Gajah Mada Sang Mahapatih Majapahit
Selasa, 05 November 2019
Tulis Komentar
Gajah Mada merupakan Mahapatih Amangkubhumi (Perdana Mentri) Majapahit yang lahir pada Tahun 1299 dan wafat pada Tahun 1364 Masehi. Selama 65 Tahun menjalani hidup, Gajah Mada menorehkan prestasi yang tiada bandingnya bagi Kerajaan Majapahit.
Gajah Mada lahir ketika Majapahit diprintah oleh Raja pertamanya Raden Wijaya, ketika Jaya Negara naik tahta (1309) Gajah Mada baru berusia 10 Tahun. Sementara ketika menyelamatkan Jaya Negara dari upaya kudeta yang dilakukan Ra Kuti (1319) Gajah Mada baru berusia 20 Tahunan saja, dengan demikian Gajah Mada sudah menjadi pahlawan bagi negara manakala usianya masih menjelang dewasa.
Selepas memadamkan pemberontakan Ra Kuti, maka pada Tahun 1319 Gajah Mada dianugerahi jabatan sebagai Patih di Kahuripan dan untuk dua tahun kemudian yaitu pada Tahun 1321 ia diangkat menjadi Patih di Kediri.
Baik Kahuripan maupun Kediri (Daha) kala itu merupakan kerajaan bawahan Majapahit. Karir Gajah Mada semakin melesat dimulai pada Tahun 1334 karena pada tahun itu Gajah Mada diangkat menjadi Mahapatih Amangkubhumi Majapahit. Dengan demikian Gajah Mada diangkat menjadi Mahapatih ketika ia berumur 35 Tahun.
Prasasti Gajah Mada dibuat sendiri oleh Gajah Mada, didalamnya memuat Tahun 1214 Saka atau 1351 Masehi, tahun tersebut jelas ketika Gajah Mada masih menjabat sebagai Mahapatih Amangkubhumi Majapahit. Prasasti Gajah Mada berisi tentang “Parwira Chatiya” atau peringatan penghormatan pada Tribhuawana Tunggadewi dan leluhur Majapahit (Keturunan Prabu Kertanegara-Singsari) yang telah dicandikan.
Menurut tafsir para ahli pada Prasasti Singasari, Gajah Mada merupakan anak Gajah Pagon yang merupakan cucu dari Raja Kertanegara Singasari, dengan demikian antara Gajah Mada dan Tribhuawana Tunggadewi (Ratu Mjapahit) masih sama-sama keturunan Prabu Kertanegara. Karena Tribhuawana Tunggadewi merupakan anak Raden Wijaya dimana Istri Raden Wijaya (Gayatri) merupakan anak dari Prabu Kertanegara-Singsari, sementara Gajah Pegon ayah dari Gajah Mada adalah suami dari cucu Prabu Kertanegara yang lahir dari selir. ( Sri Winata Ahmad, hlm 194)
Baca Juga: Asal-Usul Gajah Mada
Pada kira-kira umur 15 hingga 16 Tahun, Gajah Mada mulai terjun sebagai Prajurit Bhayangkara, jabatan yang diembannya kala itu sebagai bekel atau kepala regu Prajurit membawahi puluhan Prajurit jaga lainnya.
Ketika usia Gajah Mada mencapai 20 Tahun, tepatnya pada Tahun 1319, meletus upaya makar yang dilakukan Ra Kuti. Pemberontakan Ra Kuti berhasil menguasai Istana Kerajan Majapahit, meskipun begitu sebagai bekel Bhayangkara rupanya Gajah Mada berhasil menyelamatkan Jaya Negara dari upaya pembunuhan dan berhasil pula meyembunyikannya disuatu tempat yang aman.
Masih pada Tahun yang sama, Gajah Mada berhasil menghimpun kekuatan para Prajurit Majapahit yang masih setia untuk menumpas Ra Kuti dan komplotannya, sehingga dikemudian hari Gajah Mada berhasil membunuh Ra Kuti dan memulangkan serta menaikan kembali Jaya Negara sebagai Raja Majapahit yang sah.
Kiprah Gajah Mada dalam menyelamatkan Jaya Negara dari upaya Kudeta yang dilakukan Ra Kuti membuatnya menjadi Pahlawan, maka tidaklah berlebihan jika Jaya Negara menganugerahinya Jabatan Patih di Kahuripan disusul dengan Jabatan Patih di Kediri dua tahun kemudian.
Pada Tahun 1328 Jaya Negara dibunuh oleh Ra Tanca, salah seorang Tabib Istana Majapahit yang sebetulnya mendukung pemberontakan Ra Kuti, lagi-lagi dalam peristiwa ini Gajah Mada tampil sebagai pahlawan, sebab ia mampu membunuh Ra Tanca.
Menurut Prasati Singasari dan Piagam Brumbung (1351) Dyah Gitaraja diangkat menjadi Ratu Majapahit dengan gelar Abhiseka Sri Tribhuwana Tunggadewi Maharajasa Jayawsinhuwardhani.
Pada masa pemerintahan Tribhuwana Tunggadewi, Gajah Mada masih menjabat sebagai Patih di Kediri, akan tetapi karena pada zaman itu Majapahit sedang diguncang pemberontakan Sedang dan Keta (1329-1331) Gajah Mada ditarik ke Ibu Kota Kerajaan untuk menumpas para pemberontak.
Pada masa pemberontakan Sedang dan Keta yang menjabat sebagai Mahapatih Majapahit adalah Aria Tadah, Sang Mahapatih dikisahkan sedang sakit keras, sehingga Gajah Mada dipanggil untuk menangani pemberontakan. Penumpasan Pemberontakan Sedang dan Keta dapat ditumpas oleh Gajah Mada meskipun dalam penumpasan tersebut Gajah Mada bukan satu-satunya orang yang berjasa.
Kiprah Gajah Mada dalam menanggulangi pemberontakan Sedang dan Keta rupanya menjadi sebab bagi Gajah Mada untuk meniti karir yang lebih tinggi, sikapnya yang disenangi oleh Mahapatih Aria Tadah serta Ratu Tribhuwana Tunggadewi dikemudian hari menyebabkan ia dipercayai untuk mengemban jabatan sebagai Mahapatih Amangkubhumi pengganti Aria Tadah. Gajah Mada diangkat menjadi Mahapatih pada Tahun 1336 Masehi.
Cita-cita Gajah Mada sebagaimana yang diucapkannya dalam sumpah Palapa ketika dilantik menjadi Mahapatih Amangkubhumi Majapahit di zaman Tribhuwana Tunggadewi diwujudkan pada masa ini. Gajah Mada membangun ekonomi negara dengan menggalakan pertanian, dan perdagangan disamping itu ia juga membangun armada laut untuk kepentingan ekspor dan impor, ia juga menggunakan armada laut Majapahit yang tangguh sebagai alat untuk menaklukan kerajaan-kerajaan di Nusantara yang sulit diajak kerjasama. Sementara bagi negeri-negeri yang mudah diajak kerajasama Gajah Mada menyodorkan tali persaudaraan.
Meskipun di zaman Hayam Wuruk Gajah Mada dapat membawa Majapahit menuju kejayaan, akan tetapi pada masa ini juga Gajah Mada terlibat skandal pembunuhan Raja dan Putri Sunda dalam peristiwa Pembantaian bubat.
Rombongan orang Sunda yang hendak menikahkan putri rajanya dihadang di bubat dan dipaksa untuk takluk dibawah Majapahit sehingga terjdi peperangan yang tak seimbang, peristiwa ini terjadi pada Tahun 1357 Masehi.
Selanjutnya pada Tahun 1358 M, Gajah Mada diberhentikan dari urusan politik, dan iapun diasingkan ke daerah terpencil yang bernama Mada Karipura. Akan tetapi, pada Tahun 1359 Gajah Mada diangkat kembali menjadi Mahapatih karena Hayam Wuruk belum menemukan orang seperti Gajah Mada, meskipun begitu pada masa ini Gajah Mada tidak lagi berkedudukan di Ibu Kota, ia menjalankan tugasnya dari Mada Karipura.
Kabar wafatnya Gajah Mada diperoleh dari Prapanca melalui Naskah Negarakertagama yang diceritakan pada pupuh 10. Dalam Naskah tersebut dijelaskan bahwa “ Pada Tahun 1285 Saka (1364) Prabu Hayam Wuruk berziarah ke Candi Simping. Ketika pulang dari Simping ia terkejut mendengar kabar bahwa Mahapatih Gajah Mada sakit keras dan kemudian meninggal”. Baca Juga: Riwayat Kematian Gajah Mada
Para pengemban jabatan Dharmaputra bukanlah orang sembarangan, mereka pada umumnya adalah orang-orang dengan kiprah yang sangat besar untuk kemajuan Majapahit, sebab itulah mereka disebut Dharmaputra, maksudnya putra-putra terbaik Majapahit yang mendharmakan hidupnya untuk kepentingan negara.
Pada masa pemerintahan Jaya Negara (1309-1328), para Pejabat Dharmaputra merasa Majapahit akan menuju kehancurannya jika Jaya Negara tidak digulingkan. Sebab dibawah pemerintahan Jaya Negara, fitnah, pemecatan dan pembunuhan terhadap orang-orang yang berjasa terhadap Majapahit begitu gencar dilakukan. Jaya Negara dianggap sebagai raja yang bodoh karena mudah dipengaruhi oleh Mahapatih Dyah Halayuda.
Disamping itu, pada masa pemerintahan Jaya Negara kesejahteraan rakyat di abaikan, sehingga para Pejabat Dharmaputra yang dipimpin oleh Ra Kuti melancakan pemberontakan, tujuannya menggulingkan kekuasaan Jaya Negara.
Pada mulanya usaha Ra Kuti menumbangkan Jaya Negara didukung oleh sebagaian besar para pejabat tinggi Majapahit lainnya, dari itulah pemberontakan yang dilancarkan Ra Kuti akhirnya berhasil mengusai Ibu Kota Kerajaan dan Istana. Meskipun berhasil menguasai Ibu Kota dan Istana, Ra Kuti gagal menangkap Jaya Negara, sebab Jaya Negara diselamatkan oleh Gajah Mada.
Dukungan terhadap Ra Kuti mulai hilang mana kala Ra Kuti mengangkat dirinya secara sepihak sebagai Raja Majapahit pengganti Jaya Negara. Para pejabat lain yang membantu Ra Kuti merasa dipecundangi, sebab selama membantu Ra Kuti mereka memang menghendaki menggulingkan Jaya Negara akan tetapi selepas itu mereka menginginkan agar yang menjadi Penguasa Majapahit adalah keturunan Raden Wiajaya bukan malah merajakan Ra Kuti.
Perpecahan dikalangan pendukung Ra Kuti dimanfaatkan oleh Gajah Mada, ia kemudian mengumpulkakn orang-orang yang masih setia kepada Jaya Negara untuk kemudian menumpas Ra Kuti dan pendukungnya. Ra Kuti bersama pendukungnya akhirnya dapat ditmpas, sementara Ra Kuti sendiri tewas ditangan Gajah Mada.
Tewasnya Ra Kuti pada 1319 membuat Jaya Negara kembali menaiki tahta, jasa Gajah Mada serta orang-orang yang menumpas pemberontakan Ra Kuti akhirnya membuat mereka dibanjiri hadiah dan jabatan. Gajah Mada dinaikan pangkatnya dari yang semula hanya sebagai Bekel Bhayangkara menjadi Patih di Keadipatian Kahuripan mendampingi adik perempuan Jaya Negara.
Selepas beberapa tahun peristiwa Pemberontakan Ra Kuti, tabiat buruk Jaya Negara rupanya muncul lagi, sebab ia menghendaki tahta Majapahit harus dibawah kendalinya, sementara di sisi lain ia juga tak kunjung mempunyai keturunan. Jaya Negara takut apabila ia tidak mempunyai keturunan tahta akan jatuh ke adik perempuannya, oleh karena itu diam-diam Jaya Negara melarang adik-adik perempuannya berumah tangga sampai ia memiliki keturunan.
Sementara di sisi lain timbul desas-desus bahwa Jaya Negara hendak mengawini adik-adik perempaunnya sendiri sehingga dengan demikian Jaya Negara dapat tetap menguasai tahta. Kondisi Majapahit yang kembali carut marut membuat Ra Tanca, salah satu Anggota Dharmaputra yang masih hidup berniat menghabisi Jaya Negara, niat itu muncul menjadi lebih kuat lantaran istrinya digoda oleh Jaya Negara.
Ra Tanca merupakan Pejabat Dharmaputra yang berprofesi sebagai Tabib Istana, ia sudah berkiprah dalam istana semenjak zaman Raden Wijaya. Pada saat pemberontakan Ra Kuti, Ra Tanca memilih untuk diam meskipun ia sendiri tidak menyukai tingkah laku Jaya Negara.
Kebencian Ra Tanca pada Jaya Negara serta besarnya niatan untuk membunuhnya di simpan dalam-dalam oleh Ra Tanca, ia menunggu waktu yang tepat untuk melakukannya. Pada tahun 1328 Masehi, Jaya Negara terserang penyakit bisul kronis, sehingga menyebabkannya tidak bisa berjalan, oleh karena itu untuk mengobati penyakitnya Ra Tanca dipanggil ke istana.
Pada saat melakukan pengobatan barulah niat Ra Tanca yang sudah lama terpendam terlampiaskan, ia membunuh Jaya Negara dengan pisau yang sedianya digunakan untuk mengoprasi bisul Jaya Negara. Dalam peristiwa itu Jaya Negara tewas seketika ditempat pembaringannya. Meskipun demikian pada pristiwa itu juga Ra Tanca dapat dibunuh Gajah Mada, sebab kala itu Gajah Mada kebetulan sedang berada di istana.
Sumpah Palapa menjadi penting karena dianggap sebagai garis-garis haluan Gajah Mada dalam mengemban jabatan sebagai Mahapatih. Dalam sumpah tersebut Gajah Mada berjanji tidak akan makan buah Palapa (Menikmati Hidup) selama ia belum menyatukan negeri-negeri di Nusantara, Sperti Bali, Lombok, Sunda, Gurun, Palembang dan lain sebagainya. Cita-cita Gajah Mada dalam menyatukan Nusantara akhirnya berhasil meskipun dalam menaklukan Sunda, Gajah Mada melakukannya dengan hal yang tak terpuji.
Baca Juga: Makna Sumpah Palapa
Gajah Mada lahir ketika Majapahit diprintah oleh Raja pertamanya Raden Wijaya, ketika Jaya Negara naik tahta (1309) Gajah Mada baru berusia 10 Tahun. Sementara ketika menyelamatkan Jaya Negara dari upaya kudeta yang dilakukan Ra Kuti (1319) Gajah Mada baru berusia 20 Tahunan saja, dengan demikian Gajah Mada sudah menjadi pahlawan bagi negara manakala usianya masih menjelang dewasa.
Selepas memadamkan pemberontakan Ra Kuti, maka pada Tahun 1319 Gajah Mada dianugerahi jabatan sebagai Patih di Kahuripan dan untuk dua tahun kemudian yaitu pada Tahun 1321 ia diangkat menjadi Patih di Kediri.
Baik Kahuripan maupun Kediri (Daha) kala itu merupakan kerajaan bawahan Majapahit. Karir Gajah Mada semakin melesat dimulai pada Tahun 1334 karena pada tahun itu Gajah Mada diangkat menjadi Mahapatih Amangkubhumi Majapahit. Dengan demikian Gajah Mada diangkat menjadi Mahapatih ketika ia berumur 35 Tahun.
Kelahiran dan Asal-Usul Gajah Mada
Kelahiran dan asal-asul Gajah Mada beragam versi, sebagian besar versi yang ada bersifat dongeng, meskipun begitu selepas ditemukannya Parasasti Gajah Mada yang juga disebut sebagai Prasasti Singasari kelahiran dan asal-usul Gajah Mada mulai terkuak.Prasasti Gajah Mada dibuat sendiri oleh Gajah Mada, didalamnya memuat Tahun 1214 Saka atau 1351 Masehi, tahun tersebut jelas ketika Gajah Mada masih menjabat sebagai Mahapatih Amangkubhumi Majapahit. Prasasti Gajah Mada berisi tentang “Parwira Chatiya” atau peringatan penghormatan pada Tribhuawana Tunggadewi dan leluhur Majapahit (Keturunan Prabu Kertanegara-Singsari) yang telah dicandikan.
Menurut tafsir para ahli pada Prasasti Singasari, Gajah Mada merupakan anak Gajah Pagon yang merupakan cucu dari Raja Kertanegara Singasari, dengan demikian antara Gajah Mada dan Tribhuawana Tunggadewi (Ratu Mjapahit) masih sama-sama keturunan Prabu Kertanegara. Karena Tribhuawana Tunggadewi merupakan anak Raden Wijaya dimana Istri Raden Wijaya (Gayatri) merupakan anak dari Prabu Kertanegara-Singsari, sementara Gajah Pegon ayah dari Gajah Mada adalah suami dari cucu Prabu Kertanegara yang lahir dari selir. ( Sri Winata Ahmad, hlm 194)
Baca Juga: Asal-Usul Gajah Mada
Gajah Mada Pada Masa Pemerintahan Jaya Negara
Jaya Negara adalah Raja kedua Majapahit yang naik tahta pada Tahun 1309 hingga1328 Masehi. Ketika Jaya Negara naik tahta, Gajah Mada baru berusia 10 Tahun. Sebagai anak dari Gajah Pegon yang mempunyai pertalian darah dengan para pembesar Majapahit, tentu Gajah Mada tidak terlampau kesulitan untuk sekedar diterima menjadi Prajurit Bhayangkara yang tugasnya mengamankan para keluarga Raja.Pada kira-kira umur 15 hingga 16 Tahun, Gajah Mada mulai terjun sebagai Prajurit Bhayangkara, jabatan yang diembannya kala itu sebagai bekel atau kepala regu Prajurit membawahi puluhan Prajurit jaga lainnya.
Ketika usia Gajah Mada mencapai 20 Tahun, tepatnya pada Tahun 1319, meletus upaya makar yang dilakukan Ra Kuti. Pemberontakan Ra Kuti berhasil menguasai Istana Kerajan Majapahit, meskipun begitu sebagai bekel Bhayangkara rupanya Gajah Mada berhasil menyelamatkan Jaya Negara dari upaya pembunuhan dan berhasil pula meyembunyikannya disuatu tempat yang aman.
Masih pada Tahun yang sama, Gajah Mada berhasil menghimpun kekuatan para Prajurit Majapahit yang masih setia untuk menumpas Ra Kuti dan komplotannya, sehingga dikemudian hari Gajah Mada berhasil membunuh Ra Kuti dan memulangkan serta menaikan kembali Jaya Negara sebagai Raja Majapahit yang sah.
Kiprah Gajah Mada dalam menyelamatkan Jaya Negara dari upaya Kudeta yang dilakukan Ra Kuti membuatnya menjadi Pahlawan, maka tidaklah berlebihan jika Jaya Negara menganugerahinya Jabatan Patih di Kahuripan disusul dengan Jabatan Patih di Kediri dua tahun kemudian.
Pada Tahun 1328 Jaya Negara dibunuh oleh Ra Tanca, salah seorang Tabib Istana Majapahit yang sebetulnya mendukung pemberontakan Ra Kuti, lagi-lagi dalam peristiwa ini Gajah Mada tampil sebagai pahlawan, sebab ia mampu membunuh Ra Tanca.
Gajah Mada Pada Masa Pemerintahan Tribhuwana Tunggadewi
Selepas mangkatnya Jaya Negara (1328), serta didorong oleh tidak adanya putra Mahkota, maka yang menjadi penguasa Majapahit selanjutnya adalah Dyah Gitaraja adik perempuan Jaya Negara yang lahir dari permasiuri Raden Wiajaya.Menurut Prasati Singasari dan Piagam Brumbung (1351) Dyah Gitaraja diangkat menjadi Ratu Majapahit dengan gelar Abhiseka Sri Tribhuwana Tunggadewi Maharajasa Jayawsinhuwardhani.
Pada masa pemerintahan Tribhuwana Tunggadewi, Gajah Mada masih menjabat sebagai Patih di Kediri, akan tetapi karena pada zaman itu Majapahit sedang diguncang pemberontakan Sedang dan Keta (1329-1331) Gajah Mada ditarik ke Ibu Kota Kerajaan untuk menumpas para pemberontak.
Pada masa pemberontakan Sedang dan Keta yang menjabat sebagai Mahapatih Majapahit adalah Aria Tadah, Sang Mahapatih dikisahkan sedang sakit keras, sehingga Gajah Mada dipanggil untuk menangani pemberontakan. Penumpasan Pemberontakan Sedang dan Keta dapat ditumpas oleh Gajah Mada meskipun dalam penumpasan tersebut Gajah Mada bukan satu-satunya orang yang berjasa.
Kiprah Gajah Mada dalam menanggulangi pemberontakan Sedang dan Keta rupanya menjadi sebab bagi Gajah Mada untuk meniti karir yang lebih tinggi, sikapnya yang disenangi oleh Mahapatih Aria Tadah serta Ratu Tribhuwana Tunggadewi dikemudian hari menyebabkan ia dipercayai untuk mengemban jabatan sebagai Mahapatih Amangkubhumi pengganti Aria Tadah. Gajah Mada diangkat menjadi Mahapatih pada Tahun 1336 Masehi.
Gajah Mada Pada Masa Pemerintahan Hayam Wuruk
Hayam Wuruk adalah penguasa ketiga Majapahit, ia menggantikan kedudukan ibunya (Tribhuwana Tunggadewi) sebagai penguasa Majapahit pada Tahun 1350 hingga 1389 Masehi. Hayam Wuruk dinobatkan menjadi Raja Majapahit pada usia sangat muda, sehingga pada awal pemerintahannya kendali pemerintahan benar-benar di genggam kuat oleh Gajah Mada.Cita-cita Gajah Mada sebagaimana yang diucapkannya dalam sumpah Palapa ketika dilantik menjadi Mahapatih Amangkubhumi Majapahit di zaman Tribhuwana Tunggadewi diwujudkan pada masa ini. Gajah Mada membangun ekonomi negara dengan menggalakan pertanian, dan perdagangan disamping itu ia juga membangun armada laut untuk kepentingan ekspor dan impor, ia juga menggunakan armada laut Majapahit yang tangguh sebagai alat untuk menaklukan kerajaan-kerajaan di Nusantara yang sulit diajak kerjasama. Sementara bagi negeri-negeri yang mudah diajak kerajasama Gajah Mada menyodorkan tali persaudaraan.
Meskipun di zaman Hayam Wuruk Gajah Mada dapat membawa Majapahit menuju kejayaan, akan tetapi pada masa ini juga Gajah Mada terlibat skandal pembunuhan Raja dan Putri Sunda dalam peristiwa Pembantaian bubat.
Rombongan orang Sunda yang hendak menikahkan putri rajanya dihadang di bubat dan dipaksa untuk takluk dibawah Majapahit sehingga terjdi peperangan yang tak seimbang, peristiwa ini terjadi pada Tahun 1357 Masehi.
Selanjutnya pada Tahun 1358 M, Gajah Mada diberhentikan dari urusan politik, dan iapun diasingkan ke daerah terpencil yang bernama Mada Karipura. Akan tetapi, pada Tahun 1359 Gajah Mada diangkat kembali menjadi Mahapatih karena Hayam Wuruk belum menemukan orang seperti Gajah Mada, meskipun begitu pada masa ini Gajah Mada tidak lagi berkedudukan di Ibu Kota, ia menjalankan tugasnya dari Mada Karipura.
Gajah Mada Wafat
Gajah Mada wafat pada umur yang ke 65 Tahun, beliau wafat pada Tahun 1364 Masehi karena sakit, Gajah Mada wafat secara normal di tempat tinggal barunya di sebuah tempat yang bernama Madakaripura, terletak di pedalaman Jawa Timur yang berbukit-bukit.Kabar wafatnya Gajah Mada diperoleh dari Prapanca melalui Naskah Negarakertagama yang diceritakan pada pupuh 10. Dalam Naskah tersebut dijelaskan bahwa “ Pada Tahun 1285 Saka (1364) Prabu Hayam Wuruk berziarah ke Candi Simping. Ketika pulang dari Simping ia terkejut mendengar kabar bahwa Mahapatih Gajah Mada sakit keras dan kemudian meninggal”. Baca Juga: Riwayat Kematian Gajah Mada
Kronologi Perjalanan Hidup Gajah Mada |
Pristiwa Penting dalam Kehidupan Gajah Mada
Terdapat beberapa peristiwa penting dalam kehidupan Gajah Mada selama ia mengabdi dan menjabat sebagai abdi negara di kerajaan Majapahit, peristiwa tersebut terjadi ketika ia belum diangkat menjadi Mahapatih Amangkubhumi dan setelahnya.Pemberontakan Ra Kuti
Rakyan Kuti, atau yang biasa disebut Ra Kuti adalah salah satu pejabat Majapahit yang menurut pararaton tergabung dalam jabatan Dharmaputra, yaitu suatu jabatan istimewa yang ditempati oleh orang-orang kesayangan Raja Majapahit pertama (Raden Wijaya).Para pengemban jabatan Dharmaputra bukanlah orang sembarangan, mereka pada umumnya adalah orang-orang dengan kiprah yang sangat besar untuk kemajuan Majapahit, sebab itulah mereka disebut Dharmaputra, maksudnya putra-putra terbaik Majapahit yang mendharmakan hidupnya untuk kepentingan negara.
Ilustrasi-Ra Kuti |
Disamping itu, pada masa pemerintahan Jaya Negara kesejahteraan rakyat di abaikan, sehingga para Pejabat Dharmaputra yang dipimpin oleh Ra Kuti melancakan pemberontakan, tujuannya menggulingkan kekuasaan Jaya Negara.
Pada mulanya usaha Ra Kuti menumbangkan Jaya Negara didukung oleh sebagaian besar para pejabat tinggi Majapahit lainnya, dari itulah pemberontakan yang dilancarkan Ra Kuti akhirnya berhasil mengusai Ibu Kota Kerajaan dan Istana. Meskipun berhasil menguasai Ibu Kota dan Istana, Ra Kuti gagal menangkap Jaya Negara, sebab Jaya Negara diselamatkan oleh Gajah Mada.
Dukungan terhadap Ra Kuti mulai hilang mana kala Ra Kuti mengangkat dirinya secara sepihak sebagai Raja Majapahit pengganti Jaya Negara. Para pejabat lain yang membantu Ra Kuti merasa dipecundangi, sebab selama membantu Ra Kuti mereka memang menghendaki menggulingkan Jaya Negara akan tetapi selepas itu mereka menginginkan agar yang menjadi Penguasa Majapahit adalah keturunan Raden Wiajaya bukan malah merajakan Ra Kuti.
Perpecahan dikalangan pendukung Ra Kuti dimanfaatkan oleh Gajah Mada, ia kemudian mengumpulkakn orang-orang yang masih setia kepada Jaya Negara untuk kemudian menumpas Ra Kuti dan pendukungnya. Ra Kuti bersama pendukungnya akhirnya dapat ditmpas, sementara Ra Kuti sendiri tewas ditangan Gajah Mada.
Tewasnya Ra Kuti pada 1319 membuat Jaya Negara kembali menaiki tahta, jasa Gajah Mada serta orang-orang yang menumpas pemberontakan Ra Kuti akhirnya membuat mereka dibanjiri hadiah dan jabatan. Gajah Mada dinaikan pangkatnya dari yang semula hanya sebagai Bekel Bhayangkara menjadi Patih di Keadipatian Kahuripan mendampingi adik perempuan Jaya Negara.
Pembunuhan Jaya Negara
Selepas pemberontakan Ra Kuti, Jaya Negara sebenarnya sudah sadar akan kekeliruannya dalam memerintah, oleh karena itu Jaya Negara kemudian memerintahkan Gajah Mada untuk menghukum mati Mahapatih Dyah Halayuda seorang yang dianggap sebagai biang perpecahan Majapahit.Selepas beberapa tahun peristiwa Pemberontakan Ra Kuti, tabiat buruk Jaya Negara rupanya muncul lagi, sebab ia menghendaki tahta Majapahit harus dibawah kendalinya, sementara di sisi lain ia juga tak kunjung mempunyai keturunan. Jaya Negara takut apabila ia tidak mempunyai keturunan tahta akan jatuh ke adik perempuannya, oleh karena itu diam-diam Jaya Negara melarang adik-adik perempuannya berumah tangga sampai ia memiliki keturunan.
Sementara di sisi lain timbul desas-desus bahwa Jaya Negara hendak mengawini adik-adik perempaunnya sendiri sehingga dengan demikian Jaya Negara dapat tetap menguasai tahta. Kondisi Majapahit yang kembali carut marut membuat Ra Tanca, salah satu Anggota Dharmaputra yang masih hidup berniat menghabisi Jaya Negara, niat itu muncul menjadi lebih kuat lantaran istrinya digoda oleh Jaya Negara.
Ra Tanca merupakan Pejabat Dharmaputra yang berprofesi sebagai Tabib Istana, ia sudah berkiprah dalam istana semenjak zaman Raden Wijaya. Pada saat pemberontakan Ra Kuti, Ra Tanca memilih untuk diam meskipun ia sendiri tidak menyukai tingkah laku Jaya Negara.
Kebencian Ra Tanca pada Jaya Negara serta besarnya niatan untuk membunuhnya di simpan dalam-dalam oleh Ra Tanca, ia menunggu waktu yang tepat untuk melakukannya. Pada tahun 1328 Masehi, Jaya Negara terserang penyakit bisul kronis, sehingga menyebabkannya tidak bisa berjalan, oleh karena itu untuk mengobati penyakitnya Ra Tanca dipanggil ke istana.
Pembunuhan Jaya Negara-Ilustasi |
Sumpah Palapa
Peristiwa penting selanjutnya dalam kehidupan Gajah Mada adalah di ucapkaknnya Sumpah Palapa ketika ia diangkat menjadi Mahapatih Amangkubhumi Majapahit pada Tahun 1334 Masehi. Gajah Mada diangkat menjadi Mahapatih pada pemerintahan penguasa Majapahit ketiga yaitu Ratu Tribwanatunggadewi.Sumpah Palapa menjadi penting karena dianggap sebagai garis-garis haluan Gajah Mada dalam mengemban jabatan sebagai Mahapatih. Dalam sumpah tersebut Gajah Mada berjanji tidak akan makan buah Palapa (Menikmati Hidup) selama ia belum menyatukan negeri-negeri di Nusantara, Sperti Bali, Lombok, Sunda, Gurun, Palembang dan lain sebagainya. Cita-cita Gajah Mada dalam menyatukan Nusantara akhirnya berhasil meskipun dalam menaklukan Sunda, Gajah Mada melakukannya dengan hal yang tak terpuji.
Belum ada Komentar untuk "Gajah Mada Sang Mahapatih Majapahit"
Posting Komentar