Hukuman Bagi Pelakor Pada Masa Kompeni Belanda

Pelakor atau perebut suami atau istri orang atau boleh juga disebut pezinah rupanya pada masa pemerintahan Kompeni Belanda (VOC) mendapatkan perhatian serius.  Pelakor pada masa ini dianggap penjahat kelas kakap,  hukuman bagi siapa saja yang melakukan jenis kejahatan ini sangat berat bahkan cenderung sadis.

Rekaman mengenai kesadisan hukuman bagi pelakor pada masa itu tergambar dari catatan peristiwa dieksukusinya Catrina Casembroot dan Annika da Silva karena melakukan kejahatan itu. Sejarah mengenai kisah ini dapat ditemui pada buku terjamahan Karya Leonard Bluse yang berjudul “Persekutuan Aneh”. Tepatnya pada halaman 312-313 cetakan 2004.

Catrina Casembroot adalah janda bohay mendiang Nicholaes Casembroot yang tinggal di Batavia (Sekarang Jakarta).  Selepas ditinggal mati suaminya, Catrina menjadi liar, ia menjadi pemburu laki-laki beristri.

Catrina Casembroot meskipun memiliki nama Belanda ia sebenarnya berdarah Asia, sementara suaminya Nicholaes Casembroot merupakan orang Eropa asli yang pada masa hidupnya menjadi pengusaha perdagangan mar-dijiker (Jual Beli Budak).

Pada tahun 1639 pengadilan kompeni Belanda menyeret Catrina Casembroot ke meja persidangan setelah dilaporkan melakukan kejahatan perzinahan. Ia dituduh merebut beberapa suami orang dan melakukan perzinahan dengan beberapa laki-laki.

Dalam menjalankan aksinya sebagai Pelakor, Catrina juga dituduh menggunakan guna-guna dan sihir, bahkan melalui guna-guna dan sihir yang ia gunakan itu seorang perempuan bernama Grietgen Barthomeleus istri dari laki-laki yang  ia kencani tewas.

Selain kasus hukum yang membelit Catrinna, ada juga kasus lain yang tercataat dalam sejarah Kolonial Belanda, yaitu kasus hukum yang menimpa Annika da Silva, tidak berbeda dengan Catrina, Annika juga rupanya melakukan kegiatan Pelakoran, meskipun demikian wanita yang satu ini dikisahkan memiliki suami.

Annika diseret kepengadilan dengan tuduhan berzinah dengan beberapa laki-laki beristri dan juga dituduh melakukan sihir dan guna-guna untuk menjalankan aksinya, yang lebih mencengangkannya lagi adalah ia juga dituduh berusaha meracuni suaminya sendiri.

Setelah melalui proses pengadilan yang panjang, akhirnya pemerintah Kompeni Belanda kemudian menjatuhi mereka dengan hukuman yang berlaku saat itu, yaitu “Dibenamkan dalam tong air atau diikat dalam tiang kemudian dicekik sampai mati”.  Begitulah gambaran betapa sadinya hukuman bagi para pelakor dizaman itu.

Keraskanya hukuman bagi para pelaku perbuatan asusila sebanarnya bukan hanya ditetapkan untuk kasus-kasus perselinguhan saja, bahkan meskipun suka sama suka, apabila keduanya melakukan perzinahan atau bermesrah-mesrahan bukan suami istri ditempat umum maka hukumnya sangat berat, hal tersebut tergambar dari kasus lain yang terjadi sebelumnya di Batavia.

 Kasus itu adalah kasus mesum antara Sara Specx dan kekasih Hidung Belangnya Pitter Jacobzoon yang dilakukan didalam lingkungan Kastil  Batavia. Pitter Jacobzoon tewas mengerikan dipancung di alun-alun Batavia, sementara Sara yang kala  itu baru berusia 12 tahun dihukum tidak kalah Sadisnya.

Untuk mengetahui kisah Sara dan Pitter Jacobzoon dapat anda baca dalam artikel kami selanjutnya yang berjudul “Munculnya Istilah Si Hidung Belang  Pada Skandal Mesum Batavia 1629

Belum ada Komentar untuk "Hukuman Bagi Pelakor Pada Masa Kompeni Belanda"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel