Gaya Kepemimpinan Anis Baswedan dalam Memerintah

Anis Baswedan yang ketika masih Pro Jokowi dituduh sebagai penganut Islam Liberal oleh penentangnya hanya karena membiarkan anak perempuannya tidak pakai krudung ini adalah Politikus yang sedang naik daun. Terutama selepas dipecat sebagai Menteri Pendidikan. 

Selepas menjadi Gubernur DKI atas sokongan penuh Ormas FPI, dan beberapa partai Politik, Anis Tampil menjadi manusia satu-satunya harapan oposisi, apalagi Prabowo & Sandi yang dahulu mereka dukung dianggap telah berhianat karena merapat ke Jokowi (mereka menyebutnya Nyebong). 

Bagi sebagian orang, terutama pendukung Jokowi dari kalangan emak-emak, dipecatnya Anis oleh Jokowi sebagai mentri menimbulkan banyak pertanyaan, mereka heran "kok orang se santun Anis dipecat, ada apa ya?"

Mulanya, memang bagi sebagian orang sulit mengidentifikasi gaya kepemimpinan Anis dalam memerintah, khususnya ketika menjadi Menteri Pendidikan, maklum selain jarang tampil dan disorot di TV, Kementrian yang dipimpin Anis juga merupakan salah satu kementrian yang jarang disambangi wartawan. 

Sudah takdirnya, Wartawan itu suka yang heboh-heboh, meliput lembaga pendidikan bahkan kementriannya jelas bagi mereka sia-sia, tidak akan banyak dibaca dan ditonton orang, itulah mengapa mereka males-malesan. 

Gaya Anis dalam memerintah sedikit demi sedikit bahkan akhirnya menjadi terang benerang setelah yang bersangkutan menjadi Gubernur DKI, gerak-geriknya menjadi sorotan media, baik media resmi, media yang dibuat para pendukung maupun media yang dibuat para penentangnya. 

Selepas mengamati apa yang diberitakan media tentang Anis, maka sampailah pada kesimpulan jika sebetulnya, kekuatan Anis dalam memerintah adalah ada pada mulutnya. Orang semacam ini dalam masyarakat Cirebon  & Indramayu disebut "Wong Lamis". 

Sebagaimana umumnya orang Lamis, maka apa yang keluar dari mulutnya akan mampu membuai orang-orang disekitarnya, terutamanya orang-orang yang baru kenal ataupun kalangan emak-emak yang belum tahu betul watak dan sikapnya secara mendalam. 

Meskipun dalam satu sisi orang Lamis punya kelebihan, terutama ketika bicara, orang macam ini juga mestinya punya kekurangan, umumnya kekurangannya adalah tidak mampu mewujudkan apa yang dikatakannya secara muluk-muluk (Penuh gaya dan bersastra) dalam janji kampanye ataupun dalam pernyataan-pernyataannya di hadapan wartawan dan pendukungnya. 

Sebagai contoh, Ucapan Anis penuh sastra seputar (1) Air Sunatuullah, (2) Naturalisasi Sungai, (3) Rumah Tapak DP 0 %, (4) Keindahan Jakarta membuat beberapa orang sadar jika apa yang diucapkan Anis dengan penuh sastra dan meliuk-liuk itu,  ternyata pada kenyataanya seperti lelucon. 

Air Sunatullah, prakteknya membuat sumur resapan, Naturalisasi Sungai praketknya membiarkan Sungai natural tampa dikeruk, atau hanya sekedar diselimuti jaring, Rumah Tapak DP 0% praktenya bukan Rumah Tapak melainkan rumah susun, DP 0% maksudnya hanya untuk orang yang berpenghasilan 7 juta keatas, keindahan Jakarta pda prakteknya hanya membuat patung-patung dari bambu, menambah bunga dipinggr jalan, merubah-rubah tampilan Jembatan Penyebrangan orang dan begitu-begitu saja. 

Gaya Anis Baswedan dalam memerintah yang semacam itu jelas menjadi bulan-bulanan para penentangnya, bahkan hingga saat ini, menjadi ejekan dan kelakar para penentangnya. 

Upaya Pencitraan dipenghujung Jabatan

Meskipun kebanyakan apa yang dilakukan Anis selama menjabat sebagai Gubernur DKI bukan hal-hal yang substansial, ada beberapa pekerjaannya yang dianggap paling hebat diantaranya pembangunan Stadion JIS dan menjadikan Jakarta kondusip selama masa kepemimpinannya. 

Jakarta di zaman Ahok, atau gubernur Jakarta sebelumnya dianggap ribut terus, sering ribut dengan oramas-ormas yang ada di DKI, uatamnaya dengan Ormas-Ormas yang menguasai parkiran dan pasar-pasar di seluruh DKI, atau Ormas yang berpusat di Petamburan (FPI),  sementara di zaman Anis Adem ayem, mampu merangkul ormas, begitu akunya. 

Beberapa kehebatan yang semacam itu dijadikan sepagai upaya pencitraan dan selau disebarkan secara masif di media-media sosial, hal yang demikian itu seiring dengan rencana Anis yang mempunyai niat maju sebagai Calon Presiden di Tahun 2024. Tidak sampai situ saja, ketika Anis Menghadiri acara di suatu tempat, maka pengikutnya belomba-lomba akan meneriakinya "Presiden....!!!" lalu kemudian mengelilinginya selayaknya orang besar. 

Sementara di satu sisi, ketika ada tokoh-tokoh tertentu yang diidentifikasi akan menjadi saingan Anis, sebut saja Ganjar, Ridwan Kamil atau sejenisnya, para pendukung Anis itu membentangkan spanduk protes, makian, dan sejenisnya untuk merendahkan tokoh-tokoh yang dianggap saingan.

Cara pencitraan model begitu, jelas polanya sama seperti munculnya tagar #2019 ganti presiden dan berlangsungnya pemilu 2019. Saya kira pelakunya masih orang yang sama, karena pola pekerjaan yang dimainkan juga sama. 

Dulu Prabowo sebelum pemilu 2019 (Tahun 2017-2018) dimana-mana tempat dipanggil Presiden, ketika  menghadiri acara apapun, sementara disatu sisi, Jokowi yang kala itu menjabat sebagai Presiden ketika menghadiri acara apapun, ada saja orang yang menggangu sambil membentangkan spanduk atau sejenisnya yang menyatakan #2019 Ganti Presiden. Anda masih ingat..?, ini pola yang sama, upaya pencitraan yang sama. Tapi untungnya Isyu PKI hilang 😁Kenapa bisa hilang..? ya mungkin karena pelakunya kini sudah pro dan dapat kursi empuk dari  Jokowi, maka jangan heran kalau Isyu itu hilang. 

Pada akhirnya, Allah-lah yang menentukan, apakah Anis Baswedan dengan model dan gaya kepempinanya dalam memerintah disukai rakyat Indonesia atau tidak. Jika disukai, tentunya ia akan dapat Jadi Presiden di 2024, tapi jika tidak disukai, ia akan tenggelam, seperti tenggelamnya politikus lain yang pernah menjadi Mentri Pendidikan ataupun Gubernur DKI Jakarta. 

Belum ada Komentar untuk "Gaya Kepemimpinan Anis Baswedan dalam Memerintah"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel