Raden Kian Santang, Putra Prabu Siliwangi

Raden Kiansantang lahir tahun 1315  M di Tatar Pasundan, wilayah barat pulau jawa. Nama kecil Raden Kian Santang sesudah menuntut ilmu di Mekkah berubah nama menjadi Galantrang, penamaan itu ia dapat, ketika ia mencari seseorang yang dapat mengalahkan kekuatanya.

Raden Kiansantang atau biasa disebut Raden Sangara atau Syekh Sunan Rohmat Suci, adalah Putra Prabu Siliwangi atau Sri Baduga Maharaja yang tak lain adalah Raja Pakuan Pajajaran dengan Nyi Subang Larang. 

Pernikahan Prabu Siliwangi dengan Nyi Subang Larang dinikahkan oleh gurunya Nyi Subang Larang yaitu bernama Syek Quro Karawang. Dalam pernikahan ini ia dikaruniai 1 orang putri dan 2 orang putra. Yaitu Walangsungsang (Pangeran Cakrabuana), Rara Santang, dan dan Prabu Kiansantang.

Pada usia 22 tahun, Prabu Kiansantang diangkat menjadi Dalem Bogor ke 2 yang saat itu bertepatan dengan upacara penyerahan tongkat pusaka kerajaan dan penobatan prabu Munding Kawati, Putra Sulung Prabu Susuk tunggal, menjadi panglima besar Pajajaran. Guna mengenang peristiwa sakral penobatan dan penyerahan tongkat pusaka Pajajaran tersebut. Yang kelak di tulis dalam prasasti Batu tulis Bogor.

Menurut legenda, Raden Kiansantang merupakan sinatria yang terkenal, gagah dan perkasa. Tidak ada yang bisa mengalahkan kekuatanya hingga 33 tahun lamanya ia terus mencari di pulau Jawa, siapa yang dapat menandinginya. Hingga akhirnya kesombongan itu menjadi kekhawatiran yang meresahkan hatinya. 

Prabu Kiansantang memberanikan dirinya memohon kepada ayahnya agar mencarikan siapa yang dapat menandinginya, sang ayah pun memanggil para ahli nujum untuk menunjukan siapa dan dimana ada orang gagah dan sakti yang dapat menandingi kegagahan anaknya. Namun tak seorangpun yang mampu menunjukanya.

Namun, suatu hari Prabu Kiansantang didatangi oleh seorang yang sudah renta. Dibalik kedatanganya, ia diberitahu bahwa ada orang dapat menandingi kekuatanya. Sang kakek pun memberitahu namanya yaitu Sayyidina Ali yang tinggal jauh di tanah Mekah. Jika dilihat dari tahunya. Ketidakwajaran pertemuan itu berlangsung karena tahun wafat dan bergurunya Prabu Kiansantang berbeda kian jauh.

Tetapi kejadian ini dipertemukan secara goib dengan kekuasaan Allah yang maha kuasa. Namun dibalik pemberitahuanya itu terdapat dua syarat yang harus dilaksanakan sebelum bertemu Sayyidina Ali. Pertama, Prabu Kiansantang harus mujasmedi di ujung kulon, kedua, nama harus diganti menjadi Galantrang Setra (Galantrang-berani,Setra-bersih-suci) setelah melaksanakan ia pun bergegas menuju ke tanah suci Mekah.

Setiba di tanah Mekkah, ia bertemu seseorang lelaki yang disebut Sayyidina Ali, namun ia tak tahu bila laki-laki tersebut Sayyidina Ali. Prabu Kiansantang langsung menanyakan, kenalkan dengan orang yang bernama Sayyidina Ali? Laki-laki itu pun menjawab bahwa ia kenal. Malah dia mengantarkan ke tempat Sayyidina Ali.

Sebelum mengantarkan Prabu Kiansatang. Sayyidina Ali menancapkan tongkat kedalam tanah. Setelah berjalan berpuluh-puluh meter . laki laki itu pun berkata “wahai Gelentrang, tongkat ku ketinggalan, tolong ambilkan” awalnya Gelentrang menolak tapi demi diantarkanya ia pun menerima.

Sesampainya tempat awal ia bertemu laki-laki tersebut untuk mengambil tongkatnya yang ketinggalan. Setiba ditempat tongkatnya sudah keadaan tertancap dan iapun berusaha mencabutnya.

Beberapa kali ia berusaha tetapi tetap saja tongkat itu tidak bisa dicabut. Tetapi bukanya kecabut malah amblasnya kaki Gelantrang Setra dan mengeluarkan darah dari seluruh tubuhnya. Keadaan Galantrang Setra diketaui oleh Sayyidina Ali. Ia pun kembali dan mencabut tongkat sambil menyebut bismilah dan duakalimat sahadat, pada saat dicabut seketika darahnya hilang.

Raden Kiansantang pun keherenan dan ia berniat meminta bacaan tersebut akan tetapi laki-laki itu menolak dengan alasan bahwa dirinya belum masuk islam. Namun saat melanjutkan perjalanan dengan laki-laki tersebut. Ada yang memanggilnya dengan ucapan “kenapa anda Ali pulang terlambat?” seketika Gelantrang Setra pun kaget ternyata yang bersama dirinya itu Ali.

Pada tahun 1348 M Prabu Kiansantang masuk Islam. Ia menetap selama 20 hari sambil mempelajari agama islam. Kemudian ia pulang ke tanah Pajajaran untuk menengok ayahnya Prabu Siliwangi dan berniat mengajak ayahnya untuk masuk Islam.

Pada tahun 1355 M ia kembali lagi ke Mekkah untuk belajar agama Islam dengan khusu. Dan kembali lagi ke Pajajaran pada tahun 1362 M. dan ia berniat menyebarkan agama islam di tanah jawa, dalam fitroh-nya membawa keselamatan dunia dan akhirat.

Penulis: Anisa Anggraeni Saldin
Editor  : Sejarah Cirebon

Belum ada Komentar untuk "Raden Kian Santang, Putra Prabu Siliwangi"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel