Tan Malaka Menyuarakan Pendidikan Kaum Buruh di Deli
Kamis, 18 Juni 2020
Tulis Komentar
Tan Malaka tidak bisa diam ketika rasnya pribumi diperlakukan secara tidak adil. Kaum buruh di Deli bagi Tan Malaka sangat memprihatinkan sebab hak-hak mereka serasa dirampas dengan diperbudaknya para kaum buruh asal pribumi tersebut, tak hanya satu atau dua orang namun hampir semua pribumi dijadikan sebagai kuli ditanahnya sendiri dengan upah yang sedikit, ada pula kaum pribumi yang bernasib bagus namun dirinya setiap hari harus menjilat para elit Belanda demi mangamankan dirinya.
Kondisi yang menyedihkan itu membuat sang Revolusioner ingin membuat perubahan gaya pikir kaum pribumi lalu membuat mereka berontak melawan sang penumpang tak tau diri tersebut serta membuat sekolah khusus untuk kaum Proletar dengan tujuan menggugah pemikiran mereka.
Tan Malaka juga mempunyai tujuan lain yaitu memerdekakan bangsanya dari jajahan, namun sebelum memikirkan bagaimana memerdekakan negaranya Tan Malaka memikirkan hal-hal kecil yang perlu dirubah yaitu pendidikan para kaum pribumi yang rata-rata dijadikan budak atau kuli kebun oleh kaum Belanda. Menurut Tan Malaka pendidikan sangat perlu dan penting karena dengan adanya pendidikan pemikiran para kaum pribumi akan terbuka entah itu terkait haknya, upahnya, dan tujuan hidupnya.
Tan Malaka kerap kali membuat pergolakan dan propaganda kecil kepada kaum buruh dalam pidatonya Tan mengkritik keras orang barat dan orang pribumi yang kebarat-baratan yang merasa dirinya lebih dihormati dan disegani karena intelektualitasnya serta dengan sombongnya mereka menghina orang yang bekerja tangan seperti buruh.
Tan Malaka menyebutkan bahwa “anak kuli juga manusia!” begitulah semangat yang dikobarkan untuk memperjuangkan pendidikan anak kuli. Mengapa demikian sang revolusioner itu berucap begitu, karena Tan melihat bahwa tuan-tuan besar kapitalis, imperialisme, dan borjuis sangat memandang rendah kaum buruh yang paling penting bagi mereka adalah para buruh bisa mencangkul, menanam pohon bakau, membenarkan listrik, menyirami tanaman, menjadikan pembelajaran huruf dan angka itu tidak perlu bagi kuli kebun karena kehidupanya hanya dikebun yang tidak perlu menggunakan perhitungan atau membaca.
Jika dilihat alasanya memang rasional namun tentu saja kita tidak bisa percaya penuh atas perkataan Belanda sebab Belanda itu licik, tentunya ada maksud tersembunyi yang diduga bahwa Belanda tidak ingin warga pribumi pandai secara intelektual, sebab jika warga pribumi itu pandai dari segi intelektualnya dan sebagainya maka mereka akan melakukan tindakan-tindakan kritis pada Belanda jika kritisnya sudah muncul maka mereka akan tahu apa yang seharusnya menjadi hak-hak mereka sebagai manusia sehingga dampaknya nanti mereka akan menggugat dan tidak mau diperbudak oleh Belanda karenanya biarkanlah warga pribumi bodoh dan diperalat!.
Semula keadaanya itu aman-aman saja selama di Deli, namun karena otaknya yang kritis dan mulutnya selalu mengeluarkan propaganda revolusi kepada kaum pribumi membuat tuan besar Belanda mulai tidak menyukai dirinya, apalagi saat Tan Malaka ketauan menjadi dalang dalam beberapa peristiwa permogokan buruh di Deli tak hanya itu Tan Malaka juga sering kali ketauan membuat artikel-artikel provokatif yang ada di Sumatera post dengan nama samaran Pontjo Drio.
Kaum Belanda merasa gerah akhirnya para tuan elit itu dengan segera menggelar rapat dengan bahasan mengadili tan Malaka dengan tuduhan dirinya memprovokatif permogokan buruh, namun saat itu Tan Malaka menolak tuduhan tersebut dengan segala dalih an. Karena tak tahan gerak geriknya selalu diawasi akhirnya Tan Malaka mengundurkan diri pada Juni 1921 lalu pindah dari Deli ke Jawa Tengah Semarang.
Pertentangan Tan dengan para tuan besar Belanda berpangkal pada empat hal dasar yang terus menjadi perdebatan dan Tan Juangkan.
Pertama, soal warna kulit, terkait perbedaan warna kulit yang sangat kontras antara Belanda dan Pribumi membuat Belanda merasa dirinya teratas dan superiotas, soal ras ini merupakan ideology politik bawaaan Hitler yang berpegang teguh pada politik rasisme.
Kedua, soal pendidikan anak-anak kuli, seperti yang sudah disinggung barusan bahwa memberikan pendidikan sama saja memberi senjata yang nantinya bisa melawan, ketiga, Tan Malaka aktif menulis pada Koran di Deli yang isinya tentu saja tentang revolusioner dan pergerakan pendidikan di Deli.
Keempat, hubungan erat Tan Malaka dengan para Kuli kebun sangat mengganggu kaum Belanda sebab tokoh Tan sendiri dalam pandangan Belanda sangat berbahaya dan pintar yang sewaktu-waktu akan menimbulkan asap di Deli.
Saat di Deli Tan menjadi guru dan Tan juga berhasil mendirikan sekolah Sarekat Islam (SI) serta beberapa karya pemberontakan di Sumatera Post yang nantinya akan menjadi benih-benih pemberontakan, setelah mengundurkan diri dari perkebunan di Deli, Tan Malaka pun pindah ke Semarang hingga Bandung dalam perpindahanya itu keberanianya untuk membangun sekolah semakin mantap dilihat dari beberapa bukti yaitu menjamurnya sekolah rakyat hasil Tan Malaka dengan bantuan dana dan support dari organisasinya SI.
Ditulis Oleh : Anisa Anggraeni Saldin
Baca Juga:
Kondisi yang menyedihkan itu membuat sang Revolusioner ingin membuat perubahan gaya pikir kaum pribumi lalu membuat mereka berontak melawan sang penumpang tak tau diri tersebut serta membuat sekolah khusus untuk kaum Proletar dengan tujuan menggugah pemikiran mereka.
Tan Malaka juga mempunyai tujuan lain yaitu memerdekakan bangsanya dari jajahan, namun sebelum memikirkan bagaimana memerdekakan negaranya Tan Malaka memikirkan hal-hal kecil yang perlu dirubah yaitu pendidikan para kaum pribumi yang rata-rata dijadikan budak atau kuli kebun oleh kaum Belanda. Menurut Tan Malaka pendidikan sangat perlu dan penting karena dengan adanya pendidikan pemikiran para kaum pribumi akan terbuka entah itu terkait haknya, upahnya, dan tujuan hidupnya.
Tan Malaka kerap kali membuat pergolakan dan propaganda kecil kepada kaum buruh dalam pidatonya Tan mengkritik keras orang barat dan orang pribumi yang kebarat-baratan yang merasa dirinya lebih dihormati dan disegani karena intelektualitasnya serta dengan sombongnya mereka menghina orang yang bekerja tangan seperti buruh.
Tan Malaka menyebutkan bahwa “anak kuli juga manusia!” begitulah semangat yang dikobarkan untuk memperjuangkan pendidikan anak kuli. Mengapa demikian sang revolusioner itu berucap begitu, karena Tan melihat bahwa tuan-tuan besar kapitalis, imperialisme, dan borjuis sangat memandang rendah kaum buruh yang paling penting bagi mereka adalah para buruh bisa mencangkul, menanam pohon bakau, membenarkan listrik, menyirami tanaman, menjadikan pembelajaran huruf dan angka itu tidak perlu bagi kuli kebun karena kehidupanya hanya dikebun yang tidak perlu menggunakan perhitungan atau membaca.
Jika dilihat alasanya memang rasional namun tentu saja kita tidak bisa percaya penuh atas perkataan Belanda sebab Belanda itu licik, tentunya ada maksud tersembunyi yang diduga bahwa Belanda tidak ingin warga pribumi pandai secara intelektual, sebab jika warga pribumi itu pandai dari segi intelektualnya dan sebagainya maka mereka akan melakukan tindakan-tindakan kritis pada Belanda jika kritisnya sudah muncul maka mereka akan tahu apa yang seharusnya menjadi hak-hak mereka sebagai manusia sehingga dampaknya nanti mereka akan menggugat dan tidak mau diperbudak oleh Belanda karenanya biarkanlah warga pribumi bodoh dan diperalat!.
Semula keadaanya itu aman-aman saja selama di Deli, namun karena otaknya yang kritis dan mulutnya selalu mengeluarkan propaganda revolusi kepada kaum pribumi membuat tuan besar Belanda mulai tidak menyukai dirinya, apalagi saat Tan Malaka ketauan menjadi dalang dalam beberapa peristiwa permogokan buruh di Deli tak hanya itu Tan Malaka juga sering kali ketauan membuat artikel-artikel provokatif yang ada di Sumatera post dengan nama samaran Pontjo Drio.
Kaum Belanda merasa gerah akhirnya para tuan elit itu dengan segera menggelar rapat dengan bahasan mengadili tan Malaka dengan tuduhan dirinya memprovokatif permogokan buruh, namun saat itu Tan Malaka menolak tuduhan tersebut dengan segala dalih an. Karena tak tahan gerak geriknya selalu diawasi akhirnya Tan Malaka mengundurkan diri pada Juni 1921 lalu pindah dari Deli ke Jawa Tengah Semarang.
Pertentangan Tan dengan para tuan besar Belanda berpangkal pada empat hal dasar yang terus menjadi perdebatan dan Tan Juangkan.
Pertama, soal warna kulit, terkait perbedaan warna kulit yang sangat kontras antara Belanda dan Pribumi membuat Belanda merasa dirinya teratas dan superiotas, soal ras ini merupakan ideology politik bawaaan Hitler yang berpegang teguh pada politik rasisme.
Kedua, soal pendidikan anak-anak kuli, seperti yang sudah disinggung barusan bahwa memberikan pendidikan sama saja memberi senjata yang nantinya bisa melawan, ketiga, Tan Malaka aktif menulis pada Koran di Deli yang isinya tentu saja tentang revolusioner dan pergerakan pendidikan di Deli.
Keempat, hubungan erat Tan Malaka dengan para Kuli kebun sangat mengganggu kaum Belanda sebab tokoh Tan sendiri dalam pandangan Belanda sangat berbahaya dan pintar yang sewaktu-waktu akan menimbulkan asap di Deli.
Saat di Deli Tan menjadi guru dan Tan juga berhasil mendirikan sekolah Sarekat Islam (SI) serta beberapa karya pemberontakan di Sumatera Post yang nantinya akan menjadi benih-benih pemberontakan, setelah mengundurkan diri dari perkebunan di Deli, Tan Malaka pun pindah ke Semarang hingga Bandung dalam perpindahanya itu keberanianya untuk membangun sekolah semakin mantap dilihat dari beberapa bukti yaitu menjamurnya sekolah rakyat hasil Tan Malaka dengan bantuan dana dan support dari organisasinya SI.
Ditulis Oleh : Anisa Anggraeni Saldin
Baca Juga:
Belum ada Komentar untuk "Tan Malaka Menyuarakan Pendidikan Kaum Buruh di Deli"
Posting Komentar