Khawarij Aliran Sumbu Pendek Dalam Islam

Khawarij adalah satu dari sekian banyak aliran Islam yang telah punah, meskipun begitu isme-isme dari ajaran aliran ini masih tetap digunakan oleh sebagian aliran tertentu dalam Islam. Ciri khas dari pemahaman ajaran ini adalah sederhana, sologannya  “La Hukma Illa llah” atau kalau diterjamahkan kedalam bahasa bebas bermaksud “Syariat Harga Mati”.

Siapa saja yang tidak menjalankan Syariat/Hukum Allah sesuai dengan pandangan Khawarij maka yang bersangkutan dapat dikategorikan kafir meskipun dia orang Islam, maka tidak mengherankan kelompok ini dahulu kala mengkafirkan Sahabat Ali dan Muawiyah. Pemahaman cupet dari kaum ini kelak mengantarkanya sebagai aliran yang dihuni oleh orang-orang Sumbu Pendek.

Ditinjau dari sisi kesejarahannya, pada mulanya Khawaraij berdiri karena ketidak puasan sebagaian pengikut sahabat Ali dalam peristiwa politik waktu itu.

Sahabat Ali dianggap tidak becus memerintah, karena dianggap lemah menghadapi Muawiyah, kelemahan-kelemahan Sahabat Ali itu dianggap oleh mereka karena Sahabat Ali tidak kembali kepada Al-Quran dan Hadist. Pendek kata keduanya dianggap tidak menjalankan Negara dengan Syariat Islam, begitu tuduhnya.

Dalam pandangan Ashshiddieqy (2009:21) istilah  Khawarij sendiri berasal dari kata kharaja, yang artinya keluar. Nama itu diberikan kepada golongan yang keluar dari jamaah Ali di saat Ali menerima tahkim (ajakan damai) dari Muawiyah dalam pertempuran Shiffin. Selain itu, ia juga menambahkan bahwa dinamakan Khawarij, karena mereka keluar dari rumah mereka dengan maksud berjihad di jalan Allah.

Pada mulanya, sebelum menjadi kelompok Khawarij, mereka adalah pengikut sahabat Ali bin Abi Thalib dan penentang Muawiyah. Namun, ketika mereka kecewa atas kebijakan politik Ali yang menerima tahkim dari Muawiyah. Mereka kemudian keluar dari barisan orang-orang Islam yang kala itu sudah terpecah menjadi dua kubu, yaitu Kubu Ali dan Kubu Muawiyah.

Dahulu, ketika Ali menjadi Khalifah ke 4, terjadi pemberontakan yang digagas oleh seorang Gubernur Syiria bernama Muawiyah, Gubernur ini mengangkat diri sebagai Khalifah serta tidak mengakui Kekhalifahan Ali, pemberontakan ini kemudian mencapai puncaknya ketika Ali menyerbu Syiria. Serbuan ini dalam sejarah dikenal dengan nama perang Shifin.

Dalam perang shifin Muawiyah tak mampu menandingi kekuatan Ali, sebab perlengkapan perang Khalifah lebih hebat daripada perlengkapan Muawiyah yang kala itu hanya sebagai Gubernur.

Ketika hampir-hampir saja pasukan Ali membabad habis pemberontakan Muawiyah, rupanya Muawiyah mengajukan tahkim (ajakan damai/berunding). Sebagai seorang yang sebenarnya tidak mau perang saudara, Ali akhirnya menerima tawaran tahkim, akan tetapi penerimaan tawaran damai yang tulus dari Ali rupanya dibalas tipuan oleh Muawiyah. Ali ditipu mentah-mentah oleh Muawiyah.

Dikatan ditipu, karena dalam perundingan itu sebenarnya diputuskan bahwa perang dihentikan, setelah dihentikan Ali yang waktu itu menjadi Khalifah diharuskan melepaskan jabatannya sebagai Khalifah, begitu pula dengan Muawiyah melepaskan juga pengakuannya sebagai Khalifah, selepas itu barulah dipilih Khalifah baru dari kedua golongan dengan jalan langsung umum bebas rahasia (Luber).

Pelepasan Jabatan Khalifah pada mulanya direncanakan akan disampaikan oleh utusan dari kedua belah pihak untuk berbicara dihadapan orang banyak di atas podium, kelompok pertama disampaikan oleh wakil Ali, sementara kelompok kedua nantinya disampaikan oleh wakil Muawiyah.

Wakil Ali, yang pertama maju dan berdiri di atas podium mengumumkan pengunduran diri sahabat Ali sebagai Khalifah, sambil menyerukan perdamaian. Sementara itu selepas perwakilan kelompok Ali turun dari podium, wakil kelompok Muawiyah kemudian berbicara di atas podium, mereka bicara “kalau Ali mundur dari jabatan sebagai khalifah, maka jelas muawiyah lah yang sekarang menjadi khalifah yang sah”.

Ucapan wakil kelompok Muawiyah yang keluar dari kesepakatan perjanjian ini kemudian membuat pengikut Ali tak habis fikir, mereka menyangka hal itu disetujui Ali, sementara Ali sendiri dibuat bingung oleh gerakan politik Muawiyah, karena merasa tidak ada kesepakatan seperti itu dalam tahkim.

Selepas peristiwa tahkim barisan pengikut Ali terpecah, yang tetap setia kepada Ali dan tetap mengakuinya sebagai Khalifah disebut Syiah, sementara yang menganggap Ali melenceng dan tidak layak lagi menjadi Khalifah adalah Khawarij.
KHAWARIJ
Ilustrasi
Kelompok yang menamakan diri sebagai Khawarij keluar barisan, mereka tidak mau lagi mendukung Ali, mereka menuju gunung-gunung dan tanh lapang menjauhi perpolitikan, sekaligus juga menganggap Ali maupun Muawiyah adalah Kafir. Mereka tidak mengakui keduanya baik sebagai Khalifah maupun orang Islam yang benar.

Emosi yang memuncak dari kaum Khawarij yang pada umumnya dihuni oleh para Mualaf Baduy Arab itu akhirnya melahirkan fatwa-fatwa sesat, Alquran mereka tafsiri sendiri, dalam tafsir-tafsir yang mereka buat kelak melahirkan teologi baru dalam Islam, teologi inilah yang kemudian dikenal hingga kini sebagai teologi radikal dalam Islam.

Diantara teologi awal mereka adalah "mengkafirkan semua golongan yang berbeda dengan mereka, maksudnya kelompok Islam yang waktu itu berada di kubu Ali dan Muawiyah yang terlibat dalam tahkim".

Mereka menggunakan dalil pengkafiran Ali dan Muawiyah beserta golongannya berdasarkan Alquran yang ditafsiri sesuai kecupetan mereka. Ayat yang mereka ambil sebagai dasar pengkafiran itu adalah QS. Ali-Imran: 44, yang berbunyi;
Waman lam yahum bima anzal Allah faulaika hum al-Kafirun” (Barang siapa yang tidak menentukan hukum dengan apa yang diturunkan Allah adalah kafir).
Ayat di atas dimaknai oleh mereka bahwa, "Karena Ali dan Muawiyah melakukan musyawrah ketika mengambil keputusan dan peristiwa pertentangan tahta kekhalfahan, maka keduanya itu Kafir". Begitulah teologi sederhana mereka.

Dalam pemahaman mereka, "seharusnya tidak boleh Musyawarah, Ali harus membunuh dan membantai habis muwiyah karena telah melakukan Bughot (Pemberontakan), hukum bughot dalam Alquran adalah jelas, dihukum mati. Begitulah inti dari pemikiran mereka.

Aliran Khawarij dimasa itu terus subur dan berkembang, dan terus-terusan  pula melahirkan fatwa-fatwa sesat baru, diantara fatwa baru yang terkenal adalah “Halal Hukumnya Menumpahkan Darah Orang Kafir"  maksud darah orang kafir waktu itu adalah Ali dan Muawiyah. Karena mereka sudah menggap keduanya telah merusak Islam.

Dari fatwa itu, kelak mereka merencanakan pembunuah Ali dan Muawiyah secara bersamaan. Ali Akhirnya terbunuh sementara Muawiyah rupanya selamat. Terbunuhnya Ali oleh kaum Khawarij pada mulanya menguntungkan pihak Muawiyah, sehingga Muawiyah menjadi satu-satunya Khalifah yang masih hidup.

Setelah meninggalnya Ali disusul pula dengan meninggalnya Muawiyah dikemudian hari, aliran dan teologi Khawarij ini tetap subur, meskipun diawal pemerintahan Muawiyah, mereka diberantas habis-habisan, akan tetapi mereka dan idiologinya tetap lestari, bahkan hingga kini. Yaitu gampang mengkafirkan orang Islam yang tak sepaham dengan mereka. Gambaran dari paham Islam model ini sekarang dapat dilihat dari gerakan orang-orang ISIS, Taliban dan organiasi terois sejenis.

Baca Juga: Muawiyah Pendiri Dinasti Umayyah

Belum ada Komentar untuk "Khawarij Aliran Sumbu Pendek Dalam Islam"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel