Sultan Trenggono dan Bedirinya Kesultanan Banjar
Rabu, 18 Desember 2019
Tulis Komentar
Banjar terletak di pulau Kalimantan, berdiri pada Tahun 1526 Masehi dengan penguasa pertamanya Sultan Suriyansyah. Sebelum Tahun 1526 Kesultanan Banjar merupakan bagian dari Kerajaan Negara Daha yang menganut agama Hindu. Berubahnya Banjar menjadi kerajaan Islam berkat usaha Sultan Trenggono dari Demak. Latar belakang Islamisasi Raja dan rakyat Banjar oleh Demak dimulai dari kisah perbutan tahta di Kerajaan Negara Daha.
Pada akhir abad ke 15 Kerajaan Negara Daha diperintah oleh Raja Sukarama, ia mempunyai tiga orang anak yaitu Pangeran Mangkubumi, Pangeran Tumenggung, dan Putri Galuh. Ketika Raja Sukarama merasa ajalnya segera dekat, ia berwasiat agar yang menggantikannya nanti adalah cucunya Raden Samudera, anak dari Pangeran Mangkubumi.
Penunjukan Raden Samudera sebagai Putra Mahkota diam-diam tidak disetujui oleh Pangeran Tumenggung, meskipun demikian ketidak setujuannya itu ia simpan dalam-dalam. Pangeran Tumenggung adalah anak kedua Raja Sukarama yang sangat berambisi menjadi Raja.
Selepas kemangkatan Raja Sukarama, Negara Daha tidak segera melantik Raden Samudera sebagai raja, hal tersebut dikarenakan ia masih berumur 7 tahun, oleh karena itu yang menjadi penguasa pengganti adalah ayahnya, Pangeran Mangkubumi hal tersebut dilakukan karena menunggu kelayakan Raden Samudra untuk diangkat menjadi Raja.
Diam-diam, Pangeran Tumenggung yang berambisi menjadi Raja merencanakan perampasan tahta, ia menghasut para punggawa Istana untuk membenci Pangeran Mangkubhumi, ia membuat desas-desus buruk tentang kakaknya.
Hasutan Pangeran Tumenggung berbuah hasil, banyak pejabat dan para abdi Istana di Kerajaan Negara Daha yang terpengaruh olehnya sehingga Pada suatu ketika Pangeran Mangkubumi akhirnya dibunuh oleh seorang pegawai Istana, pembunuhan Pangeran Mangubumi pada akhirnya mengantarkan Pangeran Tumenggung mencapai ambisinya.
Selepas terbunuhnya Pangeran Mangkubumi, Pangeran Tumenggung akhirnya dilantik menjadi Raja menggantikan kakaknya yang terbunuh. Seiring berjalannya waktu, ketika usia Raden Samudra sudah mencapai usia Baligh, para Pejabat Istana yang memegang teguh wasiat menidang Raja Sukarama mendesak Pangeran Tumenggung untuk mengangkat Raden Samudra menjadi Raja. Akan tetapi desakan tersebut tidak digubrisnya, bahkan para pejabat Istana yang mendesaknya disingkirkan melalui berbagai macam cara-cara licik.
Kian hari, niat busuk Pangeran Tumenggung untuk menguasai tahta tercium oleh para Pejabat Kerajaan, sehingga para pejabat kerajaan yang memegang teguh wasiat Raja Sukarama mengungsikan Raden Samudera dari Istana untuk diselamatkan, karena khawatir akan dibunuh. Selama bertahun-tahun Pangeran Samudera tinggal di pelabuhan Banjar bersama para pejabat Kerajaan yang setia menyamar menjadi nelayan.
Ketika usia Raden Samudera dianggap telah matang, maka Para Pejabat Kerajaan yang mengiringinya menyusun suatu pemberontakan, yang tujuannya mengambil kembali tahta yang telah dirampas. Namun pemberontakan demi pemberontakan yang dilancarkan selalu gagal, meskipun demikian Pelabuhan Banjar berhasil dikuasai.
Pada Tahun 1521, Sultan Trenggono naik tahta, pada masa pemerintahannya Demak berhasil menjadi kekuatan yang sangat besar, bahkan mampu menaklukan Majapahit pada Tahun 1527. Kebesaran Kesultanan Demak terdengar oleh Raden Samudera, sehingga ia akhirnya mengutus Patih Balut untuk meminta bantuan Sultan Trenggono mengembalikan tahta Raden Samudra yang dirampas oleh pamannya.
Permintaan Raden Samudra yang disampaiakan melalui Patih Balut diterima oleh Sultan Trenggono, akan tetapi Demak mengajukan syarat yang harus dipenuhi, syaratnya adalah agar Raden Samudra masuk agama Islam serta apabila nanti tahta telah diperoleh Negara Daha dijadikan sebagai Kesultanan. Syarat yang diajukan Sultan Trenggono rupanya disanggupi oleh Raden Samudra.
Sultan Tenggono mengirimkan sebanyak 1000 Pasukan pilih tanding serta satu orang ulama yang bernama Khatib Dayan untuk mengislamkan Raden Samudra. 1000 pasukan Demak tiba di Banjar dan menjadi pemimpin dari 40.000 pasukan Gabungan Demak-Banjar. Demak dan Banjar menyerbu Ibu Kota Negara Daha, perang diantara keduanya akhirnya meletus dengan dahsyat, sehingga menyebabkan banyak tentara dikedua belah pihak menjadi korban. Di akhir cerita Pangeran Tumenggung akhirnya menyerah dan bersedia menyerahkan tahta kerajaan pada keponakannya.
Pangeran Tumenggung diampuni oleh Raden Samudra ia dibebaskan dari segala hukuman, selepas peristiwa tersebut, segala perlengkapan kerajaan dari Negara Daha dipindahkan ke Banjar. Raden Samudra menyatakan diri masuk Islam serta mengajak seluruh rakyatnya masuk Islam, selain itu Kerajaan Negara Daha diubah dengan menjadi “Kesultanan Banjar” adapun Raden Samudera digelari sebagai Sultan Suriansyah, kala itu dalam melaksanakan pemerintahannya, Kesultanan Banjar menggunakan adat Istiadat Jawa mengikuti tata cara Kesultanan Demak.
Berubahnya Kerajaan Negara yang didirikan oleh Ampu Jatmika menjadi Kesultanan Banjar menandai zaman baru di daerah Banjar dan sekitarnya, Islam menggantikan peradaban Hindu-Budha yang telah ada sebelumnya.
Baca Juga: Misteri Asal-Usul Ampu Jatmika
(2)Saifuddin Zuhri, 1979. Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia. Bandung: Al-Ma’arif
(3)Johannes Jacobus Ras. 1990. Hikayat Banjar; Terjamah: Siti Hawa Salleh. Kaula Lumpur: Dewan Bahasa dan Pendidikan Malaysia
Pada akhir abad ke 15 Kerajaan Negara Daha diperintah oleh Raja Sukarama, ia mempunyai tiga orang anak yaitu Pangeran Mangkubumi, Pangeran Tumenggung, dan Putri Galuh. Ketika Raja Sukarama merasa ajalnya segera dekat, ia berwasiat agar yang menggantikannya nanti adalah cucunya Raden Samudera, anak dari Pangeran Mangkubumi.
Penunjukan Raden Samudera sebagai Putra Mahkota diam-diam tidak disetujui oleh Pangeran Tumenggung, meskipun demikian ketidak setujuannya itu ia simpan dalam-dalam. Pangeran Tumenggung adalah anak kedua Raja Sukarama yang sangat berambisi menjadi Raja.
Selepas kemangkatan Raja Sukarama, Negara Daha tidak segera melantik Raden Samudera sebagai raja, hal tersebut dikarenakan ia masih berumur 7 tahun, oleh karena itu yang menjadi penguasa pengganti adalah ayahnya, Pangeran Mangkubumi hal tersebut dilakukan karena menunggu kelayakan Raden Samudra untuk diangkat menjadi Raja.
Diam-diam, Pangeran Tumenggung yang berambisi menjadi Raja merencanakan perampasan tahta, ia menghasut para punggawa Istana untuk membenci Pangeran Mangkubhumi, ia membuat desas-desus buruk tentang kakaknya.
Hasutan Pangeran Tumenggung berbuah hasil, banyak pejabat dan para abdi Istana di Kerajaan Negara Daha yang terpengaruh olehnya sehingga Pada suatu ketika Pangeran Mangkubumi akhirnya dibunuh oleh seorang pegawai Istana, pembunuhan Pangeran Mangubumi pada akhirnya mengantarkan Pangeran Tumenggung mencapai ambisinya.
Selepas terbunuhnya Pangeran Mangkubumi, Pangeran Tumenggung akhirnya dilantik menjadi Raja menggantikan kakaknya yang terbunuh. Seiring berjalannya waktu, ketika usia Raden Samudra sudah mencapai usia Baligh, para Pejabat Istana yang memegang teguh wasiat menidang Raja Sukarama mendesak Pangeran Tumenggung untuk mengangkat Raden Samudra menjadi Raja. Akan tetapi desakan tersebut tidak digubrisnya, bahkan para pejabat Istana yang mendesaknya disingkirkan melalui berbagai macam cara-cara licik.
Kian hari, niat busuk Pangeran Tumenggung untuk menguasai tahta tercium oleh para Pejabat Kerajaan, sehingga para pejabat kerajaan yang memegang teguh wasiat Raja Sukarama mengungsikan Raden Samudera dari Istana untuk diselamatkan, karena khawatir akan dibunuh. Selama bertahun-tahun Pangeran Samudera tinggal di pelabuhan Banjar bersama para pejabat Kerajaan yang setia menyamar menjadi nelayan.
Ketika usia Raden Samudera dianggap telah matang, maka Para Pejabat Kerajaan yang mengiringinya menyusun suatu pemberontakan, yang tujuannya mengambil kembali tahta yang telah dirampas. Namun pemberontakan demi pemberontakan yang dilancarkan selalu gagal, meskipun demikian Pelabuhan Banjar berhasil dikuasai.
Pada Tahun 1521, Sultan Trenggono naik tahta, pada masa pemerintahannya Demak berhasil menjadi kekuatan yang sangat besar, bahkan mampu menaklukan Majapahit pada Tahun 1527. Kebesaran Kesultanan Demak terdengar oleh Raden Samudera, sehingga ia akhirnya mengutus Patih Balut untuk meminta bantuan Sultan Trenggono mengembalikan tahta Raden Samudra yang dirampas oleh pamannya.
Permintaan Raden Samudra yang disampaiakan melalui Patih Balut diterima oleh Sultan Trenggono, akan tetapi Demak mengajukan syarat yang harus dipenuhi, syaratnya adalah agar Raden Samudra masuk agama Islam serta apabila nanti tahta telah diperoleh Negara Daha dijadikan sebagai Kesultanan. Syarat yang diajukan Sultan Trenggono rupanya disanggupi oleh Raden Samudra.
Sultan Tenggono mengirimkan sebanyak 1000 Pasukan pilih tanding serta satu orang ulama yang bernama Khatib Dayan untuk mengislamkan Raden Samudra. 1000 pasukan Demak tiba di Banjar dan menjadi pemimpin dari 40.000 pasukan Gabungan Demak-Banjar. Demak dan Banjar menyerbu Ibu Kota Negara Daha, perang diantara keduanya akhirnya meletus dengan dahsyat, sehingga menyebabkan banyak tentara dikedua belah pihak menjadi korban. Di akhir cerita Pangeran Tumenggung akhirnya menyerah dan bersedia menyerahkan tahta kerajaan pada keponakannya.
Pangeran Tumenggung diampuni oleh Raden Samudra ia dibebaskan dari segala hukuman, selepas peristiwa tersebut, segala perlengkapan kerajaan dari Negara Daha dipindahkan ke Banjar. Raden Samudra menyatakan diri masuk Islam serta mengajak seluruh rakyatnya masuk Islam, selain itu Kerajaan Negara Daha diubah dengan menjadi “Kesultanan Banjar” adapun Raden Samudera digelari sebagai Sultan Suriansyah, kala itu dalam melaksanakan pemerintahannya, Kesultanan Banjar menggunakan adat Istiadat Jawa mengikuti tata cara Kesultanan Demak.
Berubahnya Kerajaan Negara yang didirikan oleh Ampu Jatmika menjadi Kesultanan Banjar menandai zaman baru di daerah Banjar dan sekitarnya, Islam menggantikan peradaban Hindu-Budha yang telah ada sebelumnya.
Baca Juga: Misteri Asal-Usul Ampu Jatmika
Daftar Pustaka
(1)Badri Yatim. 1997. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Press(2)Saifuddin Zuhri, 1979. Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia. Bandung: Al-Ma’arif
(3)Johannes Jacobus Ras. 1990. Hikayat Banjar; Terjamah: Siti Hawa Salleh. Kaula Lumpur: Dewan Bahasa dan Pendidikan Malaysia
Belum ada Komentar untuk "Sultan Trenggono dan Bedirinya Kesultanan Banjar"
Posting Komentar