau benda, menawarkan apa-apa suapan kepada mana-mana orang yang telah membuat suatu tender untuk mendapatkan kontrak itu, sebagai suatu dorongan atau upah bagi orang itu menarik balik tendernya itu.
  2. Yang meminta atau menerima apa-apa suapan sebagai suatu  dorongan atau upah baginya menarik balik suatu tender yang telah dibuat olehnya untuk mendapatkan kontrak itu.
Penyogokan pegawai badan awam
  1. Mana-mana orang yang menawarkan kepada seseorang pegawai mana-mana badan awam, atau, sebagai seorang pegawai mana-mana badan awam, meminta atau menerima, apa-apa suapan sebagai suatu dorongan atau upah supaya:
  2. Pegawai itu mengundi atau tidak mengundi dalam mana-mana mesyuarat badan awam itu bagi menyokong atau menentang apa-apa langkah, ketetapan atau soal yang dikemukakan kepada badan awam itu.
  3. Pegawai itu melaksanakan atau tidak melaksanakan atau membantu dalam mendapat, mencepatkan, melambatkan, merintangi atau menghalang pelaksanaan, apa-apa perbuatan rasmi.
  4. Pegawai itu membantu dalam mendapatkan atau menghalang pelulusan apa- apa undi atau pemberian apa-apa kontrak atau faedah untuk mana-mana orang.
  5. Pegawai itu memberikan atau tidak memberikan apa-apa sokongan atau tentangan atas sifatnya sebagai pegawai sedemikian.
Penyogokan pegawai awam asing
  1. Mana-mana orang yang sendiri atau melalui atau bersama dengan mana-mana orang lain memberikan, menjanjikan atau menawarkan, atau bersetuju untuk memberikan atau menawarkan, kepada mana-mana pegawai awam asing, atau sebagai seorang pegawai awam asing, meminta, menyetuju terima atau memperoleh, atau bersetuju untuk menyetuju terima atau cuba untuk memperoleh, sama ada bagi faedah pegawau awam asing itu atau orang lain, apa-apa suapan sebagai suatu dorongan atau upah karena-
  2. Pegawai awam asing itu menggunakan kedudukannya untuk mempengaruhi apa-apa perbuatan atau keputusan Negara asing atau organisasi antarabangsa awam yang baginya pegawai itu melaksanakan apa-apa fungsi rasmi.
  3. Pegawai awam asing itu melaksanakan, telah melakukan atau tidak melakukan, atau menahan diri daripada melaksanakan atau membantu dalam mendapatkan, mencepatkan, melambatkan, merintangi atau menghalang pelaksanaan, apa-apa kewajipan awamnya.
  4. Pegawai awam asing itu membantu untuk mendapatkan atau menghalang pemberian apa-apa kontrak bagi faedah mana-mana orang.

Mengunakan jawatan/kedudukan untuk suapan pegawai badan awam

  1. Mana-mana pegawai badan awam yang menggunakan jawatan atau kedudukannya atau sekutunya, melakukan suatu kesalahan.
  2. Bagi maksud subseksyen (1), seseorang pegawai badan awam hendaklah dianggap, sehingga akasnya dibuktikan, telah menggunakan jawatan atau kedudukannya untuk apa-apa suapan, sama ada bagi dirinya sendiri, saudaranya atau sekutunya, apabila dia membuat apa-apa keputusan, atau mengambil apa-apa tindakan, berhubungan dengan apa-apa perkara yang mengenainya pegawai itu, atau mana-mana saudara atau sekutunya, mempunyai kepentingan, sama ada secara langsung atau tidak langsung.
  3. Bagi mengelakkan keraguan, adalah diisytiharkan bahawa, bagi maksud subseksyen (1), mana-mana angota pentadbiran sesuatu negari hendaklah disifatkan telah mengunakan jawatan atau kedudukannya untuk suapan jika dia bertindak bertentangan dengan subseksyen 2 (8) jadual kelapan kepada perlembagaan persekutuan atau peruntukan yang bersamaan dalam perlembagaan atau undang-undang tubuh negeri itu.
Seksyen ini tidaklah terpakai bagi seseorang pegawai yang memegang jawatan dalam sesuatu badan awam sebagai wakil suatu badan yang lain yang mempunyai kawalan atau kawalan separa atas badan awam yang mula- mula disebut itu berkenaan dengan apa-apa perkara atau benda yang dilakukan atas sifatnya sebagai wakil sedemikian bagi kepentingan atau faedah badan awam yang satu lagi itu.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapatlah dipahami bahwa landasan hukum tentang tndak pidana korupsi di Malaysia diatur dalam Akta (Undang-Undang) 694 Tahun 2019 Suruhan Jaya Pencegahan Rasuah Malaysia.

Didalamnya bersisi tentang hukuman bagi yang menerima korupsi, hukuman memberi dan menerima suap oleh agen, hukuman terhadap yang berniat untuk memperdayakan oleh agen, hukuman terhadap yang melakukan untuk mendapatkan kembali tender, hukuman bagi penyogokan pegawai badan publik, hukuman terhadap penyogokan pegawai asing, hukuman  mengunakan  jawatan/kedudukan untuk melakukan suap terhadap pegawai badan publik.

Perbedaan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia dan Malaysia

Perbedaan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia dan Malaysia secara umum terletak pada dua hal, yaitu masalah landasan hukum dan ketentuan pidana bagi pelaku kejahatan tindak pidana korupsi.

Di Indonesia landasan hukum tindak pidana korupsi di dasarkan pada Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 2-16 dan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2002. Sementara di Malaysia landasan hukum tindak pidana korupsi di dasarkan pada Undang-undang Akta 694  2019 Suruhan Jaya Pencegahan Rasuah Malaysia (SPRM).

Di Indonesia setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,- (satu miliar rupiah), selain itu dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana yang dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan. Sementara di Malaysia setiap orang yang melakukan korupsi paling lama dipenjara 20 Tahun dan lebih, denda dua kali lipat hingga lima kali limat dan tidak ada hukuman mati. 

Belum ada Komentar untuk "Perbedaan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia dan Malaysia"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel