Ratu Nilakendra Raja Pajajaran Yang Tercatat Ngawur Dalam Memerintah
Sabtu, 08 Desember 2018
Tulis Komentar
Ada beberapa aspek yang menyebabkan keruntuhan Kerajaan Pakuan Pajajaran, salah satunya adalah berkuasanya Raja yang ngawur dalam memerintah. Raja yang ngawur dalam memerintah Pajajaran itu adalah Ratu Nilakendra beliau memerintah dari mulai tahun 1551 sampai dengan 1567.
Melihat dari masa pemerintahannya Ratu Nila Kendra atau yang mempunyai nama Lain Tohan Di Majaya memerintah Pajajaran selama 16 tahun saja, dalam masa pemerintahannya inilah Ibukota Kerajaan Pajajaran dapat direbut oleh Pasukan tentara Banten, sementara sang Raja sendiri kemudian melarikan diri ke pedalaman.
Ratu Nilakendra merupakan Raja Pajajaran ke V beliau naik tahta menggantikan Ratu Sakti yang wafat pada 1551. Pada masa pemerintahan Ratu Sakti yaitu dari 1543-1551, Pajajaran sebenarnya mulai ditimpa musibah kelaparan, mengingat Raja sebelum Ratu Nila Kendra itu dikisahkan suka mabuk-mabukan dan jauh dari agama serta tidak mempedulikan rakyat banyak.
Ratu Sakti juga dikisahkan bermoral buruk, beliau dikisahkan banyak menghukum mati penduduk, merampas hartanya tanpa alasan yang jelas. Raja ini juga dicap sebagai melanggar adat keraton kerena mengawini seorang putri larangan dari keluaran yang dilarang adat secara keras. Bahkan, yang lebih parah, Ratu Sakti pun diketahui memperistri ibu tirinya sendiri. Ratu Sakti meninggal pada tahun 1551 dan digantikan oleh Nilakendra.
Meskipun Ratu Sakti ketika memerintah Negara dikenal kejam dan tak bermoral, ia dianggap sebagai seorang Raja yang dikategorikan mengurus Negara dengan benar atau tidak ngawur, sehingga hal-hal yang menyangkut kedaulatan Negara masih dapat ia pertahankan.
Maka berbeda dengan pendahulunya Ratu Sakti, Nilakendra tidak melanggar larangan adat apapun, hanya saja Raja ke V Pajajaran ini rupanya terjerumus pada ajaran mistis aliran keagamaan Tantra.
Baca Juga: Membuminya Madhab Tantrayana dan Runtuhnya Majapahit-Pajajaran
Yang dilakukan Raja ini adalah membuat bangunan-bangunan kramat, melengkapi pernak-pernik Istana dengan zimat-zimat. Bahkan untuk mempertahankan kerajaannya dari Gempuran musuh bukannya melakukan peremajaan dan pemoderenan persenjataan pada kekuatan militer Kerajaannya, beliau malah justru membekali kekuatan tempurnya dengan membuat “Ngibuda Sanghiyang Panji” atau bendera keramat yang menurut kepercayaannya dapat menangkal musuh yang hendak menyerbu pajajaran.
Selain bertindak ngawur dengan segala macam kebijakan mistisnya, rupanya beliau terlampau jauh dalam menghayati ajaran Tantra, Ratu Nilakendra pun mengabaikan rakyatnya, maka sudah dipastikan, kondisi rakyat Pajajaran yang sudah hancur dimasa Ratu Sakti diperparah lagi ketika memasuki Jaman Nilakendra.
Kesengsaraan Rakyat Pajajaran dalam jaman Raja Nilakendra ini digambarkan dalam Carita Parahiyangan yang menyebutkan “Wong huma darpa mamangan, tan igar yan tan pepelakan” yang maksudnya “kelaparan telah menjangkiti Pajajaran”.
Kengawuran Nilakendra dalam memerintah kerajaan ini kemudian menemui puncaknya, saat kerajaan tersebut terlibat pertentangan soal perbatasan Kerajaan dengan Banten. Pertentangan perebutan perbatasaan Kerajaan itu kemudian merambat menjadi perang besar antar kedua kerajaan.
Hasilnya kemudian dapat ditebak, karena Pajajaran waktu itu hanya mengandalkan Zimat-Zimat yang dibuat Rajanya, maka peperangan demi peperangan dengan Banten yang mereka galakan kemudian menuai kekalahan, hingga akhirnya Banten dapat merebut Ibukota dan Istana Pajajaran sementara “Ngibuda Sanghiyang Panji” yang dahulu dibangga-banggakan oleh Nilakendra rupanya tidak mempunyai fungsi apa-apa.
Maka mulai setelah itu Pajajaran memasuki masa keruntuhannya, meskipun demikian Nilakendra berhasil menyelamatkan diri dari Ibukota, ia kemudian menjadi Raja Pelarian tanpa Istana.Nila Kendra wafat dalam pelarian pada tahun 1567.
Baca Juga: Kerajaan Pajajaran, Masa Pendirian, Kejayaan dan Kehancurannya
Melihat dari masa pemerintahannya Ratu Nila Kendra atau yang mempunyai nama Lain Tohan Di Majaya memerintah Pajajaran selama 16 tahun saja, dalam masa pemerintahannya inilah Ibukota Kerajaan Pajajaran dapat direbut oleh Pasukan tentara Banten, sementara sang Raja sendiri kemudian melarikan diri ke pedalaman.
Ratu Nilakendra merupakan Raja Pajajaran ke V beliau naik tahta menggantikan Ratu Sakti yang wafat pada 1551. Pada masa pemerintahan Ratu Sakti yaitu dari 1543-1551, Pajajaran sebenarnya mulai ditimpa musibah kelaparan, mengingat Raja sebelum Ratu Nila Kendra itu dikisahkan suka mabuk-mabukan dan jauh dari agama serta tidak mempedulikan rakyat banyak.
Ratu Sakti juga dikisahkan bermoral buruk, beliau dikisahkan banyak menghukum mati penduduk, merampas hartanya tanpa alasan yang jelas. Raja ini juga dicap sebagai melanggar adat keraton kerena mengawini seorang putri larangan dari keluaran yang dilarang adat secara keras. Bahkan, yang lebih parah, Ratu Sakti pun diketahui memperistri ibu tirinya sendiri. Ratu Sakti meninggal pada tahun 1551 dan digantikan oleh Nilakendra.
Meskipun Ratu Sakti ketika memerintah Negara dikenal kejam dan tak bermoral, ia dianggap sebagai seorang Raja yang dikategorikan mengurus Negara dengan benar atau tidak ngawur, sehingga hal-hal yang menyangkut kedaulatan Negara masih dapat ia pertahankan.
Maka berbeda dengan pendahulunya Ratu Sakti, Nilakendra tidak melanggar larangan adat apapun, hanya saja Raja ke V Pajajaran ini rupanya terjerumus pada ajaran mistis aliran keagamaan Tantra.
Baca Juga: Membuminya Madhab Tantrayana dan Runtuhnya Majapahit-Pajajaran
Yang dilakukan Raja ini adalah membuat bangunan-bangunan kramat, melengkapi pernak-pernik Istana dengan zimat-zimat. Bahkan untuk mempertahankan kerajaannya dari Gempuran musuh bukannya melakukan peremajaan dan pemoderenan persenjataan pada kekuatan militer Kerajaannya, beliau malah justru membekali kekuatan tempurnya dengan membuat “Ngibuda Sanghiyang Panji” atau bendera keramat yang menurut kepercayaannya dapat menangkal musuh yang hendak menyerbu pajajaran.
Selain bertindak ngawur dengan segala macam kebijakan mistisnya, rupanya beliau terlampau jauh dalam menghayati ajaran Tantra, Ratu Nilakendra pun mengabaikan rakyatnya, maka sudah dipastikan, kondisi rakyat Pajajaran yang sudah hancur dimasa Ratu Sakti diperparah lagi ketika memasuki Jaman Nilakendra.
Kesengsaraan Rakyat Pajajaran dalam jaman Raja Nilakendra ini digambarkan dalam Carita Parahiyangan yang menyebutkan “Wong huma darpa mamangan, tan igar yan tan pepelakan” yang maksudnya “kelaparan telah menjangkiti Pajajaran”.
Kengawuran Nilakendra dalam memerintah kerajaan ini kemudian menemui puncaknya, saat kerajaan tersebut terlibat pertentangan soal perbatasan Kerajaan dengan Banten. Pertentangan perebutan perbatasaan Kerajaan itu kemudian merambat menjadi perang besar antar kedua kerajaan.
Hasilnya kemudian dapat ditebak, karena Pajajaran waktu itu hanya mengandalkan Zimat-Zimat yang dibuat Rajanya, maka peperangan demi peperangan dengan Banten yang mereka galakan kemudian menuai kekalahan, hingga akhirnya Banten dapat merebut Ibukota dan Istana Pajajaran sementara “Ngibuda Sanghiyang Panji” yang dahulu dibangga-banggakan oleh Nilakendra rupanya tidak mempunyai fungsi apa-apa.
Maka mulai setelah itu Pajajaran memasuki masa keruntuhannya, meskipun demikian Nilakendra berhasil menyelamatkan diri dari Ibukota, ia kemudian menjadi Raja Pelarian tanpa Istana.Nila Kendra wafat dalam pelarian pada tahun 1567.
Baca Juga: Kerajaan Pajajaran, Masa Pendirian, Kejayaan dan Kehancurannya
Belum ada Komentar untuk "Ratu Nilakendra Raja Pajajaran Yang Tercatat Ngawur Dalam Memerintah"
Posting Komentar