Benteng-Benteng Peninggalan Kerajaan Gowa Tallo
Sabtu, 28 September 2019
Tulis Komentar
Benteng adalah lambang kekuatan pertahanan suatu Negara dimasa lampau, memiliki Benteng yang baik berarti memiliki pertahanan yang baik, sebagai salah satu kerajaan besar yang pernah berdiri di wilayah Indonesia Timur, Kerajaan Gowa Tallo tentu memiliki banteng-benteng yang dijadikan pertahanan.
Dalam Sejarah berdirinya Kerajaan Gowa Tallo tercatat memiliki banyak sekali banteng, lebih dari 15 Benteng yang dibuat oleh oleh kerajaan itu, akan tetapi semua banteng-benteng tersebut telah musnah, dimusnahkan oleh Penjajah Belanda, hanya satu banteng saja yang kini masih tersisa, meskipun demikian bekas-bekas banteng yang dihancurkan Belanda itu masih ada hingga kini, sejarah dan nama-namanyapun tetap abadi dalam catatan naskah klasik peninggalan Kerajaan Gowa Tallo.
Benteng-benteng yang dimiliki kerajaan Gowa Tallo tersebut, antara lain:
Benteng Ana’Gowa, dikenal juga dengan nama Benteng Batayyah terletak di kelurahan Bontoala, kecamatan Pallangga, kabupaten Gowa. Didirikan pada abad ke-16, yaitu masa Sultan Alaudin.
Benteng Balanipa, Balanipa adalah nama tempat benteng itu berada. Benteng ini didirikan pada saat peperangan antara raja Gowa ke IX (Tumapa’risi Kalonna) dengan kerajaan-kerajaan sekitar. Benteng Balanipa ini juga menjadi pusat kegiatan penumpasan dan penahanan rampok yang berhasil ditangkap.
Benteng Baro’boso, lokasi benteng ini tidak diketahui kapan dan dibangun oleh siapa tidak jelas. Diperkirakan benteng ini sudah ada sekitar abad ke-16, yaitu pada masa Sultan Alaudin. Benteng ini termasuk yang dihancurkan dengan tanah berdasarkan perjanjian Bungaya.
Benteng Barombong, Benteng ini terletak di bagian selatan benteng Somba Opu. Dibangun pada masa pemerintahan raja Gowa yang ke XII, I Manggorai Daeng Mametta Karaeng Bonto Langkasa ( Tunijallo). Pada tanggal 23 oktober 1667 benteng ini jatuh ke tangan Arung Palakka dan sekutu-sekutunya.
Benteng Galesong, terletak di antara benteng Sanrobone di bagian selatan dan benteng Barombong di bagian utara. Didirikan pada masa Sultan Alaudin (raja Gowa ke XIV). Benteng ini juga diratakan dengan tanah berdasar perjanjian Bungaya.
Benteng Garassi, benteng ini dibuat untuk melindungi benteng induk, yakni benteng Somba Opu yang terletak di bagian utara. Benteng ini dimusnahkan sesuai dengan perjanjian Bungaya.
Benteng Kale Gowa, Benteng ini adalah benteng tertua dari kerajaan Gowa, dibangun pada masa Tumapa’risi Kalonna (raja Gowa ke IX). Pada awalnya dinding benteng ini terbuat dari tanah liat, kemudian pada masa Tunipalangga diganti dengan batu bata. Benteng ini termasuk diratakan tanah berdasar paerjanjian Bungaya, yang tersisa hanyalah batu pelantikan dan sumur.
Benteng Marisso, dibangun pada masa pemerintahan sultan Hasanuddin yang berfungsi sebagai benteng pelindung dan memperkuat benteng pertahanan kerajaan Gowa.
Benteng Panakkukang, terletak antara benteng Garassi di sebelah utara dan benteng Barombong di selatan. Didirikan pada masa Sultan Alaudin, dan dikuasai Belanda pada tanggal 12 juni 1660.
Benteng Sanrobone, bentuknya seperti buritan perahu yang memanjang dari arah utara ke selatan. Terbuat dari batu-bata yang ukurannya tidak menentu. Benteng ini dibangun pada masa Tumapa’risi Kalonna.
Benteng Somba Opu, adalah benteng utama kerajaan Gowa. Letaknya sangat strategis. Berfungsi sebagai istana Raja, Dibangun pada masa Tumapa’risi Kalonna (raja Gowa ke IX). Ada empat buah selokoh dengan bentuk bundar setengah lingkar. Di tempat-tempat itu ditempatkan alat-alat persenjataan berat, misalnya meriam. Pada bagian barat laut terdapat sebuah selokoh yang besar yang disebut baluwara agung. Di tempat inilah diletakkan meriam terbesar yang dimiliki kerajaan Gowa yang dikenal dengan nama Meriam Anak Makassar. Oleh Speelman (pemimpin perang di Makassar) benteng ini dihancurkan dengan ribuan pond peledak.
Benteng Tallo, tidak dapat diketahui dengan pasti awal pembangunan benteng ini. Benteng ini mempunyai fungsi ganda yaitu selain sebagai istana raja sekaligus sebagai pusat pemerintahan kerajaan Tallo, juga sebagai salah satu benteng pertahanan kerajaan Gowa pada abad ke XVII. Terletak diujung bagian utara dari benteng-benteng pertahanan yang berada dalam wilayah ibukota kerajaan.
Benteng Ujung Tanah, didirikan pada masa raja Gowa ke XII (Karaeng tunijallo), yang terbuat dari tanah liat. Kemudian pada masa Sultan Alaudin diganti dengan batu-bata. Pada masa Sultan Hasanuddin diperkuat lagi, benteng ini berfungsi sebagai benteng pelindung benteng Somba Opu. Benteng ini turut dihancurkan berdasar pada perjanjian Bungaya tahun 1667.
Benteng Ujung Pandang, didirikan oleh Karaeng Tumapa’risi Kalonna yang kemudian dilanjutkan dan disempurnakan oleh putranya yang bernama Tunipallangga Ulaweng. Letaknya berada pada sebuah Tanjung atau Ujung yang banyak ditumbuhi pohon pandan.
Pada masa kini benteng Ujung Pandang tetap berdiri dengan kokohnya yang merupakan satusatunya bukti peninggalan masa lalu atas strategi pertahanan kerajaan Gowa yang luput dari kehancuran. Benteng ini bila dilihat dari udara menyerupai bentuk penyu yang hendak merayap ke laut Makassar. Benteng ini berfungsi sebagai pertahanan yang di dalamnya terdapat bangunan khas Makassar.
Berdasar Perjanjian Bungaya, benteng ini diambil alih oleh Belanda dan diganti namanya denagan Benteng Fort Roterdam sesuai dengan nama tempat kelahiran Speelman yakni orang yang memimpin perang di Makassar pada masa Sultan Hasanuddin (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Sulawesi Selatan, 2004: 41).
Dari sekian benteng yang disebutkan di atas, hanya benteng Ujung Pandanglah satu-satunya bukti peninggalan masa lalu atas strategi pertahanan kerajaan Gowa yang luput dari kehancuran. Benteng Somba Opu yang merupakan pusat pertahanan dan tempat kediaman raja (Sultan Hasanuddin) pun berhasil dihancurkan oleh Belanda (Sagimun M.D, 1992:13).
Dalam Sejarah berdirinya Kerajaan Gowa Tallo tercatat memiliki banyak sekali banteng, lebih dari 15 Benteng yang dibuat oleh oleh kerajaan itu, akan tetapi semua banteng-benteng tersebut telah musnah, dimusnahkan oleh Penjajah Belanda, hanya satu banteng saja yang kini masih tersisa, meskipun demikian bekas-bekas banteng yang dihancurkan Belanda itu masih ada hingga kini, sejarah dan nama-namanyapun tetap abadi dalam catatan naskah klasik peninggalan Kerajaan Gowa Tallo.
Benteng-benteng yang dimiliki kerajaan Gowa Tallo tersebut, antara lain:
Benteng Ana’Gowa, dikenal juga dengan nama Benteng Batayyah terletak di kelurahan Bontoala, kecamatan Pallangga, kabupaten Gowa. Didirikan pada abad ke-16, yaitu masa Sultan Alaudin.
Benteng Balanipa, Balanipa adalah nama tempat benteng itu berada. Benteng ini didirikan pada saat peperangan antara raja Gowa ke IX (Tumapa’risi Kalonna) dengan kerajaan-kerajaan sekitar. Benteng Balanipa ini juga menjadi pusat kegiatan penumpasan dan penahanan rampok yang berhasil ditangkap.
Benteng Baro’boso, lokasi benteng ini tidak diketahui kapan dan dibangun oleh siapa tidak jelas. Diperkirakan benteng ini sudah ada sekitar abad ke-16, yaitu pada masa Sultan Alaudin. Benteng ini termasuk yang dihancurkan dengan tanah berdasarkan perjanjian Bungaya.
Benteng Barombong, Benteng ini terletak di bagian selatan benteng Somba Opu. Dibangun pada masa pemerintahan raja Gowa yang ke XII, I Manggorai Daeng Mametta Karaeng Bonto Langkasa ( Tunijallo). Pada tanggal 23 oktober 1667 benteng ini jatuh ke tangan Arung Palakka dan sekutu-sekutunya.
