Agama Suku Baduy dan Asal-Usulnya
Selasa, 11 Desember 2018
Tulis Komentar
Agama Suku Baduy, suku yang penyebarannya berada di Provinsi Banten ini rupanya berbeda dari agama resmi kerajaan Pajajaran (Hindu-Budha), kenyataan inilah yang membantah teori yang menyatakan bahwa asal-usul Suku Baduy adalah para pejabat pelarian Kerajaan Hindu-Budha Pajajaran sewaktu ditaklukan Kesultanan Banten.
Selain tertolak karena hal itu, Para Pemangku adat Baduy Dalam maupun Baduy Luar juga marah besar ketika dinyatakan sebagai keturunan pelarian Pajajaran, bahkan mereka menantang pada pencetus teori itu untuk membuktikan kebenarannya, mereka lebih yakin dengan petuah dari para pendahulunya menganai asal-usul mereka sendiri, mereka menegaskan bahwa mereka tidak ada sangkut pautnya dengan Kerajaan Pajajaran.
Setidak-tidaknya ada tiga pendapat yang berkembang seputar asal-usul dari Suku Baduy, pendapat-pendapat itu dua datang dari anggapan orang-orang non baduy, sementara pendapat satunya datang dari pendapat orang Baduy sendiri.
Pendapat pertama, menyatakan bahwa “pada awalnya masyarakat Baduy merupakan kelompok masyarakat yang berasal dari para punggawa Kerajaan Pajajaran (sekitar abad XVI) yang melarikan diri dari kerajaan, karena masuknya agama Islam ke wilayah Banten melalui pantai utara Cirebon. Mereka melarikan diri ke wilayah Banten Selatan, tepatnya di Pegunungan Kendeng[1]”.
Pendapat kedua, menyatakan bahwa “Suku Baduy berasal dari kelompok masyarakat pengungsi yang terdesak oleh gerakan perluasan Islam dan peng-Islaman dari Kesultanan Banten. mereka menganut agama Hindu-Budha yang semula menetap di sekitar Gunung Pulosari (Kabupaten Pandenglang) yang berhasil ditundukan oleh Kesultanan Banten. sebagian diantaranya berhasil melarikan diri ke arah selatan dan membuka pemukiman baru di tempat pengungsian mereka yang pada perkembangannya sekarang dikenal dengan nama 'Suku Baduy'[2]”
Sementara pendapat ketiga, yaitu pendapat yang berasal dari orang Baduy sendiri dijabarkan dalam buku yang berjudul “Saatnya Baduy Bicara”, dalam buku itu dijelaskan menganai jawaban seorang Wakil Jaro Tangtu[3] (Wakil Kepala Adat suku Baduy Dalam) mengenai asal-usulnya, katanya[4];
"Sesuai dengan sejarah yang ada di kami (Baduy) dan sudah terbukti keberadaannya, kami (kesukuan Baduy) adalah masyarakat keturunan yang diberi tugas dan amanat langsung dari Adam Tunggal sebagai utusan dari sangpencipta untuk meneguhkan mempatuhkan wiwitan sesuai dengan hasil musyawarah awal waktu alam semesta ini yang disebut alam dunia".
Selain itu Wakil Jaro Tangtu Baduy Dalam itu juga menyatakan bahwa;
“Kami tidak habis pikir terhadap cerita yang menganggap bahwa kami ini berasal dari keturunan masyarakat pelarian atau pengungsi dari Kerajaan Kesultanan Banten Lama. Anggapan itu sama saja dengan merendahkan harkat dan martabat kesukuan kami sebab masyarakat pelarian mengandung arti salah satu masyarakat yang dianggap punya kesalahan, atau masyarakat yang pekerjaannya melawan atau masyarakat yang sudah tidak berguna atau tidak terpakai oleh masyarakat lainnya. Terkadang kami ingin sakali meminta satu pembuktian kepada yang menyebut atau yang berpendapat bahwa kami ini keturunan masyarakat pelarian. Mana dan dimana bukti itu berada?”
Memahami ketiga pendapat seputar asal-usul orang Baduy sebagaimana dipaparkan di atas, perbedaan rupanya sangat jelas sekali, jika pendapat orang Non Baduy menganggap mereka keturunan pelarian Pajajaran maka orang Baduy sendiri menolaknya dengan keras, penolakan tersebut mereka dasarkan pada sejarah yang disampaikan leluhurnya dari mulut ke mulut.
Sementara itu, mengnai Agama yang dianut orang Baduy sebagaimana terlihat dari pengamalannya, mereka mengenaut sistem kepercayaan menyembah Batara Tunggal, oleh orang Baduy Batara Tunggal tak boleh diberi nama, tak boleh disebut, tak boleh diceritakan karena tak dapat dibanding-bandingkan dengan benda yang dapat diraba, dan dapat dilihat. Kejadian dari hal tersebut, mereka tak boleh bercipta, berangan-angan membayangkan sesuatu yang ada di dunia ini[5], itulah kepercayaan ketuhanan mereka.
Jika dalam ranah ketuhanan mereka bertuhankan satu “dzat” yang tak boleh diberi nama dan disama-samakan, maka dalam hal penamaan agama, mereka menamakan agamanya dengan sebutan “Agama Slam Sunda Wiwitan”, oleh karena itu, sama halnya dengan kepercayaan-kepercayaan yang lain, ajaran Slam Sunda Wiwitan Juga memiliki konsep ketuhanan, ajaran keagamaan dan ritual atau upacara adat keagamaan sendiri[6].
Orang Baduy beranggapan bahwa agama yang mereka anut merupakan warisan dari manusia pertama dimuka bumi, mereka menyebutnya Adam Tunggal, dari sang Adam tunggal itullah mereka ditugaskan untuk menjaga kelestarian kampung dan tempat mereka tinggal.
Memahami dari konsep agama dan asal-usul orang baduy sebagaimana yang dipaparkan para pemangku adatnya dapatlah dimengerti bahwa orang Baduy rupanya para penganut Agama Tauhid Kuno, agama itu mereka warisi dari orang yang mereka sebut Adam Tunggal’.
Catatan Kaki
[1] Lihat dalam Nina H. Lubis, Sejarah Kabupaten Lebak, hlm . 106
[2] Lihat dalam Suhada, Masyarakat Baduy dalam Rentang Sejarah, (Banten: Dinas Pendidikan Provinsi Banten, 2003), hlm. 44
[3] Jero Tangtu yang dimaksud adalahseorang tokoh Baduy Dalam yang biasa dipanggil Ayah Mursid
[4]Lihat dalam Asep Kurnia & Ahmad Sihabudin, Saatnya Baduy Bicara, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm 22-23
[5] Baca dalam Suria Saputra, Naskah Mengenai Baduy (Bandung, 1998), hlm. XI-6
[6] Baca dalam Asep Kurnia & Ahmad Sihabudin, Saatnya Baduy Bicara, hlm. 23-24
Selain tertolak karena hal itu, Para Pemangku adat Baduy Dalam maupun Baduy Luar juga marah besar ketika dinyatakan sebagai keturunan pelarian Pajajaran, bahkan mereka menantang pada pencetus teori itu untuk membuktikan kebenarannya, mereka lebih yakin dengan petuah dari para pendahulunya menganai asal-usul mereka sendiri, mereka menegaskan bahwa mereka tidak ada sangkut pautnya dengan Kerajaan Pajajaran.
Foto Suku Baduy Dalam dan Luar |
Pendapat pertama, menyatakan bahwa “pada awalnya masyarakat Baduy merupakan kelompok masyarakat yang berasal dari para punggawa Kerajaan Pajajaran (sekitar abad XVI) yang melarikan diri dari kerajaan, karena masuknya agama Islam ke wilayah Banten melalui pantai utara Cirebon. Mereka melarikan diri ke wilayah Banten Selatan, tepatnya di Pegunungan Kendeng[1]”.
Pendapat kedua, menyatakan bahwa “Suku Baduy berasal dari kelompok masyarakat pengungsi yang terdesak oleh gerakan perluasan Islam dan peng-Islaman dari Kesultanan Banten. mereka menganut agama Hindu-Budha yang semula menetap di sekitar Gunung Pulosari (Kabupaten Pandenglang) yang berhasil ditundukan oleh Kesultanan Banten. sebagian diantaranya berhasil melarikan diri ke arah selatan dan membuka pemukiman baru di tempat pengungsian mereka yang pada perkembangannya sekarang dikenal dengan nama 'Suku Baduy'[2]”
Sementara pendapat ketiga, yaitu pendapat yang berasal dari orang Baduy sendiri dijabarkan dalam buku yang berjudul “Saatnya Baduy Bicara”, dalam buku itu dijelaskan menganai jawaban seorang Wakil Jaro Tangtu[3] (Wakil Kepala Adat suku Baduy Dalam) mengenai asal-usulnya, katanya[4];
"Sesuai dengan sejarah yang ada di kami (Baduy) dan sudah terbukti keberadaannya, kami (kesukuan Baduy) adalah masyarakat keturunan yang diberi tugas dan amanat langsung dari Adam Tunggal sebagai utusan dari sangpencipta untuk meneguhkan mempatuhkan wiwitan sesuai dengan hasil musyawarah awal waktu alam semesta ini yang disebut alam dunia".
Selain itu Wakil Jaro Tangtu Baduy Dalam itu juga menyatakan bahwa;
“Kami tidak habis pikir terhadap cerita yang menganggap bahwa kami ini berasal dari keturunan masyarakat pelarian atau pengungsi dari Kerajaan Kesultanan Banten Lama. Anggapan itu sama saja dengan merendahkan harkat dan martabat kesukuan kami sebab masyarakat pelarian mengandung arti salah satu masyarakat yang dianggap punya kesalahan, atau masyarakat yang pekerjaannya melawan atau masyarakat yang sudah tidak berguna atau tidak terpakai oleh masyarakat lainnya. Terkadang kami ingin sakali meminta satu pembuktian kepada yang menyebut atau yang berpendapat bahwa kami ini keturunan masyarakat pelarian. Mana dan dimana bukti itu berada?”
Memahami ketiga pendapat seputar asal-usul orang Baduy sebagaimana dipaparkan di atas, perbedaan rupanya sangat jelas sekali, jika pendapat orang Non Baduy menganggap mereka keturunan pelarian Pajajaran maka orang Baduy sendiri menolaknya dengan keras, penolakan tersebut mereka dasarkan pada sejarah yang disampaikan leluhurnya dari mulut ke mulut.
Sementara itu, mengnai Agama yang dianut orang Baduy sebagaimana terlihat dari pengamalannya, mereka mengenaut sistem kepercayaan menyembah Batara Tunggal, oleh orang Baduy Batara Tunggal tak boleh diberi nama, tak boleh disebut, tak boleh diceritakan karena tak dapat dibanding-bandingkan dengan benda yang dapat diraba, dan dapat dilihat. Kejadian dari hal tersebut, mereka tak boleh bercipta, berangan-angan membayangkan sesuatu yang ada di dunia ini[5], itulah kepercayaan ketuhanan mereka.
Jika dalam ranah ketuhanan mereka bertuhankan satu “dzat” yang tak boleh diberi nama dan disama-samakan, maka dalam hal penamaan agama, mereka menamakan agamanya dengan sebutan “Agama Slam Sunda Wiwitan”, oleh karena itu, sama halnya dengan kepercayaan-kepercayaan yang lain, ajaran Slam Sunda Wiwitan Juga memiliki konsep ketuhanan, ajaran keagamaan dan ritual atau upacara adat keagamaan sendiri[6].
Orang Baduy beranggapan bahwa agama yang mereka anut merupakan warisan dari manusia pertama dimuka bumi, mereka menyebutnya Adam Tunggal, dari sang Adam tunggal itullah mereka ditugaskan untuk menjaga kelestarian kampung dan tempat mereka tinggal.
Memahami dari konsep agama dan asal-usul orang baduy sebagaimana yang dipaparkan para pemangku adatnya dapatlah dimengerti bahwa orang Baduy rupanya para penganut Agama Tauhid Kuno, agama itu mereka warisi dari orang yang mereka sebut Adam Tunggal’.
Catatan Kaki
[1] Lihat dalam Nina H. Lubis, Sejarah Kabupaten Lebak, hlm . 106
[2] Lihat dalam Suhada, Masyarakat Baduy dalam Rentang Sejarah, (Banten: Dinas Pendidikan Provinsi Banten, 2003), hlm. 44
[3] Jero Tangtu yang dimaksud adalahseorang tokoh Baduy Dalam yang biasa dipanggil Ayah Mursid
[4]Lihat dalam Asep Kurnia & Ahmad Sihabudin, Saatnya Baduy Bicara, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm 22-23
[5] Baca dalam Suria Saputra, Naskah Mengenai Baduy (Bandung, 1998), hlm. XI-6
[6] Baca dalam Asep Kurnia & Ahmad Sihabudin, Saatnya Baduy Bicara, hlm. 23-24
Belum ada Komentar untuk "Agama Suku Baduy dan Asal-Usulnya"
Posting Komentar