Ijtimak Pendeta Pada Kudeta 1478 Di Majapahit
Senin, 02 September 2019
Tulis Komentar
Kudeta Majapahit 1478 |
Kala itu Prabu Brawijaya V dianggap mengistimewakan orang-orang Cina, Campa dan Arab yang banyak menempati daerah-daerah otonom bebas pajak di Majapahit, orang-orang asing yang pimpinannya digelari dengan sebutan “Sunan” itu juga dikenal penganut agama Islam.
Isu rasisme dan agama yang dimainkan Raja Daha (Girindrawardhana) yang dibantu Ijtimak Pendeta pada akhirnya berhasil menumbangkan kekuasaan Brawijaya V, sebab semangat pemberontak dalam melancarkan aksinya menjadi berlipat-lipat karena merasa sedang membela ras dan agamanya.
Kudeta yang dilancarkan Girindrawardhana pada akhirnya menyebabkan terbunuhnya Prabu Brawijaya V (Kertabumi) yang juga sebagai ayah dari Jin-Bun.
Raden Patah atau Jin-Bun adalah anak Raja Brawijaya V dengan Banyowi atau Siu Ban Ci seorang wanita keturunan Cina yang dikemudian hari menjadi Sultan Demak pertama.
Peristiwa terbunuhnya Raja Kertabumi yang diakibatkan oleh kudeta itu terjadi pada tahun 1478. Kabar tersebut tersirat dalam Prasasti Petak yang menyebutkan pernah terjadi pertempuran antara keluarga Giriwardana dari Daha dan Majapahit, serta juga tersirat dalam babad dan tradisi yang menyebutkan sirna ilang kertaning bumi.
Menurut Soekmono (hlm 79) "sirna ilang kertaning bumi"adalah candrasengkala yang harus dibaca sebagai 0041 yaitu tahun 1400 Saka atau 1478 Masehi. Arti sengkala ini adalah “sirna hilanglah kemakmuran bumi”. makna sebenarnya dari candrasengkala tersebut adalah gugurnya Kertabumi (Brawijaya V) pada tahun 1478 oleh Girindrawardhana, Raja bawahannya.
Pada saat memerintah Majapahit, Raja Kertabumi memang sosok Raja yang digambarkan terbuka dengan orang asing dan membebaskan ajaran-ajaran agama berkembang di Majapahit. Giri, Ampel dan Demak adalah contoh dari beberapa wilayah otonom Majapahit yang dikuasai oleh orang Asing (Turunan Campuran Jawa Arab-Cina-Campa) yang diberikan kebebasan untuk mengatur urusan dalam negerinya.
Perkembangan Ampel, Giri dan Demak sebagai pusat ajaran Islam diwilayah Majapahit tidak membuat senang sebagaian orang Majapahit terhadap kebijakan Prabu Brawijaya V mengingat banyak orang Jawa yang beralih ke agama Islam meninggalkan agama masa lalunya. Ditambah-tambah lagi mereka merasa iri hati dengan anugrah raja kepada para Sunan baik di Giri, Ampel maupun Demak.
Ketidak senangan sebagaian rakyat Majapahit itulah yang pada akhirnya dimanfaatkan Giriwardana untuk melakukan kudeta pada 1478.
Peristiwa terbunuhnya Raja Kertabumi yang diakibatkan oleh kudeta itu terjadi pada tahun 1478. Kabar tersebut tersirat dalam Prasasti Petak yang menyebutkan pernah terjadi pertempuran antara keluarga Giriwardana dari Daha dan Majapahit, serta juga tersirat dalam babad dan tradisi yang menyebutkan sirna ilang kertaning bumi.
Menurut Soekmono (hlm 79) "sirna ilang kertaning bumi"adalah candrasengkala yang harus dibaca sebagai 0041 yaitu tahun 1400 Saka atau 1478 Masehi. Arti sengkala ini adalah “sirna hilanglah kemakmuran bumi”. makna sebenarnya dari candrasengkala tersebut adalah gugurnya Kertabumi (Brawijaya V) pada tahun 1478 oleh Girindrawardhana, Raja bawahannya.
Pada saat memerintah Majapahit, Raja Kertabumi memang sosok Raja yang digambarkan terbuka dengan orang asing dan membebaskan ajaran-ajaran agama berkembang di Majapahit. Giri, Ampel dan Demak adalah contoh dari beberapa wilayah otonom Majapahit yang dikuasai oleh orang Asing (Turunan Campuran Jawa Arab-Cina-Campa) yang diberikan kebebasan untuk mengatur urusan dalam negerinya.
Perkembangan Ampel, Giri dan Demak sebagai pusat ajaran Islam diwilayah Majapahit tidak membuat senang sebagaian orang Majapahit terhadap kebijakan Prabu Brawijaya V mengingat banyak orang Jawa yang beralih ke agama Islam meninggalkan agama masa lalunya. Ditambah-tambah lagi mereka merasa iri hati dengan anugrah raja kepada para Sunan baik di Giri, Ampel maupun Demak.
Ketidak senangan sebagaian rakyat Majapahit itulah yang pada akhirnya dimanfaatkan Giriwardana untuk melakukan kudeta pada 1478.
Keberhasilan kudeta yang dilancarkan Giriwardana dikemudian hari menimbulkan konflik baru, sebab Giri, Ampel dan Demak memberontak. Kelak pemberontakan orang-orang Islam dari bekas daerah otonom Majapahit itulah yang mengakhiri riwayat Majapahit untuk selama-lamanya.
Bahasan mendalam dalam bentuk vidio dapat anda simak pada vidio berikut ini;
Penulis: Bung Fei
Editor : Sejarah Cirebon
Baca Juga : Perang Majapahit Vs Demak
Belum ada Komentar untuk "Ijtimak Pendeta Pada Kudeta 1478 Di Majapahit"
Posting Komentar