Benteng Galesong, terletak di antara benteng Sanrobone di bagian selatan dan benteng Barombong di bagian utara. Didirikan pada masa Sultan Alaudin (raja Gowa ke XIV). Benteng ini juga diratakan dengan tanah berdasar perjanjian Bungaya.
Benteng Garassi, benteng ini dibuat untuk melindungi benteng induk, yakni benteng Somba Opu yang terletak di bagian utara. Benteng ini dimusnahkan sesuai dengan perjanjian Bungaya.
Benteng Kale Gowa, Benteng ini adalah benteng tertua dari kerajaan Gowa, dibangun pada masa Tumapa’risi Kalonna (raja Gowa ke IX). Pada awalnya dinding benteng ini terbuat dari tanah liat, kemudian pada masa Tunipalangga diganti dengan batu bata. Benteng ini termasuk diratakan tanah berdasar paerjanjian Bungaya, yang tersisa hanyalah batu pelantikan dan sumur.
Benteng Marisso, dibangun pada masa pemerintahan sultan Hasanuddin yang berfungsi sebagai benteng pelindung dan memperkuat benteng pertahanan kerajaan Gowa.
Benteng Panakkukang, terletak antara benteng Garassi di sebelah utara dan benteng Barombong di selatan. Didirikan pada masa Sultan Alaudin, dan dikuasai Belanda pada tanggal 12 juni 1660.
Benteng Sanrobone, bentuknya seperti buritan perahu yang memanjang dari arah utara ke selatan. Terbuat dari batu-bata yang ukurannya tidak menentu. Benteng ini dibangun pada masa Tumapa’risi Kalonna.
Benteng Somba Opu, adalah benteng utama kerajaan Gowa. Letaknya sangat strategis. Berfungsi sebagai istana Raja, Dibangun pada masa Tumapa’risi Kalonna (raja Gowa ke IX). Ada empat buah selokoh dengan bentuk bundar setengah lingkar. Di tempat-tempat itu ditempatkan alat-alat persenjataan berat, misalnya meriam. Pada bagian barat laut terdapat sebuah selokoh yang besar yang disebut baluwara agung. Di tempat inilah diletakkan meriam terbesar yang dimiliki kerajaan Gowa yang dikenal dengan nama Meriam Anak Makassar. Oleh Speelman (pemimpin perang di Makassar) benteng ini dihancurkan dengan ribuan pond peledak.
Sisa Benteng Sumba Opu |
Benteng Tallo, tidak dapat diketahui dengan pasti awal pembangunan benteng ini. Benteng ini mempunyai fungsi ganda yaitu selain sebagai istana raja sekaligus sebagai pusat pemerintahan kerajaan Tallo, juga sebagai salah satu benteng pertahanan kerajaan Gowa pada abad ke XVII. Terletak diujung bagian utara dari benteng-benteng pertahanan yang berada dalam wilayah ibukota kerajaan.
Benteng Ujung Tanah, didirikan pada masa raja Gowa ke XII (Karaeng tunijallo), yang terbuat dari tanah liat. Kemudian pada masa Sultan Alaudin diganti dengan batu-bata. Pada masa Sultan Hasanuddin diperkuat lagi, benteng ini berfungsi sebagai benteng pelindung benteng Somba Opu. Benteng ini turut dihancurkan berdasar pada perjanjian Bungaya tahun 1667.
Benteng Ujung Pandang, didirikan oleh Karaeng Tumapa’risi Kalonna yang kemudian dilanjutkan dan disempurnakan oleh putranya yang bernama Tunipallangga Ulaweng. Letaknya berada pada sebuah Tanjung atau Ujung yang banyak ditumbuhi pohon pandan.
Pada masa kini benteng Ujung Pandang tetap berdiri dengan kokohnya yang merupakan satusatunya bukti peninggalan masa lalu atas strategi pertahanan kerajaan Gowa yang luput dari kehancuran. Benteng ini bila dilihat dari udara menyerupai bentuk penyu yang hendak merayap ke laut Makassar. Benteng ini berfungsi sebagai pertahanan yang di dalamnya terdapat bangunan khas Makassar.
Berdasar Perjanjian Bungaya, benteng ini diambil alih oleh Belanda dan diganti namanya denagan Benteng Fort Roterdam sesuai dengan nama tempat kelahiran Speelman yakni orang yang memimpin perang di Makassar pada masa Sultan Hasanuddin (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Sulawesi Selatan, 2004: 41).
Benteng Ujung Pandang |
Belum ada Komentar untuk "Benteng-Benteng Peninggalan Kerajaan Gowa Tallo"
Posting Komentar