Tragedi Kucir 1913
Minggu, 22 Desember 2019
Tulis Komentar
Tragedi Kucir 1913 merujuk pada peristiwa pengusiran dan pemotongan paksa kucir etnis Cina oleh sekelompok orang pribumi dari kalangan kaum santri yang berdampak pada perang etnis antara pribumi dan etnis Cina, peristiwa terjadi pada Tahun 1913 hingga 1918 di Cirebon, Indramayu dan Majalengka.
Pecahnya tragedi bedarah yang melibatkan etnis Prbumi dan Cina di Cirebon, Indramayu dan Majalengka pada Tahun 1913 tidak datang tiba-tiba, melainkan telah dirancang secara sistematis dan dilakukan secara masif oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
Tragedi 1913 yang di dalamnya terjadi peristiwa pemotongan Kucir (Kepang) orang-orang Cina di wilayah Cirebon secara paksa tersebut dikisahkan dalam naskah Sedjarah Kuntjit, yaitu suatu naskah yang ditulis oleh Jaka Sari pada Tahun 1918. Penulis merupakan orang yang terlibat langsung dalam tragedi kucir 1913. (Nurhata, 2019: 6-10).
Sikap orang-orang Cina yang semacam demikian itu terjadi semenjak di cabutnya aturan tentang batasan wilayah-wilayah yang boleh dijadikan tempat usaha dan tempat tinggal orang Cina oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada Tahun 1905,pencabutan dilakukan selepas orang-orang Cina melakukan lobi-lobi Politik. Semenjak dicabutnya aturan tersebut usaha dan bisnis orang Cina merambah ke kota-kota Kecil bahkan ke desa-desa yang sebelumnya tidak termasuk ke dalam jangkauan tempat tinggal dan usahanya. (Ongkohkam, 2008: 4-5)
Kondisi semacam itu lambat laun menjadi pemantik kemarahan orang-orang Pribumi, mereka merasa orang-orang Cina sebagai penjajah di kampung halamannya, sebab selain tidak hidup membaur dengan orang-orang kampung karena menganggap golongan diri sebagai etnis yang lebih tinggi status sosialnya dibandingkan pribumi, orang-orang Cina juga dianggap merampas mata pencaharian pribumi.
Kemuakan orang-orang Pribumi pada etnis Cina yang bertumpuk-tumpuk tersebut akhirnya dapat ditumpahkan selepas berdirinya Sarekat Islam (SI) cabang Jawa Barat. Melalui organisasi tersebut orang-orang Pribumi mengadukan masalah yang dihadapi umat untuk segera mendapatkan solusinya.
Di bawah Kendali Raden Goenawan yang juga merupakan tokoh Kharismatik di tubuh Sarekat Islam Jawa Barat, maka di gelar rapat-rapat khusus untuk mendapatkan solusi menghadapi orang-orang Cina yang dianggap sudah keterlaluan.
Pada 1913, rapat besar di gelar di Losari dihadiri oleh kaum santri, ulama dan Bupati, dalam rapat penentuan tersebut dihasilkan keputusan bahwa “ Orang-Orang Cina harus diserang karena mereka adalah penjajah di Pulau Jawa”. (Nurhata, 2019: 13).
Dilatar belakangi rasa muak penduduk Pribumi pada tingkah laku orang-orang Cina serta didorong oleh hasil keputusan pada rapat 1913 yang di gelar di Losari itulah tragedi kucir 1913 akhinya pecah.
Serangan tersebut menjadi berlaut-larut dan memakan korban Jiwa karena etnis Cina tidak mau diusir dari tempat tinggal barunya, dengan berbekal kekayaan serta pesenjataan yang mereka miliki, etnis Cina mampu mengimbangi serangan. Akan tetapi kondisi semacam itu justru membuat kemarahan orang-orang Pribumi semakin menjadi menjadi-jadi, sehingga mereka bertindak lebih brutal dan mengumpulkan masa yang lebih banyak untuk menyerang orang-orang Cina di desa dan kota-kota kecil yang ada di Cirebon, Indramayu dan Majalengka.
Menurut Naskah Sedjarah Kunjit, pengusiran dan serangan pada orang-orang Cina yang dilakukan di Jamblang, Arjawinangun, Plered, Jatiwangi, Celeng, Lelea, Krimun,Jangga, Suakwera, Losarang Kulon dan lain sebagainya dikendalikan oleh Raden Goenawan. Model pengusiran dilakukan dengan cara menyerbu kediaman orang-orang Cina, apabila mereka menyerah, mereka diharuskan memotong kucirnya (Bagi Laki-Laki), akan tetapi apabila melawan maka akan diperangi.
Pada prakteknya pengusiran dan penyerangan pada orang-orang Cina di Cirebon, Indramayu dan Majalengka ada yang berjalan mulus ada juga yang tidak. Bagi etnis Cina yang mempunyai persenjataan dan banyak pengikut mereka memilih mengadakan perlawanan, meskipun pada akhirnya kalah karena dikepung masa.
Ringkasan Tragedi Kucir 1913 dalam artikel ini ditulis sesuai dan merujuk pada jilid naskah yang ada dikurangi artikel awal ini, sehingga ringkasan Tragedi Kucir 1913 yang terdapat pada Jilid 1 kami beri judul Tragedi Kucir 1913 Part II, yang terdapat pada Jilid 2 kami beri judul Tragedi Kucir 1913 Part III, dan yang terdapat pada Jilid 3 kami beri judul Tragedi Kucir 1913 Part IV.
Untuk mengetahui ringkasan Tragedi Kucir 1913 pada Naskah Sedjarah Kunjit Jilid 1 baca pada : Tragedi Kucir 1913 Part II
Pecahnya tragedi bedarah yang melibatkan etnis Prbumi dan Cina di Cirebon, Indramayu dan Majalengka pada Tahun 1913 tidak datang tiba-tiba, melainkan telah dirancang secara sistematis dan dilakukan secara masif oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
Tragedi 1913 yang di dalamnya terjadi peristiwa pemotongan Kucir (Kepang) orang-orang Cina di wilayah Cirebon secara paksa tersebut dikisahkan dalam naskah Sedjarah Kuntjit, yaitu suatu naskah yang ditulis oleh Jaka Sari pada Tahun 1918. Penulis merupakan orang yang terlibat langsung dalam tragedi kucir 1913. (Nurhata, 2019: 6-10).
Latar Belakang Tragedi Kucir 1913
Secara umum, latar belakang pecahnya tragedi kucir pada 1913 adalah karena kemuakan orang-orang Pribumi pada tingkah laku orang-orang Cina kaya di wilayah Cirebon yang sok kuasa, mereka dianggap sombong, tidak mau berbaur dengan penduduk Pribumi dan gemar menentang peraturan pemerintah.Sikap orang-orang Cina yang semacam demikian itu terjadi semenjak di cabutnya aturan tentang batasan wilayah-wilayah yang boleh dijadikan tempat usaha dan tempat tinggal orang Cina oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada Tahun 1905,pencabutan dilakukan selepas orang-orang Cina melakukan lobi-lobi Politik. Semenjak dicabutnya aturan tersebut usaha dan bisnis orang Cina merambah ke kota-kota Kecil bahkan ke desa-desa yang sebelumnya tidak termasuk ke dalam jangkauan tempat tinggal dan usahanya. (Ongkohkam, 2008: 4-5)
Kondisi semacam itu lambat laun menjadi pemantik kemarahan orang-orang Pribumi, mereka merasa orang-orang Cina sebagai penjajah di kampung halamannya, sebab selain tidak hidup membaur dengan orang-orang kampung karena menganggap golongan diri sebagai etnis yang lebih tinggi status sosialnya dibandingkan pribumi, orang-orang Cina juga dianggap merampas mata pencaharian pribumi.
Kemuakan orang-orang Pribumi pada etnis Cina yang bertumpuk-tumpuk tersebut akhirnya dapat ditumpahkan selepas berdirinya Sarekat Islam (SI) cabang Jawa Barat. Melalui organisasi tersebut orang-orang Pribumi mengadukan masalah yang dihadapi umat untuk segera mendapatkan solusinya.
Di bawah Kendali Raden Goenawan yang juga merupakan tokoh Kharismatik di tubuh Sarekat Islam Jawa Barat, maka di gelar rapat-rapat khusus untuk mendapatkan solusi menghadapi orang-orang Cina yang dianggap sudah keterlaluan.
Pada 1913, rapat besar di gelar di Losari dihadiri oleh kaum santri, ulama dan Bupati, dalam rapat penentuan tersebut dihasilkan keputusan bahwa “ Orang-Orang Cina harus diserang karena mereka adalah penjajah di Pulau Jawa”. (Nurhata, 2019: 13).
Dilatar belakangi rasa muak penduduk Pribumi pada tingkah laku orang-orang Cina serta didorong oleh hasil keputusan pada rapat 1913 yang di gelar di Losari itulah tragedi kucir 1913 akhinya pecah.
Jalannya Serangan pada Tragedi Kucir 1913
Serangan pada etnis Cina dibawah kendali Raden Goenawan sebetulnya serangan yang bersifat pengusiran, tujuan utamanya adalah mengusir orang-orang Cina dari wilayah-wilayah kampung atau kota-kota Kecil yang ada di wilayah Cirebon agar mereka kembali ke wilayah-wilayah asal mereka sesuai dengan peraturan Pemerintah Kolonaial Belanda yang sudah berlaku sebelum Tahun 1905.Serangan tersebut menjadi berlaut-larut dan memakan korban Jiwa karena etnis Cina tidak mau diusir dari tempat tinggal barunya, dengan berbekal kekayaan serta pesenjataan yang mereka miliki, etnis Cina mampu mengimbangi serangan. Akan tetapi kondisi semacam itu justru membuat kemarahan orang-orang Pribumi semakin menjadi menjadi-jadi, sehingga mereka bertindak lebih brutal dan mengumpulkan masa yang lebih banyak untuk menyerang orang-orang Cina di desa dan kota-kota kecil yang ada di Cirebon, Indramayu dan Majalengka.
Menurut Naskah Sedjarah Kunjit, pengusiran dan serangan pada orang-orang Cina yang dilakukan di Jamblang, Arjawinangun, Plered, Jatiwangi, Celeng, Lelea, Krimun,Jangga, Suakwera, Losarang Kulon dan lain sebagainya dikendalikan oleh Raden Goenawan. Model pengusiran dilakukan dengan cara menyerbu kediaman orang-orang Cina, apabila mereka menyerah, mereka diharuskan memotong kucirnya (Bagi Laki-Laki), akan tetapi apabila melawan maka akan diperangi.
Pada prakteknya pengusiran dan penyerangan pada orang-orang Cina di Cirebon, Indramayu dan Majalengka ada yang berjalan mulus ada juga yang tidak. Bagi etnis Cina yang mempunyai persenjataan dan banyak pengikut mereka memilih mengadakan perlawanan, meskipun pada akhirnya kalah karena dikepung masa.
Ringkasan Tragedi Kucir 1913 dalam Naskah Sedjarah Kuntjit
Naskah Sedjarah Kuntjit yang selesai di tulis oleh Jaka Sari pada 1918 didalamnya terdiri dari tiga Jilid, masing-masing jilid kisahnya saling berhubungan. Naskah, didalamnya mengishkan tentang awal mula meletusnya Tragedi Kucir pada 1913 hingga akhir tragedi.Ringkasan Tragedi Kucir 1913 dalam artikel ini ditulis sesuai dan merujuk pada jilid naskah yang ada dikurangi artikel awal ini, sehingga ringkasan Tragedi Kucir 1913 yang terdapat pada Jilid 1 kami beri judul Tragedi Kucir 1913 Part II, yang terdapat pada Jilid 2 kami beri judul Tragedi Kucir 1913 Part III, dan yang terdapat pada Jilid 3 kami beri judul Tragedi Kucir 1913 Part IV.
Untuk mengetahui ringkasan Tragedi Kucir 1913 pada Naskah Sedjarah Kunjit Jilid 1 baca pada : Tragedi Kucir 1913 Part II
Belum ada Komentar untuk "Tragedi Kucir 1913 "
Posting Komentar