Kata "Wong" dan "Urang" dalam Bahasa Sunda

Entah mulai kapan kata 'Wong" Berganti menjadi kata 'Urang' di Sunda, yang jelas  demikian ini adalah rangkaian kalimat yang biasa diucapkan oleh orang-orang di Cirebon dan Indramayu yang berlatar belakang Sunda dan Jawa ketika menanyakan "Kamu Orang Mana....?"

Orang Sunda Cirebon/Indramayu (Sia Urang Mana...?)

Orang Jawa Cirebon/Indramayu (Sira Wong Endi...? )

Pada kedua kalimat di atas, jelas yang Sunda menyebut kata 'Urang" untuk memaknai kata orang, sementara yang Jawa menyebut kata "Wong". 

Sementara orang kemudian beranggapan jika Wong itu bahasa Jawa sementara Urang itu bahasa Sunda. Benarkah kata Wong itu berasal dari Jawa atau bahasa Jawa..? Dan tidak dikenal di Sunda...? Mari kita bahas..!

Istilah Kata Wong (Orang) sekarang identik sebagai bahasa Jawa yang disebarkan oleh orang Jawa ke wilayah-wilayah yang dipengaruhi budaya dan bahasa Jawa, seperti di Pesisir Pantai Utara Jawa (Sebagian Indramayu, Cirebon, Subang, Karawang, Banten) ataupun di Palembang (Sumatra Selatan). 

Orang Sunda sekarang bahkan jarang atau tidak ada sama sekali menggunakan kata "Wong" ketika mereka bercakap-cakap dalam bahasa Sunda. Mereka biasanya menggunakan kata "Urang". Kata itulah yang dianggap oleh orang zaman sekarang sebagai kata asli Sunda, meskipun kata tersebut juga dapat ditemui dalam budaya dan Bahasa Minang, Banjar, bahkan Aceh. 

Sebetulnya, kata "Wong" ini adalah kata yang masuk dan dikenal dalam bahasa Sunda Kuno. Kosa kata ini bahkan tercantum dalam Naskah Sanghyang Siksa Kandang Karesian.

Demikian Beberapa Kata Wong dalam Naskah Tersebut:

Alih Aksara

 "Sa(r)wa Iwir/a/ ning teuteupaan ma telu ganggaman palain. Ganggaman di sang prabu ma: pedang, abet, pamuk, golok, peso teundeut, keris. Raksasa pina/h/ka dewanya, ja paranti maehan sagala. Ganggaman sang wong tani ma: kujang, baliung, patik, kored, sadap. Detya pina/h/ka dewanya, ja paranti ngala kikicapeun iinumeun. Ganggamam sang pandita ma: kala katri, peso raut, peso dongdang, pangot, pakisi. Danawa pina/h/ka dewanya, ja itu paranti kumeureut sagala. Nya mana teluna ganggaman palain deui di sang prebu, di sang wong tani, di sang pandita. Kitu lamun urang hayang nyaho di sarean(ana), eta ma panday tanya."

Terjamah: 

Segala macam hasil tempaan, ada tiga macam yang berbeda. Senjata sang prabu ialah: pedang, abet (pecut), pamuk, golok, peso teundeut, keris. Raksasa yang dijadikan dewanya, karena digunakan untuk membunuh. Senjata orang tani ialah: kujang. baliung. patik, kored, pisau sadap. Detya yang dijadikan dewanya, karena diguna¬kan untuk mengambil apa yang dapat dikecap dan diminum. Senjata sang pendeta ialah: kala katri, peso raut, peso dongdang, pangot, pakisi. Danawa yang dijadikan dewanya, karena digunakan untuk mengerat segala sesuatu, Itulah ketiga jenis senjata yang berbeda pada sang prebu, pada petani, pada pendeta. Demikianlah bila kita ingin tahu semuanya, tanyalah pandai besi.

Jika melihat teks alih aksara di atas, dapat dimengerti bahwa kata "Wong" digunakan mengiringi kata "Sang" untuk menyatakan/menjelaskan orang tani (Rakyat Jelata), sementara untuk Penguasa (Prabu) dan Agamawan (Pandita) tidak menyertakan kata "Wong" langsung menyebutkan nama setelah kata sang. (Sang Prabu /Sang Pandita). 

Berdasarkan kenyataan itu, dapat juga dipahami bahwa pada masa itu (Zaman Pajajaran) memang ajaran mengenai kasta masih kental, ya karena memang kerajaan Sunda kala itu beragama resmi Hindu. Maka tidak mengherankan pula jika kasta itu juga mempengaruhi penulisan atau karya sastra di zaman itu. Tapi yang paling penting dalam Informasi ini ternyata kata 'Wong' itu juga dikenal dalam bahasa Sunda bahkan biasa digunakan para pujangga Sunda tempo dulu dalam membuat karya tulis. 

Masih menggap kata Wong hanya berlaku atau berasal dari Jawa?

Oleh : Bung Fei

Belum ada Komentar untuk "Kata "Wong" dan "Urang" dalam Bahasa Sunda"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel