Serangan Cina dan Terbentuknya Kesultanan Aceh Darussalam
Kamis, 17 Oktober 2019
Tulis Komentar
Kesultanan Aceh Darussalam mulanya adalah Kerajaan Hindu yang bernama Indra Purba, kerajan tersebut berubah statusnya menjadi kesultanan dengan nama Darussalam untuk kemudian diubah lagi menjadi Aceh Darusalam dilatar belakangi oleh serangan dari kerajan Cina.
Kerajaan Indra Purba beribu kota di Lamuri. Pada tahun 450-460 H (1059-1069 M) tentara Cina yang sebelumnya telah menduduki Kerjaan Indra Jaya (daerah Leupung), melanjutkan invasinya ke Kerajaan Indra Purba yang pada masa itu diperintah oleh Maharaja Indra Sakti.
Saat terjadinya invasi, Kesultanan Peureulak mengirim 300 tentara untuk membantu Kerajaan Indra Purba. Pasukan Peurlak dibawah pimpinan Syekh Abdullah Kan’an yang bergelar “Syiah Hudan” beliau merupakan keturunan Arab dari daerah Kan’an dan di antara pasukan Peurlak terdapat seorang pemuda yang bernama Meurah Johan putra dari Adi Genali atau Teungku Kawee Teupat yaitu Raja dari Negeri Lingga.
Bantuaan Kesultanan Peureulak berhasil menggagalkan invasi Kerajaan Cina, maka mulai selepas itu Raja Indrapurba sangat berterimakasih pada Kesultanan Peureulak, ia memutuskan masuk Islam di ikuti dengan seluruh rakyatnya, selain itu Maharaja Indra Sakti juga mengawinkan anak perempuannya Putri Blieng Indra Kesumawati dengan Meurah Johan.
Setelah Raja Maharaja Indra Sakti mangkat, maka diangkatlah menantunya menjadi Raja dengan gelar "Sultan Alaiddin Johan Shah". Kemudian Kerajaan Indra Purba dijadikan Kerajaan Islam dengan nama "Kesultanan Darussalam" yang beribu kota di Tei sungai Kuala Naga (Krueng Aceh), Ibu Kota Kessultanan dinamai Bandar Darussalam.
Nama Darussalam terus digunakan hingga pada masa sultan ke 10, akan tetapi selepas itu, yaitu ketika Kesultanan Darussalam diperintah oleh Sultan ke 11, yaitu Sultan Aliddin Ali Mughayat Shah yang menjabat pada tahun 916-936 H (1511-1530 M), nama Darussalam diubah menjadi Aceh Darussalam.
Diubahnya Darussalam menjadi Aceh Darussalam karena kerajaan kecil di sekitar wilayah Aceh sudah disatukan dengan Kesultanan Darussalam. Kerajaan-kerajan kecil yang disatukan itu meliputi negeri-negeri yang berada di wilayah utara pulau Sumatra.
Pada awalnya, wilayah Kesultanan Aceh hanya mencakup Banda Aceh dan Aceh Besar yang dipimpin oleh Syamsu Shah, ayah dari Sultan Ali Mughayat Shah. Ketika orang-orang Portugis mulai datang ke Malaka, status politik Aceh kala itu hanya bawahan dari Kesultanan Pedir, akan tetapi Aceh kemudian melepaskan diri dari pengaruh kekuasaan Pedir berkat perjuangan Sultan Ali Mughayat Shah.
Saat itu, sekitar tahun 1511 M, kesultanan-kesultanan kecil yang terdapat di Aceh dan pesisir Timur Sumatera seperti Peurelak (Aceh Timur), Pedir (Pidie), Daya (Aceh Barat Daya) dan Aru ( Sumatera Utara) sudah berada di bawah pengaruh kolonial Potugis. Karena Ali Mughayat Shah dikenal sangat anti kepada Potugis maka ia memutuskan untuk lepas dari Pedir, selanjutnya untuk menghambat pengaruh Portugis, kerajaan-kerajaan kecil tersebut kemudian ditaklukkannya dan dimasukkan ke dalam wilayah Kesultanannya, sejak saat itu Kesultanan Aceh menjadi Kesultanan yang lebih besar dan lebih dikenal dengan nama Aceh Darussalam.
Baca Juga: Asal-Usul Munculnya Nama Aceh
[2]Raden Hoesein Djajadiningrat, Kesultanan Aceh. Terj. Teuku Hamid (Aceh: Departemen Pendidikan dan Budayaan Proyek Pengembangan Pemuseuman, 1982/1983
[3] Said, Aceh Sepanjang Abad Jilid 1. Medan: Waspada, 1981
[4] Hajmy, Sejarah Kebudayan Islam di Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang, 199
[5] Machfud Syaefudin dkk, Dinamika Peradapan Islam: Prefektif Historis. Yogyakarta: Pustaka Ilmu, 2013
[6] Zainuddin, Asal-Usul Kota-kota di Indonesia Tempo Doeloe. Jakarta Selatan: PT Zaytuna Ufuk Abadi, 201
Kerajaan Indra Purba beribu kota di Lamuri. Pada tahun 450-460 H (1059-1069 M) tentara Cina yang sebelumnya telah menduduki Kerjaan Indra Jaya (daerah Leupung), melanjutkan invasinya ke Kerajaan Indra Purba yang pada masa itu diperintah oleh Maharaja Indra Sakti.
Saat terjadinya invasi, Kesultanan Peureulak mengirim 300 tentara untuk membantu Kerajaan Indra Purba. Pasukan Peurlak dibawah pimpinan Syekh Abdullah Kan’an yang bergelar “Syiah Hudan” beliau merupakan keturunan Arab dari daerah Kan’an dan di antara pasukan Peurlak terdapat seorang pemuda yang bernama Meurah Johan putra dari Adi Genali atau Teungku Kawee Teupat yaitu Raja dari Negeri Lingga.
Bantuaan Kesultanan Peureulak berhasil menggagalkan invasi Kerajaan Cina, maka mulai selepas itu Raja Indrapurba sangat berterimakasih pada Kesultanan Peureulak, ia memutuskan masuk Islam di ikuti dengan seluruh rakyatnya, selain itu Maharaja Indra Sakti juga mengawinkan anak perempuannya Putri Blieng Indra Kesumawati dengan Meurah Johan.
Setelah Raja Maharaja Indra Sakti mangkat, maka diangkatlah menantunya menjadi Raja dengan gelar "Sultan Alaiddin Johan Shah". Kemudian Kerajaan Indra Purba dijadikan Kerajaan Islam dengan nama "Kesultanan Darussalam" yang beribu kota di Tei sungai Kuala Naga (Krueng Aceh), Ibu Kota Kessultanan dinamai Bandar Darussalam.
Nama Darussalam terus digunakan hingga pada masa sultan ke 10, akan tetapi selepas itu, yaitu ketika Kesultanan Darussalam diperintah oleh Sultan ke 11, yaitu Sultan Aliddin Ali Mughayat Shah yang menjabat pada tahun 916-936 H (1511-1530 M), nama Darussalam diubah menjadi Aceh Darussalam.
Diubahnya Darussalam menjadi Aceh Darussalam karena kerajaan kecil di sekitar wilayah Aceh sudah disatukan dengan Kesultanan Darussalam. Kerajaan-kerajan kecil yang disatukan itu meliputi negeri-negeri yang berada di wilayah utara pulau Sumatra.
Pada awalnya, wilayah Kesultanan Aceh hanya mencakup Banda Aceh dan Aceh Besar yang dipimpin oleh Syamsu Shah, ayah dari Sultan Ali Mughayat Shah. Ketika orang-orang Portugis mulai datang ke Malaka, status politik Aceh kala itu hanya bawahan dari Kesultanan Pedir, akan tetapi Aceh kemudian melepaskan diri dari pengaruh kekuasaan Pedir berkat perjuangan Sultan Ali Mughayat Shah.
Saat itu, sekitar tahun 1511 M, kesultanan-kesultanan kecil yang terdapat di Aceh dan pesisir Timur Sumatera seperti Peurelak (Aceh Timur), Pedir (Pidie), Daya (Aceh Barat Daya) dan Aru ( Sumatera Utara) sudah berada di bawah pengaruh kolonial Potugis. Karena Ali Mughayat Shah dikenal sangat anti kepada Potugis maka ia memutuskan untuk lepas dari Pedir, selanjutnya untuk menghambat pengaruh Portugis, kerajaan-kerajaan kecil tersebut kemudian ditaklukkannya dan dimasukkan ke dalam wilayah Kesultanannya, sejak saat itu Kesultanan Aceh menjadi Kesultanan yang lebih besar dan lebih dikenal dengan nama Aceh Darussalam.
Baca Juga: Asal-Usul Munculnya Nama Aceh
Daftar Pustaka
[1]Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia III (Jakarta: Balai Pustaka, 1984[2]Raden Hoesein Djajadiningrat, Kesultanan Aceh. Terj. Teuku Hamid (Aceh: Departemen Pendidikan dan Budayaan Proyek Pengembangan Pemuseuman, 1982/1983
[3] Said, Aceh Sepanjang Abad Jilid 1. Medan: Waspada, 1981
[4] Hajmy, Sejarah Kebudayan Islam di Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang, 199
[5] Machfud Syaefudin dkk, Dinamika Peradapan Islam: Prefektif Historis. Yogyakarta: Pustaka Ilmu, 2013
[6] Zainuddin, Asal-Usul Kota-kota di Indonesia Tempo Doeloe. Jakarta Selatan: PT Zaytuna Ufuk Abadi, 201
Belum ada Komentar untuk "Serangan Cina dan Terbentuknya Kesultanan Aceh Darussalam"
Posting Komentar