Serangan Kerajaan Sunda Ke Majapahit Selepas Perang Bubat

Ilmuan berbeda pandangan soal Prasasti Horren yang ditemukan di Jawa Timur itu, Isinya mencengangkan, gaya bahasanya dianggap gaya bahasa era Majapahit. Dalam Prasasti itu tertulis mengenai serangan kerajaan Sunda  yang melulu lantakan Horren yang kala itu merupakan permukiman penting dizamannya. 

Dugaan kemudian muncul, menurut  Stutterheim prasasti ini diduga berasal dari jaman Majapahit, diduga dibuat  pasca peristiwa Bubat tepatnya pada tahun 1357, ia berpandangan  bahwa “selepas peristiwa perang bubat Kerajaan Sunda sebenarnya melakukan serangan ke Majapahit".
Menangapi hal tersebut, jika dugaan Stutterheim itu benar, maka  serangan  yang dilakukan Kerajaan Sunda pada Majapahit tersebut dilakukan dengan teknik senyap, dan langsung menyasar pada jantung Ibukota Majapahit, mengingat tentara Sunda mendarat dengan tiba-tiba  di Horren, yaitu di wilayah utara Kediri  yang letaknya tidak terlampau jauh dari Ibukota Kerajaan majapahait (Trowulan). 

Itulah rangkaian awal sebagian hujjah para peneliti dalam menanggapi isi prasasti Horren, Prasasti Horren sendiri adalah prasasti yang tertulis di atas lembar keping tembaga dengan ukuran panjang 32,6cm, lebar 10,6cm, yang ditemukan di Kediri Selatan, tepatnya di Kecamatan Campur Darat, Tulungagung, Jawa Timur.Meskipun didalam salah satu bait isinya prasasti ini mengabarkan tentang serangan musuh dari Sunda, sebagian ilmuan lainnya beranggapan bahwa prasasti ini bukan dari zaman Majapahit melainkan dari zaman Raja Airlangga (Abad 11). 

Prasasti Horen sendiri sudah dialih aksarakan dan di translit kedalam bahas Indonesia, dan salah satu alih aksara yang identik dengan serangan Kerajaan Sunda ke Majapahit itu adalah petikan kalimat “ring kaharadara. nguniweh an dadyan tumangga-tangga datang nikanang çatru sunda“ yang maksudnya “tentang kerusakan yang tiba-tiba; lagi pula secara mendadak datanglah musuh (dari) Sunda”

Adapun alih aksara dan terjamah lengkap prasati tersebut adalah sebagai berikut:
Alih Aksara
I.a
  1. haji. mānațha. kuņda. pinupu pingro katiga kasaha. padamlaknang sang hyang ājñā haji prāçastī, sa
  2. mbandha. ikang waramgajgi i horrěn maněmbah i Ibu paduka çrī mahārāja. manghyang i knohan ya
  3. n sumima thānīnya. umagěhakna kālīliranā dening wkāwetnya. měnne hlěm tka ri dlāha ni
  4. dlāha. mangkana mittā mangkana manastapa nikang warggaji i horrěn. tan kasumbat swakarmmanya
  5. ri kahāmběknya. nyan deni tanpāntara hakirim tka ni çatru. tātan hana sangka ni panghuninga
  6. ring kaharadara. nguniweh an dadyan tumangga-tangga datang nikanang çatru sunda. mangkana rasā ning paněmbah ni
II.a
  1. kanang warggāji i horrěn. i Ibu ni pāduka çrī mahārāja, kunang sangkāri mahasara nikāhotsa
  2. hā nikanang warggaji i horrěn. makanimittă pinakahujung karang paminggir. catu ni matingkah bāba
  3. han nitya lot kahudanan kapyeyan. makadadah çari ni paprīhakěn Ibu ni paduka çri mahā
  4. rāja. ri samarakaryya sarisari tumāmaha sadatang ni salmah wukir nikanang çatru. i katakottama
  5. ni pamrih nikanang warggaji i horrěn. ika mangkāna ya tika nuwuhakěn murby arěna sama i çri ma
  6. hārāja. hetu ni turun i kārunya çri mahārāja. i manghyang nikanang warggaji i horrěn. paka
Terjamah 
I.b
  1. haji (raja), Manatha, Kunda, dipungut dua kali, ketiga, kesembilan. Dibuatlah prasasti raja untuk desa itu.
  2. Yang menjadi sebabnya ialah warga desa Horrěn datang menghadap raja dan memohon supaya
  3. desanya dijadikan sima, agar diteguhkan dan dapat diwarisi oleh anak keturunannya sejak sekarang hingga kemudian untuk selama
  4. lamanya. Demikianlah yang menjadi sebabnya dan (keinginan ini) menjadikan sedihnya warga desa Horrěn. Tak ketinggalan pula pekerjaannya sendiri
  5. yang menjadi pikiran/tujuannya. Tidak berapa lama antaranya setelah (mereka) mengirim (upeti), datanglah musuh. Tidak ada dugaan atau yang mengetahui
  6. tentang kerusakan yang tiba-tiba; lagi pula secara mendadak datanglah musuh (dari) Sunda. Demikianlah isi permohonan
II.b
  1. warga desa Horrěn kepada Sri Maharaja. Karena besarnya beban serta usaha
  2. warga desa Horrěn yang bagaikan ujung batu karang dapat menyingkirkan batu yang tidak baik letaknya,
  3. yang selalu kehujanan dan kepanasan dan mengorbankan diri dengan maksud untuk mengusahakan/membebaskan Sri Maharaja
  4. dari medan pertempuran yang ragu-ragu karena dimasuki dan didatangi musuh dari tanah dan bukit/gunung dengan tiba-tiba. Itulah keutamaan
  5. dari usaha warga desa Horrěn. Usaha itulah yang menumbuhkan rasa senang bagi Sri Ma
  6. haraja. Itulah yang menjadi alasan turunnya anugerah Sri Maharaja atas permohonan warga desa Horren.

Demikianlah urian mengenai prasasti Horren yang menghebohkan itu, tapi pada intinya, jika memang Prasasti itu dibuat pada jaman Majapahit tepatnya setelah peristiwa bubat, maka akan ditemukan jawaban mengenai alasan kenapa Sunda menggempur Majapahit, akan tetapi sebaliknya, jika Sunda menggempur Jawa timur yang kala itu diperintah oleh Airlangga, maka sepertinya tidak ada alasan melakukan penyerbuan, mengingat Kerajaan Kahuripan yang didirikan Airlangga itu tidak pernah berurusan dengan Kerajaan Sunda.

Baca Juga: Madakaripura, Kantor Kerja Baru Gajahmada Selepas Tragedi Bubat

Penulis : Bung Fei
Editor : Sejarah Cirebon

Belum ada Komentar untuk "Serangan Kerajaan Sunda Ke Majapahit Selepas Perang Bubat"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel