Tindak Pidana Pemalsuan Uang

Tindak Pidana Pemalsuan Uang di Indonesia di atur dalam Kitab Undang-Undang Hkum Pidana (KUHP) dan UU No 7 2011  Adapun penjelasan mengenai keduanya adalah sebagai berikut:

Tindak Pidana Pemalsuan Uang dalam KUHP

Tindak pidana terhadap uang palsu secara menyeluruh pada pasal 244 KUHP sampai dengan pasal 252 KUHP dan pasal 519 KUHP serta 17 pasal IX sampai XIII Udang-undang No 1 Tahun 1946 JO Undang-undang Nomor 73 tahun 1958. Berkaitan dengan pengedaran uang palsu dapat dilihat dari beberapa ketentuan pasal yang mengaturnya, yaitu pasal 244, 245, 247, dan pasal 249 KUHP serta pasal X dan pasal XI undang-undang Nomor 1 tahun 1946.
Pada pasal 244 KUHP disebutkan bahwa :

“Barang siapa meniru atau memalsukan mata uang atau uang kertas negara bank dengan maksut untuk mengedarkan mata uang tersebut seolah-olah ia asli dan tidak dipalsukan, diancam dengan pidana penjara maksimum lima belas tahun”.

Ketentuan pasal diatas menunjukan bahwa unsur kesengajaan tersurat , yaitu membuat sesuatu yang menyerupai uang yang berlaku. Dengan kata lain, ada kehendak pelaku untuk memalsukan uang yang sudah ada.

Kesengajaan ini harus berkaitan dengan maksut pelaku delik dengan mengadakan perubahan pada mata uang yang telah ada, baik mengenai bahannya maupun mengenai tulisannya yang terdapat pada uang tersebut. Misalnya bahan logam atau kertasnya diganti dengan bahan lain, atau ada uang yang berbeda nilainya tetapi hampir sama bentuknya kecuali tulisan nominal yang tertulis tersebut adalah pemalsuan.

Pada unsur dengan maksud untuk mengedarkannya, memiliki pengertian bahwa kedaan atau keberadaan uang palsu tersebut masih berada di tangan si pelaku delik, berarti belum terdaftar atau teredarkan. Dengan demikian pengertian dengan maksut disini. Selain memperkuat kesengajaannya untuk meniru atau memalsukan juga tujuannya yang terdekat.

Dalam tindak pidana mengedarkan mata uang, yang dapat dituntut secara hukum bukan hanya mereka yang mengedarkan mata uang palsu, tetapi terlebih lagi kepada mereka yang pada waktu menerima mata uang tersebut telah mengetahuinya sebagai mata uang palsu. Dalam hal ini bukan pelaku pengedaran yang memalsukannya melaainkan orang lain.

Tindak Pidana Pemalsuan Uang dalam UU No 7 2011 

Berlakunya KUHP sebagai produk hukum warisan colonial belanda yang sudah lama, tentunya mengalami perubahan dan perkembangannya. Penggantian sejumlah ketentuan dalam KUHP oleh aturan hukum di luar ketentuan KUHP sehingga disebut pula sebagai hukum pidana khusus dan menempatkan KUHP sebagai hukum pidana umum, merupakan suatu hal yang wajar dalam pembangunan sistem hukum di Indonesia.

Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang mata uang, mengatur dan mengancam pidana terhadap pelaku kejahatan pemalsuan uang rupiah sebagaimana telah diatur dalam Pasal 36 KUHP maupun undang-undan No 7 Tahun 2011 sama-sama mengatur dan mengancam pidana terhadap kejahatan pemalsuan uang, dan sejumlah prinsip hukum pidana dalam KUHP tetap berlaku baik terhadap tindak pidana menurut undang-undang No.7 tahun 2011 maupun berdasarkan Pasal 244 KUHP dan Pasal 245 KUHP.

Andi Hamzah, menjelaskan bahwa asas-asas hukum pidana dalam Buku I KUHP antara lain asas legalitas, hukum transitoir, ruang lingkup berlakunya hukum pidana, system pemidanaan, percobaan (poging atau attempt), pernyataan(dseelneming), dan lainnya tetap berlaku bagi ketentuan pidana diluar KUHP.

Pengaturan lain di luar KUHP tentang tindak pidana pemalsuan mata uang Rupiah, ialah dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Menurut Pasal 45 Undang- Undang No. 7 Tahun 2011, dinyatakan bahwa

“Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, ketentuan Bab X Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang pemalsuan Mata Uang dan uang kertas dinyatakan masih tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang ini".

Berlakunya Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, merupakan upaya hukum untuk melengkapi keterbatasan dalam KUHP yang mengatur dan mengancamkan pelaku kejahatan pemalsuan uang sehingga substansi Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 berisikan upaya hukum untuk mengantisipasi munculnya berbagai jenis kejahatan yang berkaitan dengan pemalsuan uang seperti kejahatan terorisme maupun kejahatan pencucian uang.

Berdasarkan ketentuan Pasal 45 Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tersebut, sebenarnya Pasal 45 telah menganulir berlakunya pengaturan tentang pemalsuan mata uang atau uang kertas dalam Pasal 244 dan Pasal 245 KUHP, yakni yang diatur pada Buku Kedua bab X. Pasal 45 Undang-Undang
No. 7 Tahun 2011 telah menempatkan kedudukannya lebih tinggi dibandingkan kedudukan KUHP, sebagaimana tampak pada frasa “sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.” 

Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 mengatur dan mengancam pidana terhadap tindak pidana pemalsuan, yang bermula dari ketentuan Pasal 26 ayat-ayatnya, yang menyatakan bahwa:

  1. Setiap orang dilarang memalsu Rupiah;
  2. Setiap orang dilarang menyimpan secara fisik dengan cara apapun yang diketahuinya merupakan Rupiah palsu.
  3. Setiap orang dilarang mengedarkan dan/atau membelanjakan Rupiah yang diketahuinya merupakan Rupiah palsu. Setiap orang dilarang membawa atau memasukkan Rupiah palsu ke dalam dan/atau ke luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  4. Setiap orang dilarang mengimpor atau mengekspor Rupiah Palsu.12 Ketentuan Pasal 26 Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 berkaitan erat dengan ketentuan Pasal 36 ayat-ayatnya dari Undang-Undang No. 7 Tahun 2011, yang mengatur dan mengancam pidana, sebagaimana yang berbunyi sebagai berikut:
  • Setiap orang yang memalsu Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
  • Setiap orang yang menyimpan secara fisik dengan cara apapun yang diketahuinya merupakan Rupiah palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)
  • Setiap orang yang mengedarkan dan/atau membelanjakan Rupiah yang diketahuinya merupakan Rupiah palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
  • Setiap orang yang mengimpor atau mengekspor Rupiah Palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (5)dipidana dengan pidana penjara paling lama seumur hidup dan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah)
Berdasarkan penjelasan mengenai Tindak Pidana Pemalsuan Uang dalam UU No 7 2011 di atas dapat dipahami bahwa, tindak pidana menurut UU No 7 2011 dibedakan menjadi empat macam, yaitu tindak pidana untuk pemalsu, penyimpan, pengedar, penimpor dan pengekspor uang palsu akan dikenakan tindak pidana dengan ketentuan dan berat pidana yang berbeda-beda. 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel