Sanksi Pemalsuan Uang Rupiah
Rabu, 15 Januari 2020
Tulis Komentar
Segala tindak kejahatan termasuk didalamnya tindak kejahatan pemalsuan mata uang Rupiah tentu ada sanksi atau hukumannya. Sanksi pidana bagi pelaku pemalsuan uang di Indonesia cukup berat karena selain pelakunya akan dijatuhi hukuman penjara juga akan dijatuhi denda dengan membayar nominal uang tertentu pada negara.
Sanksi Pidana bagi pelaku kejahatan pemalsuan uang, dibahas pada pasal 244 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang berbunyi: ‘‘Barang siapa meniru atau memalsukan mata uang atau uang kertas Negara atau bank dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan mata uang atau mata uang kertas tersebut seolah- olah asli dan tidak dipaslu, diancam pidana penjara maksimum lima belas tahun(3)”.
Maksud pelaku dalam pasal 244 Kitab Undang-undang Hukum Pidana adalah siapa saja. Kesengajaan tersirat pada perbuatan meniru atau memalsukan. Artinya, ada kehendak dari pelaku untuk meniru, yaitu membuat sesuatu yang menyerupai uang yang berlaku, atau ada kehendak pelaku untuk memalsukan uang yang sudah ada(4).
Kesengajaan ini harus terkait dengan maksud si pelaku, yaitu untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkannya seolah-olah asli dan tidak dipalsukan.‘‘Dengan maksud untuk mengedarkannya, berarti masih dalam pikiran (in mind) dari pelaku, belum berarti sudah beredar”. Dengan demikian pengertian dengan maksud disini selain memperkuat kesengajaannya untuk meniru atau memalsu adalah juga tujuannya yang terdekat (5).
Bedasarkan penjelasan di atas, dapatlah dimengerti bahwa negara melalui Pasal 244 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dengan tegas melarang seseorang untuk meniru atau memalsukan uang, yang dengan demikian tidak hak bagi seseorang itu, namun bukan hal yang mustahil apabila ada seseorang yang karena kemahirannya mampu untuk meniru atau memalsu uang, asal saja tidak dimaksudkan untuk diedarkan sebagai yang asli misal saja untuk dipertontonkan kepada umum bentuk-bentuk uang yang dipalsukan atau dalam rangka pendidikan.Hal ini perlu diperhatikan karena kita menganut hukum yang material.
Selain KUHP pengaturan pemalsuan dan pengedaran uang palsu diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 pasal 36 tentang mata uang, yang berbunyi "setiap orang yang memalsu Rupiah sebagaimana dimaksut dalam pasal 26 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan pidana denda paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)(6)"
Oleh karena itu, dapatlah dipahami bahwa pidana bagi pelaku pemalsuan uang cukup berat yang mana dialamnya menuntut pertanggungjawaban pidana bagi plaku kejahatan pemalsuan uang. Menurut Saleh Pertanggungjawaban pidana adalah sesuatu yang dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap seseorang yang melakukan perbuatan pidana atau tindak pidana.
Agar keberadaan uang di suatu negara tetap selalu dalam fungsinya sesuai dengan tujuannya, maka pencegahan uang palsu perlu diupayakan baik secara preventif maupun represif. Pemalsuan uang dilatar belakangi oleh berbagai hal, salah satunya karena perekonomian yang terpuruk sehingga menyebabkan banyak masyarakat yang ingin mendapatkan uang banyak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara yang mudah.
Bank Indonesia mendefinisikan uang palsu adalah “hasil dari perbuatan tindak pidana melawan hukum berupa meniru dan atau memalsukan uang yang dikeluarkan sebagai satuan mata uang yang sah(1)”. Selanjutnya dalam rumusan pasal 20 Undang-undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia dijelaskan bahwa : ‘‘Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang yang dimaksud dari peredaran(2)”.
Berdasarkan pengertian uang palsu dan bunyi pasal tersebut berarti siapapun selain Bank Indonesia tidak berhak untuk mengeluarkan, mengedarkan,mencabut, menarik dan memusnahkan uang rupiah, oleh karena itu apabila ada pihak yang memalsu atau meniru dan mengedarkan uang yang tidak diakui oleh pemerintah sebagai alat pembayaran yang sah, seolah-olah uang itu adalah sebagai alat pembayaran yang sah, maka pihak tersebut diperlakukan sama sebagai pembuat atau pemalsu dan pengedar uang palsu.
(2) F.X.Bambang Irawan, Ed., Bendaca. Uang Palsu Sumber Pembusukan Bangsa dari dalam Tubuh Sendiri, Ctk.Pertama, (Jakarta: Rajawali Pers, 2001) hlm. 37.
(3) Jofra Pratama Putra, Upaya Polresta Yogyakarta dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Peredaran Uang Palsu. (Jurnal Program Studi Ilmu Hukum Universitas Atmajaya Yogyakarta,2011) hlm. 17.
(4) Jofra, hlm 18
(5) Jofra, hlm 18
(6) Aringking, Pemalsuan Uang Rupiah Sebagai Tindak Pidana Menurut UU No. 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang, (Jakarta: Lex Crime, 2015) hlm. 96.
Sanksi Pidana bagi pelaku kejahatan pemalsuan uang, dibahas pada pasal 244 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang berbunyi: ‘‘Barang siapa meniru atau memalsukan mata uang atau uang kertas Negara atau bank dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan mata uang atau mata uang kertas tersebut seolah- olah asli dan tidak dipaslu, diancam pidana penjara maksimum lima belas tahun(3)”.
Maksud pelaku dalam pasal 244 Kitab Undang-undang Hukum Pidana adalah siapa saja. Kesengajaan tersirat pada perbuatan meniru atau memalsukan. Artinya, ada kehendak dari pelaku untuk meniru, yaitu membuat sesuatu yang menyerupai uang yang berlaku, atau ada kehendak pelaku untuk memalsukan uang yang sudah ada(4).
Kesengajaan ini harus terkait dengan maksud si pelaku, yaitu untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkannya seolah-olah asli dan tidak dipalsukan.‘‘Dengan maksud untuk mengedarkannya, berarti masih dalam pikiran (in mind) dari pelaku, belum berarti sudah beredar”. Dengan demikian pengertian dengan maksud disini selain memperkuat kesengajaannya untuk meniru atau memalsu adalah juga tujuannya yang terdekat (5).
Bedasarkan penjelasan di atas, dapatlah dimengerti bahwa negara melalui Pasal 244 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dengan tegas melarang seseorang untuk meniru atau memalsukan uang, yang dengan demikian tidak hak bagi seseorang itu, namun bukan hal yang mustahil apabila ada seseorang yang karena kemahirannya mampu untuk meniru atau memalsu uang, asal saja tidak dimaksudkan untuk diedarkan sebagai yang asli misal saja untuk dipertontonkan kepada umum bentuk-bentuk uang yang dipalsukan atau dalam rangka pendidikan.Hal ini perlu diperhatikan karena kita menganut hukum yang material.
Selain KUHP pengaturan pemalsuan dan pengedaran uang palsu diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 pasal 36 tentang mata uang, yang berbunyi "setiap orang yang memalsu Rupiah sebagaimana dimaksut dalam pasal 26 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan pidana denda paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)(6)"
Oleh karena itu, dapatlah dipahami bahwa pidana bagi pelaku pemalsuan uang cukup berat yang mana dialamnya menuntut pertanggungjawaban pidana bagi plaku kejahatan pemalsuan uang. Menurut Saleh Pertanggungjawaban pidana adalah sesuatu yang dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap seseorang yang melakukan perbuatan pidana atau tindak pidana.
Mengenal Uang Palsu
Keberadaan uang palsu merupakan suatu hal yang sulit untuk dihindari karena uang memiliki fungsi yang strategis di dalam kelangsungan suatu pemerintahan dalam sebuah negara. Sifat strategis tersebut disebabkan karena uang dapat menjadikan sebagai alat transaksi untuk memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat dan juga dijadikan sebagai alat politik untuk menjatuhkan perekonomian suatu negara.Agar keberadaan uang di suatu negara tetap selalu dalam fungsinya sesuai dengan tujuannya, maka pencegahan uang palsu perlu diupayakan baik secara preventif maupun represif. Pemalsuan uang dilatar belakangi oleh berbagai hal, salah satunya karena perekonomian yang terpuruk sehingga menyebabkan banyak masyarakat yang ingin mendapatkan uang banyak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara yang mudah.
Bank Indonesia mendefinisikan uang palsu adalah “hasil dari perbuatan tindak pidana melawan hukum berupa meniru dan atau memalsukan uang yang dikeluarkan sebagai satuan mata uang yang sah(1)”. Selanjutnya dalam rumusan pasal 20 Undang-undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia dijelaskan bahwa : ‘‘Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang yang dimaksud dari peredaran(2)”.
Berdasarkan pengertian uang palsu dan bunyi pasal tersebut berarti siapapun selain Bank Indonesia tidak berhak untuk mengeluarkan, mengedarkan,mencabut, menarik dan memusnahkan uang rupiah, oleh karena itu apabila ada pihak yang memalsu atau meniru dan mengedarkan uang yang tidak diakui oleh pemerintah sebagai alat pembayaran yang sah, seolah-olah uang itu adalah sebagai alat pembayaran yang sah, maka pihak tersebut diperlakukan sama sebagai pembuat atau pemalsu dan pengedar uang palsu.
Daftar Pustaka
(1) Bank Indonesia, Buku Panduan Uang Rupiah, (Jakarta: Direktorat Pengedaran Uang Bank Indonesia, 2011), hlm 36.(2) F.X.Bambang Irawan, Ed., Bendaca. Uang Palsu Sumber Pembusukan Bangsa dari dalam Tubuh Sendiri, Ctk.Pertama, (Jakarta: Rajawali Pers, 2001) hlm. 37.
(3) Jofra Pratama Putra, Upaya Polresta Yogyakarta dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Peredaran Uang Palsu. (Jurnal Program Studi Ilmu Hukum Universitas Atmajaya Yogyakarta,2011) hlm. 17.
(4) Jofra, hlm 18
(5) Jofra, hlm 18
(6) Aringking, Pemalsuan Uang Rupiah Sebagai Tindak Pidana Menurut UU No. 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang, (Jakarta: Lex Crime, 2015) hlm. 96.
Belum ada Komentar untuk "Sanksi Pemalsuan Uang Rupiah"
Posting Komentar