Profil Sunan Gunung Jati
Kamis, 23 Maret 2017
Tulis Komentar
Menurut sumber-sumber tradisi, Syarif Hidayatullah adalah putera Nyai Lara Santang dari hasil pernikahannya den gan Sultan Mahmud (Syarif Abdullah). Nyai Lara Santang adalah anak Ki Gedeng Tapa. Ia dilahirkan tahun 1404 Masehi dan nikah pada tahun 1422 Masehi.
Nyai Lara Santang sendiri lahir tahun 1426 Masehi. Di atas disebutkan bahwa Cakrabuawana beserta adiknya yang bernama Nyai Lara Santang pergi berguru kepadaSyakh Datuk Kahfi yang sudah bermukim dan mendirikan perguruan agama Islam di Bukit Amparan Jati. Atas saran Syekh Datuk Kahfi, Cakrabuwana beseta Nyai LaraSantang pergi menunaikan ibadah haji. Setelah melaksanakan ibadah haji, Cakrabuwana mendapat gelar Syekh Duliman atau Abdullah Iman,sedangkan Nyai Lara Santang mendapat gelar Syarifah Mudaim (Atja,1972:48-49).
Diceritakan bahwa Syarifah Mudaim ketika masih di Makkah dinikahi oleh Sultan Mahmud atau Syarif Abdullah. Ia adalah anak dari Nurul Amin dari wangsa Hasyim yang nikah dengan puteri Mesir. Hasil dari pernikahan Syaifah Mudaim dengan Sultan Mahmud ini lahirlah Syarif Hidayat. Syarif Hidayat lahir di Makkah pada tahun 1448 Masehi.
Setelah dewasa, Syarif Hidayat kembalke tanah leluhur ibunya, Tanah Sunda. Dalam perjalanan pulang dari Mesir ke Tanah Sunda, Syarif Hidayat singgah di beberapa tempat, yaitu Gujarat, Pasai, Banten, dan Gresik.
Tempat-tempat ini terkenal sebagai pusat penyebaran agama Islam di Indonesia. Ketika singgah di Pasai, Syarif Hidayat bermukim agak lama. Ia berguru kepada Syekh Ishak, ayah Sunan Giri. Ketika singgah di Banten didapatkannya di daerah itu sudah ada yang menganut Islam berkat upaya dakwahSunan Ngampel. Dari Banten Syarif Hidayat pergi ke Ampel Denta (Gresik) untuk menemui Syekh Rahmat (Sunan Ngampel) yang sudah terkenal sebagai guru agama Islam di Pulau Jawa (Ekadjati, 1975: 92).
Sunan Ngampel, sebagai pemimpin Islam di Pulau Jawa, memberi tugas kepada Syarif Hidayat untuk menjadi guru agamadan menyebarkan Islam di Bukit Sembung (Cirebon). Memenuhi perintah Sunan Ngampel tersebut, Syarif Hidayat pergi ke Cirebon dan tiba di sana tahun 1470 Masehi. Sejak itu beliau mendapat gelar Maulana Jati atau Syekh Jati.
Pada tahun 1479 Masehi Syarif Hidayat diangkat menjadi Tumenggung di Cirebon dan mendapat gelar Susuhunan Jati. Selain sebagai pemimpin pemerintahan, Susuhunan Jati mendapat tugas dari para wali untuk menjadi pemimpin agama Islam di Cirebon. Cirebon pun ditetapkan sebagai pusat penyebaran Islam di Tanah Sunda.
Pada tahun 1526 Masehi, Susuhunan Jati berkeliling ke seluruh Tanah Sunda untuk menyebarkan agama Islam. Karena kesibukan Susuhunan Jati menyebarkan Agama Islam, kedudukan beliau sebagai penguasa negeri Cirebon diwakilkan kepada puteranya yang bernama Pangeran Pasarean. Pada tahun 1552 Pangeran Pasarean meninggal dunia. Kemudian penguasa negeri Cirebon diserahkan kepada Fadhilah Khan pada tahun 1552 Masehi. Menurut naskah Carita Purwaka Caruban Nagari, Fadhilah Khan adalah menantu Susuhunan Jati sendiri. Fadhilah Khan berkuasa di Cirebon hingga tahun 1570.
Dengan demikian, bila riwayat hidup Syarif Hidayat diringkaskan, maka dapat diuraikan sebagai berikut: berkait dengan nama,diperoleh sejumlah nama yang menunjukkan orang yang sama yaitu Sunan Gunung Jati, Susuhunan Jati, Syarif Hidayat, Syarif Hidayatullah, Makhdum Jati, dan Sayyid Kamil. Syarif Hidayat lahir di Mekkah tahun 1448 Masehi, meninggal di Cirebon tahun 1568 Masehi. Antara tahun 1479 –1568 Syarif Hidayat memegang kekuasaan di Cirebon sebagai kepala negara dan kepala agama dengan luaswilayah meliputi hampir seluruh Tanah Sunda bagian utara. Akan tetapi sejak 1528–1552 kekuasaan kenegaraan diwakilkan kepada puteranya, Pangeran Pasarean; dan setelah puteranya wafat dari tahun 1552 hingga 1570 kekuasaan diwakilkan kepada Fadhilah Khan (Ekadjjati, 1975: 97).
Belum ada Komentar untuk "Profil Sunan Gunung Jati"
Posting Komentar