Kisah Kelahiran Nabi Muhamad SAW
Minggu, 10 Februari 2019
Tulis Komentar
BUNGFEI.COM-Nabi Muhamad lahir pada hari Senin pagi Tanggal 12 Robiul Awal Tahun Gajah, pendapat ini adalah pendapat mayoritas sejarawan yang sudah dituliskan dalam buku-buku sejarah Islam terawal, sementara pendapat minoritas sejarawan menyatakan bahwa Nabi Muhamad lahir pada 9 Robiul Awal Tahun Gajah. Selisih empat hari dari pendapat mayoritas.
Pendapat minoritas sejarawan di atas didasarkan pada penelitian pakar Astronomi baru-baru ini, yaitu penelitian yang dilakukan Muhamad Sulaiman dan Mahmud Basya, keduanya mendasarkan tahun kelahiran Nabi Muhamad itu pada perhitungan penanggalan masehi yang dikaitkan dengan peristiwa empat puluh tahun setelah kekuasaan Kaisar Anusyirwan (Raja Persia), sehingga 9 Robiul Awal Tahun Gajah itu juga bermaksud tanggal 20 atau 22 April tahun 571 Masehi. Dinyatakan tanggl 20 atau 22 April dikarenakan dalam penanggalan Masehi pada 571 khususnya mengenai bulan April terdapat perbedaan dalam Kalender masehinya.
Menurut Riwayat Ibnu Sa’ad disebutkan bahwa, Aminah berkata “Setelah bayiku lahir, aku melihat ada cahaya yang keluar dari kemaluanku menyinari istana-istana di Syam” khabar serupa menganai berita ini juga disampaikan dalam riwayat Ahmad dari Al-Rabdah bin Syariyah.
Selain keajaiban di atas, Al-Baihaqi meriwayatkan bahwa “ketika Muhamad dilahirkan juga terjadi gempa di Persia yang menyebabkan runtuhnya 10 Balkon Istana Kaisar Persia serta padamnya Api penyembahan di Persia. Selain itu pada waktu kelahiran Muhamad juga terjadi gempa di Buhairah. Gempa di Buhairah itu menyebabkan beberapa Greja di daerah itu runtuh”.
Selepas melihat keadaan cucunya, Abdul Muthalib merasa sangat senang dan bahagia, ia pun kemudian mengumumkan kelahiran cucunya kepada khalayak ramai sambil menggendongnya, ia membawa cucunya memasuki Ka’bah dan berdoa disana.
Setelah selesai berdoa, Abdul Muthalib kemudian keluar dari Ka’bah, dihadapan orang banyak, ia menamakan cucunya dengan nama “Muhamad”. Nama yang waktu itu belum dikenal di Mekah bahkan dikalangan bangsa Arab. Muhamad sendiri dalam bahasa Arab bermaksud “seorang yang terpuji”
Penamaan Muhamad untuk anak almarhum Abdullah dan Aminah itu kemudian dilanjutkan dengan pesta syukuran secara besar-besaran yang dilaksanakan oleh keluarga Bani Hasyim.
Tidak ada seorangpun dari keluarga Bani Hasyim yang merasa tidak senang terhadap kelahiran Muhamad, termasuk didalamnya Abu Lahab, paman Nabi yang kelak menjadi musuh terbesar Nabi Muhamad itupun sangat senang menyambut kelahiran keponakannya.
Rasa senang yang ditunjukan oleh keluarga Bani Hasyim, khususnya anak-anak Abdul Muthalib ini, karena mereka kangen pada sosok almarhum Abdullah sudara mereka yang wafat muda, mereka menganggap, dengan lahirnya Muhamad berarti Abdullah mempunyai penerus atau dianggap lahir kembali.
Baca Juga: Abdullah Ayah Nabi Muahamad SAW
Abdullah dalam pandangan Abdul Muthalib dan saudara-saudaranya dianggap sebagai sosok yang mencintai keluarganya, serta dianggap sebagai orang yang membanggakan keturunan Bani Hasyim, oleh karena itu mereka begitu sangat senang hatinya manakala mendengar kabar anak Abdullah telah lahir secara sehat dan selamat.
Baca Juga: Mengenal Bani Hasyim, Keluarga Nabi Muhamad
Dalam tradisi Arab, meskipun air susu Ibu bayi orang-orang Arab keluar dengan baik, biasanya mereka menyewa wanita-wanita tertentu yang tinggal jauh dari kota untuk menyusui anaknya, orang-orang kampung yang tinggal dipegunukan yang udaranya masih sejuk dianggap oleh orang Arab Mekah waktu itu dapat memberikan air susu terbaik bagi anak mereka, sehingga dengan demikian anak-anak yang dibesarkan dari air susu sehat itu akan tumbuh menjadi manusia yang kuat, selain itu dengan dibesarkan diperkampungan Arab yang suasananya masih asri, diharapkan anak-anak itu nantinya akan dapat menguasai adat, bahasa dan kebiasan bangsa Arab yang masih orisinil.
Berkenaan dengan pencarian wanita untuk menyusui Muhamad, Abdul Muthalib memainkan perannya, ia mencari wanita yang dianggapnya layak untuk menyusui Muhamad. Wanita yang terpilih itu adalah Halimah, seorang wanita dari Bani Sa’ad bin Bakr.
Baca juga: Abdul Mutholib, Kakek Nabi Muhamad SAW
Selain kisah di atas, adalagi versi lain seputar Halimah ini, dalam riwayat lain Halimah datang ke Mekah bersama suaminya untuk mencari anak orang-orang Mekah yang mau menggunakan jasanya untuk menyususi anak, tapi tak ada satupun yang tertarik padanya, hingga kemudian ia menemukan keluarga Aminah. Selanjutnya, setelah terjadi kesepakatan antara Aminah dan Halimah, akhirnya Muhamad kemudian dibawa serta Halimah menuju desanya.
Ketika sampai di Mekah, rombongan wanita dari Bani S’ad yang datang bersama Halimah itu kemudian mencari orang tua asuh yang hendak menggunakan jasa mereka untuk menyusui. Seluruh wanita-wanita itu tidak ada satupun yang tertarik dengan tawaran Abdul Muthalib mengingat sebelumnya Abdul Muthalib menjelaskan bahwa cucunya adalah seorang yatim.
Para wanita dari Bani Sa’ad penjual jasa menyusui itu pada umumnya beranggapan bahwa Bayi yang diinformasikan Abdul Muthalib adalah bayi berlatar belakang keluarga miskin sebab tidak mempunyai ayah, padahal sejatinya keluarga Abdul Muthalib sendiri adalah salah satu keluarga paling terpandang di Mekah. Karena salah paham inilah mereka enggan untuk mengambil bayi Muhamad untuk disusuinya, sebab mereka menjual jasa menyusui demi untuk mendapatkan upah yang layak.
Wanita-wanita dari Bani Sa’ad yang termasuk tidak berminat untuk menjual jasa menyusui pada bayi Muhamad itu juga termasuk didalamnya Halimah, pada mulanya ia enggan menyusui anak yatim. Akan tetapi setelah beberapa lamanya waktu, seluruh wanita dari Bani Sa’ad mendapatkan bayi yang disusuinya, sementara waktu itu tidak ada seorang Mekah pun yang berminat menggunakan jasa Halimah.
Diantara sebab-sebab tidak berminatnya orang Mekah untuk mnyusukan anak-anak mereka pada Halimah karena pada waktu itu Halimah terlihat tidak meyakinkan, anak yang ia gendong sendiri terus-terusan menangis dan kelihat kelaparan.
Hal tersebut terjadi karena Halimah dan Suaminya sendiri pada dasarnya sedang menahan lapar, mengingat sewaktu menuju Mekah, mereka kekurangan makan, ditambah-tambah lagi Keledai yang mereka miliki tidak lagi mengeluarkan susunya. Karena kepalaran itulah sehingga air susu halimah seperti habis dan tidak ada fungsinya bagi anak mereka sendiri.
Selepas seluruh wanita Bani Sa’ad mendapatkan anak susonan, merekapun kemudian memutuskan untuk pulang, dalam kedaaan ini Halimah yang belum mendapatkan hasil, teringat dengan tawaran Abdul Muthalib , iapun memutuskan untuk menerima tawaran Abdul Muthalib untuk menyusui cucunya.
Manakala Halimah menjumpai Muhamad dan menggendongnya, maka kejadian anehpun kemudian terjadi, Halimah seakan-akan tidak merasa kerepotan ketika menggendong Muhamad dan anaknya sekaligus, selain itu manakala puting susu Halimah disodorkan kepada Muhamad, bayi itu ternyata bisa menyedot air susu Halimah dengan sesuaka hatinya hingga kenyang dan tertidur, anak Halimahpun yang dahulu rewel tiba-tiba tertidur pulas selepas menyedot air susu Halimah. Kejadian aneh ini kemudian membuat heran Halimah.
Selepas mendapatkan bayaran yang layak melalui perjanjian untuk menyusui anak Aminah, Halimah kemudian meninggalkan Mekah bersama Suami dan rombongannya. Dalam perjalanan menuju desanya lagi-lagi keajaiban mengiringi Halimah.
Onta tua mereka yang dahulu lemah menjadi perkasa, sementara keledai mereka yang dahulunya tidak mengeluarkan susu barang sedikitpun tiba-tiba menjadi keledai yang deras mengeluarkan susu, begitulah perjalanan kepulangan Halimah dari Mekah ketika membawa bayi Muhamad.
Mereka kenyang dalam perjalanan sehingga anak mereka dan bayi Muhamad yang mereka bawa begitu tenang dan tidak rewel. Muhamad diasuh dan dirawat oleh Halimah hingga umur 5 tahun, selama 5 tahun itu Muhamad dibesarkan dilingkungan pedesaan di tengah-tengah bani Sa’ad, sekumpulan orang Arab yang dahulu tinggal dipegunungan zazirah Arab yang masih asri wilayahnya, jauh dari hiruk pikuk perkotaan.
Pendapat minoritas sejarawan di atas didasarkan pada penelitian pakar Astronomi baru-baru ini, yaitu penelitian yang dilakukan Muhamad Sulaiman dan Mahmud Basya, keduanya mendasarkan tahun kelahiran Nabi Muhamad itu pada perhitungan penanggalan masehi yang dikaitkan dengan peristiwa empat puluh tahun setelah kekuasaan Kaisar Anusyirwan (Raja Persia), sehingga 9 Robiul Awal Tahun Gajah itu juga bermaksud tanggal 20 atau 22 April tahun 571 Masehi. Dinyatakan tanggl 20 atau 22 April dikarenakan dalam penanggalan Masehi pada 571 khususnya mengenai bulan April terdapat perbedaan dalam Kalender masehinya.
Proses Kelahiran Nabi Muhamad
Proses kelahiran Nabi Muhamad terjadi secara normal, kelahiranya di kediaman Aminah Ibunda Nabi, Aminah waktu itu didampingi oleh pembantu perempuannya. Meskipun kelahiran Nabi terjadi secara normal akan tetapi ada kisah-kisah keajaiban didalamnya.Menurut Riwayat Ibnu Sa’ad disebutkan bahwa, Aminah berkata “Setelah bayiku lahir, aku melihat ada cahaya yang keluar dari kemaluanku menyinari istana-istana di Syam” khabar serupa menganai berita ini juga disampaikan dalam riwayat Ahmad dari Al-Rabdah bin Syariyah.
Selain keajaiban di atas, Al-Baihaqi meriwayatkan bahwa “ketika Muhamad dilahirkan juga terjadi gempa di Persia yang menyebabkan runtuhnya 10 Balkon Istana Kaisar Persia serta padamnya Api penyembahan di Persia. Selain itu pada waktu kelahiran Muhamad juga terjadi gempa di Buhairah. Gempa di Buhairah itu menyebabkan beberapa Greja di daerah itu runtuh”.
Diberi Nama Muhamad
Tidak lama setelah Aminah melahirkan, ia mengutus pembantunya untuk mengabarkan kelahiran anaknya kepada Abdul Muthalib, mendengar khabar itu Abdul Muthalib bergegas menuju ke rumah Aminah, dalam perjalanan menju rumah Aminah inilah Abdul Muthalib tercengang, sebab ia melihat cahaya yang memancar dari dalam rumah Aminah.Selepas melihat keadaan cucunya, Abdul Muthalib merasa sangat senang dan bahagia, ia pun kemudian mengumumkan kelahiran cucunya kepada khalayak ramai sambil menggendongnya, ia membawa cucunya memasuki Ka’bah dan berdoa disana.
Setelah selesai berdoa, Abdul Muthalib kemudian keluar dari Ka’bah, dihadapan orang banyak, ia menamakan cucunya dengan nama “Muhamad”. Nama yang waktu itu belum dikenal di Mekah bahkan dikalangan bangsa Arab. Muhamad sendiri dalam bahasa Arab bermaksud “seorang yang terpuji”
Penamaan Muhamad untuk anak almarhum Abdullah dan Aminah itu kemudian dilanjutkan dengan pesta syukuran secara besar-besaran yang dilaksanakan oleh keluarga Bani Hasyim.
Tidak ada seorangpun dari keluarga Bani Hasyim yang merasa tidak senang terhadap kelahiran Muhamad, termasuk didalamnya Abu Lahab, paman Nabi yang kelak menjadi musuh terbesar Nabi Muhamad itupun sangat senang menyambut kelahiran keponakannya.
Rasa senang yang ditunjukan oleh keluarga Bani Hasyim, khususnya anak-anak Abdul Muthalib ini, karena mereka kangen pada sosok almarhum Abdullah sudara mereka yang wafat muda, mereka menganggap, dengan lahirnya Muhamad berarti Abdullah mempunyai penerus atau dianggap lahir kembali.
Baca Juga: Abdullah Ayah Nabi Muahamad SAW
Abdullah dalam pandangan Abdul Muthalib dan saudara-saudaranya dianggap sebagai sosok yang mencintai keluarganya, serta dianggap sebagai orang yang membanggakan keturunan Bani Hasyim, oleh karena itu mereka begitu sangat senang hatinya manakala mendengar kabar anak Abdullah telah lahir secara sehat dan selamat.
Baca Juga: Mengenal Bani Hasyim, Keluarga Nabi Muhamad
Aminah Tak Dapat Menyusui Muhamad
Setelah beberapa hari melahirkan, Aminah rupanya kesulitan dalam menyusui anaknya, air susunya tidak keluar dengan baik, oleh karena itu ia memutuskan untuk mencari wanita yang dapat menyususi anaknya.Dalam tradisi Arab, meskipun air susu Ibu bayi orang-orang Arab keluar dengan baik, biasanya mereka menyewa wanita-wanita tertentu yang tinggal jauh dari kota untuk menyusui anaknya, orang-orang kampung yang tinggal dipegunukan yang udaranya masih sejuk dianggap oleh orang Arab Mekah waktu itu dapat memberikan air susu terbaik bagi anak mereka, sehingga dengan demikian anak-anak yang dibesarkan dari air susu sehat itu akan tumbuh menjadi manusia yang kuat, selain itu dengan dibesarkan diperkampungan Arab yang suasananya masih asri, diharapkan anak-anak itu nantinya akan dapat menguasai adat, bahasa dan kebiasan bangsa Arab yang masih orisinil.
Berkenaan dengan pencarian wanita untuk menyusui Muhamad, Abdul Muthalib memainkan perannya, ia mencari wanita yang dianggapnya layak untuk menyusui Muhamad. Wanita yang terpilih itu adalah Halimah, seorang wanita dari Bani Sa’ad bin Bakr.
Baca juga: Abdul Mutholib, Kakek Nabi Muhamad SAW
Selain kisah di atas, adalagi versi lain seputar Halimah ini, dalam riwayat lain Halimah datang ke Mekah bersama suaminya untuk mencari anak orang-orang Mekah yang mau menggunakan jasanya untuk menyususi anak, tapi tak ada satupun yang tertarik padanya, hingga kemudian ia menemukan keluarga Aminah. Selanjutnya, setelah terjadi kesepakatan antara Aminah dan Halimah, akhirnya Muhamad kemudian dibawa serta Halimah menuju desanya.
Keajaiban Ketika Halimah Menyusui Muhamad
Halimah datang ke Mekah bersama suami dan rombongan wanita-wanita dari Bani Sa’ad sengaja untuk menawarkan jasa menyusui anak, dari desanya Halimah dan suaminya membawa bekal tunggangan berupa onta tua serta satu keledai yang sudah beberapa tahun tak mengeluarkan susu. Selain itu Halimah juga membawa serta anaknya yang masih bayi dalam gendongannya.Ketika sampai di Mekah, rombongan wanita dari Bani S’ad yang datang bersama Halimah itu kemudian mencari orang tua asuh yang hendak menggunakan jasa mereka untuk menyusui. Seluruh wanita-wanita itu tidak ada satupun yang tertarik dengan tawaran Abdul Muthalib mengingat sebelumnya Abdul Muthalib menjelaskan bahwa cucunya adalah seorang yatim.
Para wanita dari Bani Sa’ad penjual jasa menyusui itu pada umumnya beranggapan bahwa Bayi yang diinformasikan Abdul Muthalib adalah bayi berlatar belakang keluarga miskin sebab tidak mempunyai ayah, padahal sejatinya keluarga Abdul Muthalib sendiri adalah salah satu keluarga paling terpandang di Mekah. Karena salah paham inilah mereka enggan untuk mengambil bayi Muhamad untuk disusuinya, sebab mereka menjual jasa menyusui demi untuk mendapatkan upah yang layak.
Wanita-wanita dari Bani Sa’ad yang termasuk tidak berminat untuk menjual jasa menyusui pada bayi Muhamad itu juga termasuk didalamnya Halimah, pada mulanya ia enggan menyusui anak yatim. Akan tetapi setelah beberapa lamanya waktu, seluruh wanita dari Bani Sa’ad mendapatkan bayi yang disusuinya, sementara waktu itu tidak ada seorang Mekah pun yang berminat menggunakan jasa Halimah.
Diantara sebab-sebab tidak berminatnya orang Mekah untuk mnyusukan anak-anak mereka pada Halimah karena pada waktu itu Halimah terlihat tidak meyakinkan, anak yang ia gendong sendiri terus-terusan menangis dan kelihat kelaparan.
Hal tersebut terjadi karena Halimah dan Suaminya sendiri pada dasarnya sedang menahan lapar, mengingat sewaktu menuju Mekah, mereka kekurangan makan, ditambah-tambah lagi Keledai yang mereka miliki tidak lagi mengeluarkan susunya. Karena kepalaran itulah sehingga air susu halimah seperti habis dan tidak ada fungsinya bagi anak mereka sendiri.
Selepas seluruh wanita Bani Sa’ad mendapatkan anak susonan, merekapun kemudian memutuskan untuk pulang, dalam kedaaan ini Halimah yang belum mendapatkan hasil, teringat dengan tawaran Abdul Muthalib , iapun memutuskan untuk menerima tawaran Abdul Muthalib untuk menyusui cucunya.
Manakala Halimah menjumpai Muhamad dan menggendongnya, maka kejadian anehpun kemudian terjadi, Halimah seakan-akan tidak merasa kerepotan ketika menggendong Muhamad dan anaknya sekaligus, selain itu manakala puting susu Halimah disodorkan kepada Muhamad, bayi itu ternyata bisa menyedot air susu Halimah dengan sesuaka hatinya hingga kenyang dan tertidur, anak Halimahpun yang dahulu rewel tiba-tiba tertidur pulas selepas menyedot air susu Halimah. Kejadian aneh ini kemudian membuat heran Halimah.
Selepas mendapatkan bayaran yang layak melalui perjanjian untuk menyusui anak Aminah, Halimah kemudian meninggalkan Mekah bersama Suami dan rombongannya. Dalam perjalanan menuju desanya lagi-lagi keajaiban mengiringi Halimah.
Onta tua mereka yang dahulu lemah menjadi perkasa, sementara keledai mereka yang dahulunya tidak mengeluarkan susu barang sedikitpun tiba-tiba menjadi keledai yang deras mengeluarkan susu, begitulah perjalanan kepulangan Halimah dari Mekah ketika membawa bayi Muhamad.
Mereka kenyang dalam perjalanan sehingga anak mereka dan bayi Muhamad yang mereka bawa begitu tenang dan tidak rewel. Muhamad diasuh dan dirawat oleh Halimah hingga umur 5 tahun, selama 5 tahun itu Muhamad dibesarkan dilingkungan pedesaan di tengah-tengah bani Sa’ad, sekumpulan orang Arab yang dahulu tinggal dipegunungan zazirah Arab yang masih asri wilayahnya, jauh dari hiruk pikuk perkotaan.
Belum ada Komentar untuk "Kisah Kelahiran Nabi Muhamad SAW"
Posting Komentar