Mengenal Al-Bani, Ahli Haditsnya Salafi-Wahabi

Bila kita membaca buku-buku keislaman yang diterbitkan oleh kalangan Salafi-Wahabi maka kita akan menemukan hadist-hadist yang diriwayatkan oleh Imam Hadist terkemuka, akan tetapi di akhir hadist tersebut ditambahkan oleh pengarangnya dengan kata-kata “Di Shahikan Al-Bani” dan tambahan lainnya yang memuat nama Al-Bani.

Siapakah Al-Bani dan mengapa orang-orang Salafi-Wahabi begitu mengkultuskan Al-Bani, seolah-olah hadist-hadist yang diriwayatkan Imam Bukhori, Imam Muslim dan Imam hadist lainnya belum afdhol drajat kesahihan haidst yang diriwayatkannya bila belum di shohihkan Al-bani ?. Jawaban dari pertanyaan tersebut salah satu caranya dengan mengenalkan biografi Al-Bani itu sendiri, sehingga dengan mengenalnya, pembaca nantinya dapat menimbang apakah orang tersebut layak dikultuskan melebihi para Imam Hadits Ahlu Sunnah atau tidak.

Al-Bani terlahir dengan nama Muhamad Nasirudin bin Nuh Al-Bani. Memahami dari namanya dapatlah dipahami bahwa nama Al-Bani merupakan Nisbat dari negara asal dirinya dan ayahnya, yaitu negara Albania. Yaitu suatu negara Skuler yang terletak di Eropa Timur.

Latar Belakang Keluarga dan Pendidikan Al-bani

Menurut Herry Mohammad, dalam bukunya yang berjudul Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, disebutkan bahwa Al-Bani lahir pada Tahun 1914, ia dilahirkan di Albania. Ayahnya bernama Haji Nuh seorang Kiai/Ulama Madhab Hanafi yang tinggal di Kota Ashqodar, Albania.

Pada saat tinggal di Albania, Haji Nuh mendapati kondisi perpolitikan daerah itu menjadi panas seiring runtuhnya Kekhalifahan Turki Ustmani. Albania dibawah pemerintahan Ahmad Zego mengikuti jejak Turki yang merubah bentuk negaranya dari Islam menjadi sekuler. Kondisi yang semacam itu membuat Haji Nuh merasa tidak nyaman hidup di Albania, sehingga ia memutuskan untuk pindah ke Syam (Damskus) bersama keluarganya. Tak terkecuali anak laki-lakinya Muhamad Nasirudin Al-Bani.
Bendera Kerajaan Albania
Secara ekonomi, keluarga Haji Nuh ketika menetap di Damskus berada pada garis kemiskinan, oleh karena itu anak-anaknya termasuk Al-bani hanya mengenyam pendidikan Sekolah Dasar saja, yaitu hanya bersekolah di Madrasah Ibtidaiyah yang dikelola oleh Jum’iyah al-Is’af al-Khairiyah.

Selepas lulus Sekolah Dasar (Ibtidaiyah), Al-Bani mengikuti jejak ayahnya, ia mencari penghasilan dengan cara menjadi montir/tukang servis jam tangan. Ia juga kadang menjadi tukang kayu dan buruh bangunan di tempat tinggalnya. Meskipun begitu kadang juga ia menuntut ilmu kepada guru-guru agama dimana ia tinggal.

Meskipun dalam kondisi serba kesulitan dalam merengkuh pendidikan, Al-Bani gemar membaca, hobinya membaca buku-buku yang ia jumpai, pada saat melihat majalah Al-Manar, yaitu suatu majalah yang didalamnya membahas tentang takhrij dan ilmu hadist. Al-bani tertarik dengan pembahasan hadist-hadist yang terdapat dalam majalah tersebut, sehingga lama kelamaan dari seringnya membaca majalah itu ia mennyukai ilmu hadist.

Majalah Al-Manar yang membahas berbagaimacam ilmu hadist dari tiap-tiap edisinya selalu diikuti oleh Al-Bani, sehingga pada akhirnya ia tertarik untuk menulis dan mengimplementasikan hasil belajar otodidak ilmu hadisnya dari majalah tersebut kedalam suatu catatan/buku. Iapun mulai meringkas kitab tahrij hadist karya al-Iraqi. ringkasannya terdiri dari 4 juz dalam 3 jilid dengan jumlah halaman sebanyak 2012.

Al-Bani belajar otodidak di Perpustakaan

Keterbatasan al-Bani pada kemampuan pendanaan, membuat hobinya dalam menekuni ilmu hadist menjadi terganggu, ia merasa referensi buku yang ia punya tidak memadai untuk mendukung hobinya itu, oleh karena itu iapun mencari jalan lain, yaitu dengan cara memanfaatkan perpustakaan Aẓ-Ẓahiriyah yang berada di pusat kota Damaskus. Dalam kesibukannya sebagai seorang montir jam tangan, Al-Bani menyempatkan waktu melampiaskan hobinya di perpustakaan untuk belajar secara otodidak di perpustakaan, ia focus mempelajari ilmu hadist yang sudah menjadi kegemarannya. Bahkan saking hobinya ia kadang menghabiskan waktu selama 12 jam untuk berlama-lama di perpustakaan.
Al-Bani
Karena seringnya Al-Bani mengunjungi perpustakaan, lama kelamaan ia akrab dengan kepala Perpustakaan, keakraban dan kedekatan keduanya itulah yang menyebabkan Al-Bani diangkat menjadi salah satu anggota kepengurusan perpustakaan, kepala kantor perpustakaan memberi sebuah ruangan khusus untuknya. Bahkan juga diberi wewenang untuk membawa kunci perpustakaan.
Kondisi semacam itu tentu menguntungkan Al-Bani, sebab ia menjadi leluasa dan terbiasa datang sebelum pengunjung perpustakaan lain datang. Hal tersebut dilakukan Al-bani selama bertahun-tahun. Ia menjelma menjadi orang yang kutu buku di perpustakaan.

Al-Bani menjelma menjadi orang yang Pandai Ilmu Hadist

Gaya pembelajaran otodidak Al-Bani dalam memahami ilmu-ilmu hadist yang dilakukannya selama bertahun-tahun di perpustakaan serta tulisan-tulisannya tentang takhirj hadist dari kitab-kitab hadist yang ia pelajari mendadak membuatnya terkenal, ia dikenal sebagai ahli hadist oleh pengagumnya, meskipun begitu disisi lain, tulisan-tulisannya yang banyak mengkritik ulama-ulama Hadist baik ulama yang sejaman dengannya maupun ulama salaf membuat sebagaian orang geram pada tingkah lakunya.

Al-Bani dikemudian hari diseret ke meja hijau, karena dianggap melecehkan ulama-ulama hadist melalui ceramah dan tulisan-tulisannya, iapun akhirnya diputuskan bersalah dan dijatuhi hukuman penjara.

Al-Bani selama hidupnya pernah dipenjara dua kali dengan kasus yang hampir serupa. Yaitu tuduhan penghinaan dan penistaan pada ulama-ulama hadist. Meskipun begitu Al-Bani tetap menjadi idola dan guru bagi sebagian orang yang menyukainya. Dan orang-orang yang menyukai gaya pengajaran Al-Bani itu kelak disebut dengan jamaah Salafi-Wahabi yang pemahaman keagamaannya merujuk pada pemahaman Muhamad bin Abdul Wahab dan Ibnu Taymiyah. Melalui jamaah Salafi-Wahabi itulah kehebatan Al-Bani selalu didengung-dengungkan.

Al-Bani Wafat

Setelah menjadi ulama kenamaan dikalangan orang-orang Salafi-Wahabi, kehidupan Al-bani menjadi berubah, beliau dikalangan itu dihormati sebagai Imam Hadist abad 20, juga dihormati sebagai tukang servis jam yang mumpuni. Bahkan beliau juga dijadikan dosen Hadist dibeberapa Universitas baik di Damskus , Madinah dan Yordania.

Pada Tahun 1999, Al-Bani yang sudah sangat sepuh menderita sakit, sehingga mengharuskannya dirawat di rumah sakit, dan akhirnya pada Tanggal 1 Oktober 1999 M dalam usia yang 86 tahun Al-Bani wafat, beliau wafat di Yordania dan dikuburkan juga disana.

Karya-Karya Al-Bani

Al-Bani selama hidupnya banyak menghasilkan karya, akan tetapi tidak semua karya-karyanya itu dibukukan, ada yang masih dalam bentuk naskah, namun diantara karya-karyanya yang paling terkenal diantaranya adalah sebagai berikut:
  1. Tahdziru al-Sajid min Ittikhazi al-Qubur Masajid (Peringatan Bagi Orang yang Menjadikan Kuburan Sebagai Masjid)
  2. Al-Raddu ‘ala al-Ta’qib al-Hasis (Bantahan Terhadap Kitab Ta’qib al-Hasis karya al-Hariri)
  3. Al-Raddu ‘ala Arsyad al-Salafi (Bantahan Terhadap Saudara Arsyad al-Salafi)
  4. Al-Mugni ‘an Hamli al-Asfar,( ta’liq dan takhrij karya Al-Iraqi).
  5. Haqiqatu al-Syiyam (Hakikat Puasa), karya Ibn Taimiyyah yang di takhrij hadis-hadisnya
  6. Hijab al-Mar’ah wa Libasuha fi al-Shalah (Hijab Wanita dalam Salat), karya Ibn Taimiyah yang beliau takhrij, tahqiq, dan ta’liq.
  7. Ayat Bayyinat fi ‘Adami Sama’ al-Amwat ‘ala Madzhab al-Hanafiyah al-Sadat (Dalil-dalil yang Menerangkan Orang Mati Tidak Mendengar Menurut Madzhab Hanafi). Kitab ini adalah karya Al-Alusi yang diteliti dan ditakhrij hadis-hadisnya oleh Al-Bani.

Belum ada Komentar untuk "Mengenal Al-Bani, Ahli Haditsnya Salafi-Wahabi"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel