Tata Cara Bersuci Dari Najis (Fiqih Thaharah)

Bersuci atau yang dalam bahasa arab disebut Thaharah masuk pada bahasan ilmu Fiqih, pentingnya bahasan Thaharah tergambar dari diletakannya bahasan ini pada awal-awal pembahasan ilmu Fiqih. 

Secara bahasa Thaharah berarti “bersih” Sedangkan menurut istilah ilmu Fiqih thaharah adalah bersih dari hadas dan najis. Selain itu thaharah dapat juga diartikan mengerjakan pekerjaan yang membolehkan shalat, berupa wudhu, mandi, tayamum dan menghilangkan najis.

Pentingnya bersuci dalam Islam dikarenakan bersuci adalah amalan penting karena bagian daripada syarat-syarat ibadah utama dalam Islam, seperti Shalat. Melaksanakan Shalat harus suci lepas dari segala hadas, baik hadas kecil (Kencing, Kentut, dll) maupun hadas besar (Junub), atau harus suci dari segala najis yang menempel di badan. 

Tata cara bersuci dari najis tergantung kepada kuat dan lemahnya najis pada tubuh seseorang. Bila najis itu tergolong ringan atau kecil maka cukup dengan membersihkan dirinya dengan mencucui ala kadarnya. Tetapi jika hadas atau najis itu tergolong besar atau berat maka ia harus membersihkannya dengan cara yang ektra, seperti membersihkannya dengan tujuh kali dan satu di antaranya dengan debu. Kebersihan dan kesucian merupakan kunci penting untuk beribadah, karena kesucian atau kebersihan lahiriah merupakan wasilah (sarana) untuk meraih kesucian batin.

Guna memahami tata cara bersuci dari najis, kita harus lebih dahulu memahami apa itu Najis. Najis menurut bahasa adalah sesuatu yang menjijikkan, sedangkan menurut istilah adalah sesuatu yang haram seperti perkara yang berwujud cair (darah, muntah muntahan dan nanah), setiap perkara yang keluar dari dubur dan qubul kecuali mani.

Guna memahami tata cara bersuci dari najis, terlebih dahulu akan diterangkan bahwa najis terbagi atas tiga bagian:

Najis Mugallazah (tebal), yaitu najis anjing. Benda yang terkena najis ini hendaklah dibasuh tujuh kali, satu kali di antaranya hendaklah dibasuh dengan air yang dicampur dengan tanah atau debu.

Najis Mukhaffafah (ringan), misalnya kencing anak Iaki-Iaki yang belum memakan makanan apa-apa selain susu ibu saja. Mencuci benda yang kena najis ini sudah memadai dengan memercikkan air pada benda itu, meskipun tidak mengalir. Adapun kencing anak perempuan yang belum memakan apa-apa selain ASI, kaifiat mencucinya hendaklah dibasuh sampai air mengalir di atas benda yang kena najis itu, dan hilang zat najis dan sifat-sifatnya, sebagaimana mencuci kencing orang dewasa.

Najis Mutawassitah (pertengahan) yaitu najis yang lain daripada kedua macam yang diatas. Najis ini dibagi menjadi dua bagian: (1) Najis hukmiah yaitu yang kita yakini adanya, tetapi tidak nyata zat, bau, rasa, dan warnanya, seperti kencing yang sudah lama kering, sehingga sifat-sifatnya telah hilang. Cara mencuci najis ini cukup dengan mengalirkan air di atas benda yang kena itu (2) Najis ‘ainiyah, yaitu yang masih ada zat, warna, rasa, dan baunya, kecuali warna atau bau yang sangat sukar menghilangkannya, sifat ini dimaafkan. Cara mencuci najis ini hendaklah dengan menghilangkan zat, rasa, warna, dan baunya.

Demikianlah tata cara bersuci dari najis yang diterangkan dalam kitab Fiqih, terutamanya pada bagian Fiqih Thaharah.

Belum ada Komentar untuk "Tata Cara Bersuci Dari Najis (Fiqih Thaharah)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel