Sabung Ayam Tabuh Rah Tradisi Bali Berbalut Religi

Pelaksanaan Sabung Ayam dalam ritual Tabuh Rah sudah di adakan di Bali sejak lama, dalam catatan Clifford Geertz (1980) disebutkan bahwa pada abad ke 19 para Raja di Bali biasa mengadakan acara Sabung Ayam sebagai penjawantahan dan implementasi ritual Tabu Rah, yaitu mempersembahkan percikan darah kepada Bhuta dan Kali.

Memahami hal itu maka sabung Ayam di Bali bukan hanya sekedar tontonan yang berunsur Tajen (Judi) semata, tapi sebagai tradisi dalam religi dimana didalamnya mengandung unsur persembahan darah kepada tiga Bhucari, yaitu Dhurga Bhucari, Kale Bhucari, dan Bhuta Bhucari, tujuannya agar bhumi yang ditinggali manusia menjadi seimbang tanpa gangguan mahluk astral yang jahat, dalam pemaknaan seperti ini Sabung Ayam tidak lagi dianggap kejahatan, akan tetapi sebagai persembahan.

Pada prinsipnya tabuh rah secara bahasa berasal dari kata majemuk “tabuh” dan “rah”. Tabuh sama artinya dengan tabur atau menabur, sedangkan Rah artinya darah, jadi tabuh rah berarti menaburkan darah.

Tabuh rah merupakan ritual keagamaan (yadnya) yang ditandai dengan taburan darah binatang sebagai pemberian persembahan kepada Bhuta dan Kala (makhluk gaib yang sifatnya merusak) agar mereka tidak mengganggu umat manusia.

Tabuh Rah biasanya dilakukan dengan beberapa cara dan selalu berhubungan dengan upacara bhuta yajna atau yang biasa disebut dengan mecaru (membuat upacara korban). Bhuta yajna sering dilakukan dengan cara mecaru karena makna dari upacara bhuta yajna adalah mengharmoniskan unsur-unsur Panca Maha Bhuta di Bhuana Agung dan Bhuana Alit (Ginarsa, dalam Mertha, 2010: 14)
Reelief Sabung Ayam di Dalem Poerwatempel Bangli 1947 
Unsur-unsur Panca Maha Bhuta merupakan lima unsur yang menyusun alam semesta, seperti pertiwi, apah, teja, bayu, dan akasa/ether.

Pertiwi adalah sesuatu di sekitar kita yang mewujud, berbentuk, dan dapat dirasakan, seperti besi, logam, kayu, dan lain sebagainya. Biasanya pertiwi lebih dikenal dengan tanah.

Apah adalah segala sesuatu yang lentur, mengalir, fleksibel, luwes, mendinginkan, dan tidak memiliki bentuk yang kokoh. Secara nyata wujud apah adalah elemen air.

Teja merupakan elemen api, yang dapat menghasilkan panas dan cahaya.

Bayu merupakan sesuatu yang menaungi atau melingkupi jagat raya. Bentuk dari elemen bayu adalah angin yang melingkupi bumi.

Sementara Akasa/ether merupakan unsur ruang kosong, dengan kata lain alam tempat tinggal seluruh makhluk hidup.

Tabuh Rah dilaksanakan dengan perantara hewan yang berhubungan erat dengan kehidupan manusia, seperti bebek, kerbau, ayam, dan masih banyak lagi. Media yang sering digunakan dalam ritual tabuh rah adalah ayam (ayam jantan), karena ayam memiliki bermacam-macam warna, baik yang memiliki satu macam warna maupun warna campuran. Begitu juga dengan bhuta dan kala memiliki warna yang dapat disimbolkan dengan berbagai warna ayam (Hidayat, 2011: 30).

Ayam yang dipilih tidak sembarangan, harus sesuai dengan caru panca sata, yaitu upacara korban yang memiliki lima warna ayam yang masing-masing berwarna putih, merah, siungan yaitu ayam putih yang paruh dan kakinya berwarna kuning seperti burung siung, kemudian yang berwarna hitam, dan berwarna brumbun, yaitu ayam yang warna bulunya campuran, yaitu percampuran warna putih, merah, kuning, hijau, dan hitam.

Ayam yang telah dipilih sesuai dengan warnanya (melambangkan bhuta dan kala), yaitu bhuta putih yang bersemayan di Timur, diberi suguhan korban ayam yang bulunya berwarna putih, bhuta bang (merah) yang bersemayam di barat diberi suguhan korban ayam yang bulunya berwarna hitam, dan bhuta manca warna yang bersemayam di tengah-tengah diberi suguhan korban ayam berwarna brumbun (Mertha, 2010:17).

Pada mulanya ritual tabuh rah menggunakan darah manusia, namun lambat laun berubah menggunakan darah binatang seiring kedewasaan manusia Bali, sebab mengorbankan darah manusia tentu tidak sesuai dengan prikemanusiaan.

Darah manusia pada mulanya dipersembahkan kepada dunia gaib atau kekuatan besar dari alam yang dianggap sebagai roh. Selain digunakan sebagai persembahan, darah dianggap sebagai penebusan dosa dan dapat mempererat hubungan antara manusia dengan alam semesta yang merupakan salah satu hubungan dalam Tri Hita Karana.

Tabuh Rah umumnya diadakan di tempat pencaruan berlangsung dan dalam pelaksanaannya dilakukan dengan cara perang sata (adu tanding). Namun yang perlu diperhatikan dalam ritual tabuh rah bahwa perang tersebut hanya dilakukan tiga seet (tiga kali pertandingan), tidak boleh lebih dari itu.

Maksud dilakukannya tiga pertandinagn adalah agar darah yang jatuh ke pertiwi (tanah) hanya sebanyak tiga kali. Darah yang menetes tersebut dihaturkan pada tiga bhucari, yaitu darah yang pertama dipersembahkan pada Dhurga Bhucari, percikan darah yang kedua dipersembahkan pada Kale Bhucari, dan percikan darah yang terakhir dipersembahkan pada Bhuta Bhucari (Widyana, 2013: 51).

Ritual tabuh rah dapat dilakukan dengan berbagai hal, salah satunya dengan cara sabung ayam. Dalam sabung ayam ini dikatakan sah apabila salah satu dari ayam jago yang disabungkan darahnya menetes ke pertiwi (bhumi) sebab untuk itulah Sabung ayam dilaksanakan.

Cara melaksanakan perang sata (adu tanding) adalah menghadapkan dua ayam jago yang memenui syarat persembahan, kemudian dipasangkan alat berbentuk pisau kecil (taji) yang diikat dengan benang dan diletakan di kaki ayam, setelah itu keduanya baru boleh disabungkan.
Taji Sabung Ayam
Sebelum benar-benar dilepaskan di arena, kedua ayam dihadap-hadapkan terlebih dahulu tujuannya agar keuda ayam tersebut memuncak amarahnya sehingga ingin bertarung. Setelah kedua ayam terlihat marah barulah keduanya disabungkan di arena. Taji yang dipasang pada ayam berfungsi sebagai alat yang dapat mempercepat ayam berdarah-darah sehingga percikan darahnya dapat dijadikan persembahan.

Begitulah Sabung Ayam dalam ritual Tabuh Rah di Bali, jelas berbalut religi, meskipun demikian sebenarnya tabuh rah dengan menggunakan media ayam dapat dilakukan dengan cara sederhana yaitu menyembelih ayam yang akan diperuntukan untuk persembahkan sehingga darahnya kemudian tertumpah ke Pertwi (bhumi), akan tetapi cara ini mungkin dianggap kurang memberikan hiburan sehingga kurang diminati, lagipun jika dilakukan dengan cara ini unsur romantisme  dalam tradisi berbalut religi-nya dianggap kurang berkesan. 

Belum ada Komentar untuk "Sabung Ayam Tabuh Rah Tradisi Bali Berbalut Religi"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel