Kecakapan Berpikir Kritis

Berpikir kritis merupakan tata car berpikir yang diimbangi oleh kondisi kritis seseorang dalam memikirkan sesuatu, begitulah yang dimaksud dengan berpikir kristis yang dipahami penulis. Meskipun demikian ada banyak ahli yang memberikan pengertian bebeda mengenai apa yang dimaksud berfikir kritis.

Pengertian Berpikir Kritis

Kata kritis berasal dari bahasa Yunani, Kritikos yang artinya bertanya, memahami, dan menganalisis (Chafee, 2012). Socrates sudah menggunakan pendekatan berpikir kritis dalam pembelajaran lebih dari 2000 tahun yang lalu, tetapi John Dewey seorang filosof Amerika, psikolog dan pendidik, secara luas dihormati sebagai bapak berpikir kritis modern (Fisher, 2011).

Berpikir menuntun seseorang untuk berpengetahuan dan merupakan jalan untuk memahami dunia (Chaffee, 2012; Paul & Elder, 2007). Berpikir kritis termasuk dalam kombinasi kemampuan yang kompleks meliputi rasionalitas, kesadaran diri, kejujuran, terbuka, disiplin, dan keputusan (Harris, 2010). Seseorang dapat memahami dunia dengan cara berpikir kritis yaitu mengklarifikasi pengetahuan yang dimiliki melalui kombinasi kemampuan yang kompleks untuk mengambil suatu keputusan yang baik.

Berpikir kritis merupakan suatu kemampuan berpikir yang terdiri dari ketajaman proses mental, analisis dan evaluasi (Akyuz & Samsa, 2009). Berpikir kritis melibatkan berpikir reflektif, produktif, dan mengevaluasi fakta (Santrock, 2011). Berpikir kritis memang cenderung bersifat berpikir yang reflektif (Fisher, 2011); Page & Mukherjee, 2006). Aktivitas kritis atau reflektif yang dilakukan bertujuan untuk meraih kesimpulan yang paling memungkinkan dalam menetapkan keputusan yang paling tepat (Caffee, 2012). Pengertian-pengertian di atas memperjelas bahwa berpikir kritis yaitu berpikir reflektif yang masuk akal dengan fokus memutuskan apa yang harus dipercayai atau dilakukan.

Kemampuan berpikir kritis erat kaitannya dengan keterampilan memecahkan masalah. Ennis (2011) menyebutkan bahwa berpikir krtitis merupakan cara berpikir reflektif yang masuk akal atau berdasarkan nalar untuk menentukan apa yang akan dikerjakan atau diyakini.
Di lain pihak, berpikir kritis menurut Eggen & Kauchak (2012) merupakan kemampuan dan kecenderungan untuk berbuat dan melakukan asesmen terhadap kesimpulan berdasarkan bukti. Hal ini sesuai dengan pernyataan Arnyana (2004) dan Muhfahroyin (2009) yang menjelaskan bahwa kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan siswa dalam melakukan proses berpikir tingkat tinggi yang meliputi kemampuan merumuskan masalah, memberikan argumen, melakukan deduksi, melakukan induksi, melakukan evaluasi, serrta memutuskan dan melaksanakan evaluasi terhadap kemampuan berpikir kritis antara lain untuk mendiagnosis tingkat kemampuan siswa, memberi umpan balik dan memotivasi siswa.

Berpikir kritis adalah sebuah proses sistematis dan terorganisasi yang memungkinkan siswa dapat merumuskan dan mengervaluasi pendapat mereka sendiri berdasarkan bukti, asumsi, logika, dan bahasa yang mendasari pendapat orang lain sehingga mereka mampu mengungkapkan pendapat mereka sendiri dengan penuh percaya diri.

Corebima dalam Pusparini (2012) menyebutkan bahwa berbagai hasil penelitian pendidikan menunjukkan bahwa berpikir kritis mampu menyiapkan siswa berpikir pada berbagai disiplin ilmu serta dapat dipakai untuk menyiapkan siswauntuk menjalani karir dan kehidupan nyatanya.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis merupakan proses berpikir reflektif, produktif, mengevaluasi bukti dan memecahkan masalah yang ada dalam kehidupan. Indikator berpikir kritis dalam penelitian ini mengacu pada Arnyana (2004) yang mencangkup kemampuan merumuskan masalah, memberikan argumen, melakukan deduksi, melakukan induksi, melakukan evaluasi, memutuskan dan melaksanakan.

Kriteria Kemampuan Berpikir Kritis

Tujuan pendidikan berdasarkan taksonomi Blooms pada 3 level teratas (analisis, sintesis, dan evaluasi) seringkali disarankan sebagai definisi dari berpikir kritis. Hal tersebut menjadikan frasa berpikir tingkat tinggi, berpikir kritis, dan berpikir reflektif dapat digunakan secara bergantian (Page & Mukherjee, 2006). Gambaran berpikir kritis yang dimaksud bagus pada permulaannya, tetapi gambaran tersebut justru telah menjadi suatu permasalahan (Ennis, 2001).

Beberapa alasan mendasari gambaran berpikir kritis seperti yang dimaksud justru menjadi suatu permasalahan. Alasan pertama yaitu levelnya tidak benar-benar suatu hierarkis seperti yang disuguhkan oleh teori, tetapi saling tergantung satu dan yang lainnya (Ennis, 2001). Definisi kecakapan berpikir kritis begitu luas, karena pada dasarnya berpikir kritis merupakan kombinasi kemampuan yang kompleks (Harris, 2010).

Siswa yang berpikir kritis memiliki beberapa karakteristk. Ennis (2001) menyatakan bahwa siswa yang berpikir kritis melakukan karakteristik berikut ini secara berhubungan, antara lain: 1) menilai kredibilitas sumber informasi; 2) menidentifikasi kesimpulan, alasan, dan tanggapan; 3) menilai kualitas argumen, mencangkup alasan, anggapan, dan fakta-fakta yang dapat diterima; 4) memperkuat dan mempertahankan posisi pada pokok permasalahan; 5) mennayakan secara tepat untuk menjelaskan permasalahan; 6) merancang dan menilai desain eksperimen; 7) memberi definisi secara tepat sesuai konteks; 8) berpikir terbuka; 9) mencoba untuk berpengetahuan luas; dan 10) menetapkan kesimpulan yang terjamin secara berhati-hati.

Cara Mengukur Kemampuan Berpikir Kritis

Instrumen berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian ini lebih cenderung pada format tes uraian. Ennis (2011) menyarankan asesment berpikir kritis berformat tes open ended karena lebih komprehensif. Tes open ended untuk mengukur kecakapan berpikir kritis salah satunya adalah tes uraian. Tes uraian dipertimbangkan sebagai bentuk asesmen berpikir kritis karena bentuk soal tes yang sering digunakan pendidik di Indonesia (Zubaidah et al., 2015).

Asesmen berpikir kritis harus menunjukkan apa yang diasses dengan jelas. Asesmen berpikir kritis yang digunakan pada kajian ini yaitu Illinois Critical Thinking Essay Test dan Guidelines for Scoring Illinois Critical Thinking Essay Test (Finken & Ennis, 2011). Asesmen tersebut digunakan untuk siswa pada tingkatan SMA yang menekankan pada kemampuan berpikir kritis dan menulis (Zubaidah et al, 2015).

Terdapat 6 komponen berpikir kritis yang dinilai pada Illinois Critica Thinking Essai Test. Fiken & Ennis (2011) menjelaskan 6 komponen tersebut yaitu: 1) focus, menunjukan tingkat kebenaran dan kejelasan ide pokok atau tema dari suatu subjek atau topik pada tulisan; 2) supporting reasons, menunjukkan tingkat kebenaran, kejelasan, kepercayaan, kredibilitas, dari alasan pendukung atau bukti serta sumber rujukan; 3) reasoning, menunjukkan tingkat kebenaran dan kejelasan dari kesimpulan yang didukung oleh alasan atau bukti, solusi alternatif, dan argumen; 4) organization, menunjukkan tingkat kejelasan dan keterkaitan antar jawaban secara logis; 5) conventions, menunjukkan pemakaian tata bahasa; 6) integration, menunjukkan evaluasi umum apakah kejelasan tulisan sesuai dengan tugan yang diberikan.

Finken & Ennis (2011) menjelaskan prosedur penskoran, yaitu: 1) skor penilaian maksimal terentang antara 6 sampai 36; 2) skor 1-3 mengindikasikan bahwa komponen berpikir kritis yang dinilai tidak terlihat atau pada tahap masih kurang berkembang dan skor 4-6 menunjukkan komponen berpikir kritis berkembang dengan sangat baik; 3) setiap komponen dinilai secara terpisah kecuali komponen integration.

Belum ada Komentar untuk "Kecakapan Berpikir Kritis"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel