Sisi Unik Kesultanan Pajang, Runtuh Karena Sultannya Malas Bertahta

Bungfei.com-Pada Tahun 1586 Masehi, Kesultanan Mataram berhasil menaklukan Kesultanan Pajang, tapi anehnya Sutawijaya selaku Sultan Mataram tak berminat menjadikan Pajang sebagai Keadipatian bawahannya. Mataram rupanya hanya ingin menunjukan pada raja-raja di Nusa Jawa bahwa Mataram sejatinya adikuasa.

Ada sisi unik pada peristiwa runtuhnya Kesultanan Pajang, sebab selepas diobrak abrik Mataram, Pajang kemudian mengangkat Sultan Baru, tapi rupanya Sultan baru itu malas bertahta, ia muak dengan kuasa dan tahta. Berbeda dengan ayahnya Jaka Tingkir yang dahulu sangat berapi-api ketika mendirikan Kesultanan Pajang, maka Sultan Pajang yang naik tahta selepas di obrak-abrik Mataram itu justru berapi-api ingin menghapuskan Kesultanan yang didirikan ayahnya.

Para Sultan di Kesultanan Pajang

Kesultanan Pajang termasuk salah satu kesultanan yang berumur pendek, hanya berdiri selama 41 tahun saja (1546-1587). Selama 41 tahun, Kesultanan Pajang hanya menelurkan 3 Sultan. Yaitu (1) Jaka Tingkir (Hadiwijaya) yang bertahta dari Tahun 1546 hingga 1582, (2) Arya Panggiri yang bertahta dari Tahun 1482 hingga 1586 dan 3) Pangeran Benowo yang bertahta dari 1586 hingga 1587.

Pembrontakan Keadipatian Mataram

Mataram pada mulanya Keadipatian bawahan Kesultanan Pajang, selepas Jaka Tingkir menghukum mati Raden Pabelan yang kedapatan berbuat mesum dengan Putrinya Sekar Kedaton, hubungan Mataram dan Pajang Memburuk, apalagi ketika Tumenggung Mayang selaku ayah Raden Pabelan direncanakan akan dibuang oleh Jaka Tingkir ke Semarang, hubungan antara Keadipatian Mataram dan Pusat Kerajaan makin memanas.

Tumenggung Mayang adalah suami dari adik Sutawijaya (Adipati Mataram), dengan demikian Raden Pabelan adalah keponakan dari Adipati Mataram. Bagi Sutawijaya, dieksekusi matinya Raden Pabelan serta rencana pembuangan Tumenggung Mayang ke Semarang adalah penghinaan bagi orang Mataram, oleh sebab itu, Mataram memilih memberontak, pemberontakan dimulai dengan misi pembebasan Tumenggung Mayang dari pembuangan.

Selepas dibebaskannya Tumenggung Mayang oleh Sutawijaya, Jaka Tingkir berlipat-lipat murkanya pada Mataram, sehingga pada tahun 1582 M dengan 10.000 kekuatan tentara, Jaka Tingkir menyerang Mataram, akan tetapi serangan itu rupanya gagal, sebab bersamaan dengan itu Gunung Merapi meletus, abu vulkaniknya menghalangi pandangan tentara Pajang, maka mau tidak mau tentara Pajang mengurungkan niatnya. Selepas peristiwa itu, Mataram justru makin menjadi-jadi, sebab berani memproklamirkan diri merdeka dari Pajang. Sementara masih ditahun yang sama Pajang diterpa bencana, sebabnya karena Jaka Tingkir wafat.

Baca Juga: Kala Putri Jaka Tingkir Kepergok Mesum Dalam Kaputren

Kisruh di Pajang Selepas Wafatnya Jaka Tingkir

Selepas Jaka Tingkir wafat, terjadi goncangan di Pajang, Arya Panggiri selaku menantu Jaka Tingkir yang sebelumnya menjabat sebagai Adipati Demak menyerobot tahta, padahal waktu itu yang menjadi Putra Mahkota adalah Pangeran Benowo.

Arya Panggiri adalah anak dari Sunan Prawoto, Sultan Demak ke IV yang dahulu dibunuh oleh Arya Penangsang. Meskipun Kesultanan Demak sudah runtuh, rupanya darah keturunan Sultan mengalir dalam dirinya, sebab itulah Arya Panggiri menggebu-gebu untuk sebisa mungkin menjadi Sultan sebagaimana orang tuanya dahulu.

Disrobotnya tahta Pajang oleh Arya Panggiri mulanya tidak membuat Pangeran Benowo murka, ia memilih mengalah dan selanjutnya menyingkir dari Pajang. Pangeran Benowo kemudian dijadikan Adipati di Kadipaten Jipang.

Pada saat Arya Panggiri naik tahta (1582-1586), terjadi kecemburuan sosial di Pajang, Arya Panggiri banyak menempatkan orang-orang Demak dalam susunan pejabat pemerintahannya, selain itu, ia juga menganak emaskan orang Demak, hal ini membuat cemburu rakyat  Pajang, sebab mereka merasa tidak dihargai sebagai pribumi.
Selain itu, dalam masa pemerintahannya Arya Panggiri tidak menyukai pembangkangan Mataram, Arya Panggiri menghendaki Mataram tunduk kembali dibawah Kesultanan Pajang. Tercatat beberapa kali Arya Panggiri melakukan serbuan ke Mataram, akan tetapi selalu gagal, sebab-sebab kegagalan karena tidak didukung oleh kebanyakan orang Pajang yang memang nasionalismenya sudah meluntur karena kecemburuan sosial.

Murka Pangeran Benowo

Prilaku kebanyakan Rakyat Pajang yang tidak mau membantu Sultannya untuk menaklukan Mataram membuat murka Arya Panggiri. Rakyat Pajang yang kedapatan tidak mau memerangi Mataram disiksanya, orang-orang kaya dari mereka dirampas hartanya untuk negara.

Prilaku Arya Panggiri pada rakyat Pajang menyebabkan banyak penduduk Pajang mengungsi, mereka memilih berlindung ke Jipang, berlindung pada Pangeran Benowo.

Curhatan kesengsaraan yang diungkapkan rakyat Pajang pada Pangeran Benowo membuatnya murka, sehingga Pangeran Benowo memutuskan untuk menggulingkan Arya Panggiri dari tahta. Pangeran Benowo menyurati Adipati Mataram untuk sama-sama memerangi dan menggulingkan Arya Panggiri dari tahta.

Persekutuan Pangeran Benowo yang didukung kebanyakan rakyat Pajang dengan Mataram mampu mengumpulkan tentara yang banyak, sehingga pada tahun 1586 Pasukan Mataram yang dipimpin langsung oleh Sutawijaya ditambah Pasukan Jipang dan orang-orang Pajang yang dipimpin Pangeran Benowo menyerbu Pajang. Pada tahun itu juga, yaitu pada tahun 1586 Pajang takluk, sementara Arya Panggiri sendiri dikisahkan wafat dalam tragedi itu.

Baca Juga: Riwayat Arya Panggiri

Pangeran Benowo Naik Tahta dan Runtuhnya Pajang

Ketika memutuskan bersekutu dengan Mataram untuk menggulingkan Arya Panggiri, Pangeran Benowo sejatinya tidak mengharapkan tahta, ia hanya ingin rakyat Pajang terbebas dari ksemena-menaan. Oleh karena itu selepas Pajang ditaklukan ia menawarkan Sutawijaya untuk menjadi Raja Pajang, tapi Sutawijaya menolaknya.

Bukan itu saja, bahkan ketika Pangeran Benowo ingin menjadikan Pajang sebagai Keadipatian bawahan Mataram, Sutawijaya juga menolaknya, sehingga mau tidak mau Pangeran Benowo akhirnya terpaksa memikul tahta, yaitu menjadi Sultan Pajang selanjutnya.

Pergolakan batin Pangeran Benowo yang tidak menyukai tahta akhirnya pecah juga selepas genap satu tahun memerintah, Pangeran Benowo melepaskan tahtanya begitu saja, dan menyerahkan Pajang pada Mataram. Pangeran Benowo lebih memilih menjadi seorang Sufi. Dalam catatan beberapa babad, selepas Pangeran Benowo menghapuskan Kesultanan Pajang ia berkelana ke arah barat, tinggal di desa Pangerit (Pemalang) hingga kewafatannya.

Belum ada Komentar untuk "Sisi Unik Kesultanan Pajang, Runtuh Karena Sultannya Malas Bertahta"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel