Pembaiatan Ali Bin Abu Thalib Menjadi Khalifah
Jumat, 25 Oktober 2019
Tulis Komentar
Pembaitan Ali Bin Abi Thalib menjadi khalifah beragam versi, setidak-tidaknya ada tiga versi mengenai waktu pembaitan Ali menjadi Khalifah.
Versi pertama diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad yang menuturkan bahwa takala khalifah Utsman terbunuh pada hari Jum’at, 18 Djulhijjah 35 H, maka Ali dibai’at oleh penduduk Madinah pada keesokan harinya untuk menjadi khalifah. Yang membai’at beliau adalah Thalhah dan Zubair dan sejumlah sahabat yang tinggal di Madinah. Menurut versi ini Ali di baiat esok hari sabtu selepas peristiwa pembunuhan Ustman di hari Jumat.
Versi kedua diriwayatkan oleh Thabary dengan sanadnya sendiri yang menyatakan bahwa Muhammad bin Hanafiyah mengatakan bahwa saat terjadinya pembunuhan atas diri Ustman, tidak ada ada lagi yang berhak untuk menjadi khalifah selain Ali. Lalu Ali datang ke masjid bersama-sama orang-orang Madinah. (Muhajirin dan Anshar). Ali dibaiat oleh mereka pada hari pembunuhan atas diri Ustman. Dengan demikian menurut versi ini Ali di baiat menjadi khalifah pada hari Jumat atau pada hari pembuhuhan Utsman.
Versi ketiga masih datang dari Thabary yang menyatakan bahwa Ali dibaiat pada hari ke-5 setelah wafatnya Ustman. Ali di baiat oleh penduduk di seluruh pelosok negeri termasuk wilayah Madinah dan Mesir, kecuali penduduk Syam, karena mereka dengan pimpinan Muawiyah bin Abu Sufyan, melakukan penuntutan penyelesaian atas pembunuhan khalifah Ustman lebih dulu sebelum memberikan baiat. Dengan demikian menurut versi ini Ali di baiat pada hari selasa selepas terbunuhnya Utsman.
Pada umumnya pembaitan Ali menjadi Khalifah berjalan lancer, menurut Thalhah dan Zubair, bahwa mereka berdua juga telah membaiat Ali baik secara sukarela ataupun terpaksa. Sedangkan mereka termasuk panitia enam yang dibentuk oleh khalifah Umar ketika pemilihan Ustman sebagai khalifah.
Dengan demikian pengangkatan imam atau khalifah hanya dapat dilakukan berdasarkan baiat ummat atau oleh wakil-wakil yang duduk di lembaga Ahlul halli wal ‘Aqdi dan kemudian memperoleh persetujuan ummat terhadap orang yang dibaiat.
Penunjukkan seseorang oleh khlaifah sebelumnya adalah hanya bersifat pencalonan. Seseorang akan sah menjadi khalifah bila mendapatkan baiat dari ummat. Hak pencalonan ini dimiliki oleh khalifah yang sedang berkuasa sebagaimana juga dimiliki oleh setiap orang Islam seperti pencalonan Abu Bakar sebagai khalifah oleh Umar Bin Khathab dan Abu Ubaidah bin Jarrah, kemudian baru dibaiat oleh ummat.
Demikian juga pencalonan Umar sebagai khalifah oleh Abu Bakar baru dibaiat oleh ummat. Begitu pula pencalonan Utsman sebagai khalifah oleh Abdurrahman bin ‘Auf lalu diikuti oleh bai’at ummat dan pencalonan Ali sebagai khalifah oleh Abbas bin Abdul Muthalib baru diikuti oleh baiat atau persetujuan oleh ummat yang lain.
Versi pertama diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad yang menuturkan bahwa takala khalifah Utsman terbunuh pada hari Jum’at, 18 Djulhijjah 35 H, maka Ali dibai’at oleh penduduk Madinah pada keesokan harinya untuk menjadi khalifah. Yang membai’at beliau adalah Thalhah dan Zubair dan sejumlah sahabat yang tinggal di Madinah. Menurut versi ini Ali di baiat esok hari sabtu selepas peristiwa pembunuhan Ustman di hari Jumat.
Versi kedua diriwayatkan oleh Thabary dengan sanadnya sendiri yang menyatakan bahwa Muhammad bin Hanafiyah mengatakan bahwa saat terjadinya pembunuhan atas diri Ustman, tidak ada ada lagi yang berhak untuk menjadi khalifah selain Ali. Lalu Ali datang ke masjid bersama-sama orang-orang Madinah. (Muhajirin dan Anshar). Ali dibaiat oleh mereka pada hari pembunuhan atas diri Ustman. Dengan demikian menurut versi ini Ali di baiat menjadi khalifah pada hari Jumat atau pada hari pembuhuhan Utsman.
Pada umumnya pembaitan Ali menjadi Khalifah berjalan lancer, menurut Thalhah dan Zubair, bahwa mereka berdua juga telah membaiat Ali baik secara sukarela ataupun terpaksa. Sedangkan mereka termasuk panitia enam yang dibentuk oleh khalifah Umar ketika pemilihan Ustman sebagai khalifah.
Dengan demikian pengangkatan imam atau khalifah hanya dapat dilakukan berdasarkan baiat ummat atau oleh wakil-wakil yang duduk di lembaga Ahlul halli wal ‘Aqdi dan kemudian memperoleh persetujuan ummat terhadap orang yang dibaiat.
Penunjukkan seseorang oleh khlaifah sebelumnya adalah hanya bersifat pencalonan. Seseorang akan sah menjadi khalifah bila mendapatkan baiat dari ummat. Hak pencalonan ini dimiliki oleh khalifah yang sedang berkuasa sebagaimana juga dimiliki oleh setiap orang Islam seperti pencalonan Abu Bakar sebagai khalifah oleh Umar Bin Khathab dan Abu Ubaidah bin Jarrah, kemudian baru dibaiat oleh ummat.
Demikian juga pencalonan Umar sebagai khalifah oleh Abu Bakar baru dibaiat oleh ummat. Begitu pula pencalonan Utsman sebagai khalifah oleh Abdurrahman bin ‘Auf lalu diikuti oleh bai’at ummat dan pencalonan Ali sebagai khalifah oleh Abbas bin Abdul Muthalib baru diikuti oleh baiat atau persetujuan oleh ummat yang lain.
Belum ada Komentar untuk "Pembaiatan Ali Bin Abu Thalib Menjadi Khalifah"
Posting Komentar