Asal-Usul Islam Abangan

Islam Abangan adalah istilah untuk menamai kelompok Islam dalam masyarakat Jawa yang dilakukan oleh sekelompok orang tertentu. 

Dinamakan Islam Abangan karena mulanya kelompok orang-orang Islam jenis ini dianggap berbeda dengan masyarakat pemeluk Islam kebanyakan dan juga berbeda dalam pelaksanaan praktik-praktik keagamannya. 

Kini, Islam Abangan dikenal sebagai para pemeluk Islam yang  dianggap tidak mematuhi ajaran Islam secara menyeluruh. Mereka bersyahadat selayaknya orang Islam namun tidak melaksanakan perintah dalam agama Islam yang lainya sebagaimana selayaknya orang Islam menjalankan perintah agama yang lain semisal Shalat, puasa dan lain sebagainya. 

Islam Abangan di Jawa identik sebagai lawan dari Islam Santri atau Islam putihan. Jika Islam abangan dianggap sebagai penganut Islam yang semau sendiri dalam menjalankan Islam, maka Islam putihan atau kaum santri dianggap sebagai kelompok Islam yang taat dalam menjalankan ajaran Islam.

Kedudukan Islam abangan dalam pengelompokan di Jawa pernah disingung oleh Geertz, menurutnya abangan adalah salah satu dari tiga tipe kebudayaan organisasi moral kebudayaan Jawa. 

Ia juga menambahkan bahwa tiga tipe kebudayaan organisasi moral kebudayaan Jawa yang dimaksud adalah (1) Abangan, (2) Santri, dan (3) Priyayi.

Asal-Usul Islam Abangan

Beberapa sejarawan dan Budayawan bahkan beberapa Ulama dalam Islam, meyakini bahwa Istilah Islam Abangan sudah melenceng dari makna asalnya. 

Islam Abangan menurut pendapat ini mulanya adalah orang-orang Islam yang justru menolak sistem kebudayaan Jawa yang bertentangan dalam Islam. 

Dahulu di Jawa, pada abad ke 15-16 masih mengelompokan manusia Jawa secara sosial dan budaya menjadi dua bagian, yaitu Gusti dan Kaula. 

Gusti maksudnya kelompok para raja, sultan dan para pejabat tinggi keraton lainnya, sementara kaula dihuni oleh rakyat biasa. 

Golongan Gusti adalah pemilik tanah, agama, rakyat bahkan seluruh yang terkandung di dalam negara, sementara kaula hanya sebagai benda hidup yang pada hakikatnya kepunyaan para Gusti. Sehingga kapanpun bagi seorang kaula harus menyembah, berbakti dan menuruti kaum Gusti tanpa mempunyai hak terhadap sesuatu secara khusus, mereka hidup hanya numpang pada kaum Gusti, karena tanah, rumah dan bahkan istri maupun anak mereka adalah hak milik para gusti. 

Oleh Syekh Siti Jenar pembagian manusia Jawa yang semacam itu ditentangnya, dalam ajarannya tidak ada perbedaan yang mendasar dalam kehidupan sosial antara Gusti dan Kaula. Sebab bagi Syekh Siti Jenar gusti dan kaula itu hakikatnya sama “Manunggaling Kaula ln Gusti” sama-sama mempunyai hak untuk memiliki tanah, keluarga dan agama. Tidak boleh seorang Gusti memiliki dan merampas hak-hak dari seorang kaula karena bertentangan dengan Islam. 

Dalam mengajarkan ajaran-ajarannya, Syekh Siti Jenar membangun pesantrennya di sebuah Desa yang bernama Lemah Abang. Pengikutnya kelak dinamakan sebagai orang Islam Abangan. Dinamakan demikian karena pengikutnya belajar Islam di daerah yang bernama Abang atau Lemah Abang.

Citra Islam Abangan menjadi buruk seiring lahirnya cap negatif terhadap Syekh Siti Jenar oleh para Gusti yang menguasai pemerintahan di balik tembok Keraton. 

Beberapa naskah sejarah seperti beberapa babad yang ditulis oleh kaum Gusti menambah buruknya citra Islam Abangan. Islam jenis itu dianggap sebagai orang-orang Islam yang selalu membangkang pada aturan yang ditetapkan oleh para Gusti. Maka mulai setelah itu istilah Islam Abangan dicap sebagai kelompok orang-orang Islam yang tidak taat pada agama dan raja. 

Baca Juga: Riwayat Syekh Siti Jenar

Belum ada Komentar untuk "Asal-Usul Islam Abangan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel