Akhir Hayat Letkol Untung
Selasa, 23 Juni 2020
Tulis Komentar
Urian mengeni detik-detik akhir hayat Letkol Untung, orang yang dituduh sebagai pelaksana pemberontakan G 30 S PKI di depan tim regu tembak diceritakan oleh Dr. H. Soebandrio dalam bukunya "Kesaksianku Tentang G30S".
Perlu dipahami bahwa Soebandrio adalah Politikus kesayangan Soekarno, ia pernah menjabat sebagai Sekjen Kementrian Luar Negeri, Menlu, Wakil Perdana Mentri Kabinet Dwikora I dan juga pernah menjadi Kepala Pusat Intelejen Negara. Selepas peristiwa G30S ia dijebloskan bersama Untung ke Penjara karena tuduhan serupa, ia juga orang yang banyak tahu tentang Untung di Penjara, terutama ketika detik-detik Letkol Untung akan di eksekusi mati.
Demikian ini urian lengkap mengenai " Akhir Hayat Untung dalam Buku "Kesaksianku Tentang G30S";
Jelas saya sangat terpukul pada saat itu. Dari posisi orang nomor dua di Republik ini, saya mendadak sontak diadili sebagai penjahat dan dihukum mati.
Saya menjalani hukuman awal di Penjara Cimahi Bandung. Di sana berkumpul orang-orang yang senasib dengan saya (dituduh sebagai penjahat yang terlibat G30S). Di antaranya adalah Letkol Untung yang memang komandan G30S.
Selama beberapa bulan kami berkumpul di penjara walaupun berbeda ruangan. Saya dan Untung sudah sama-sama divonis hukuman mati. Baik saya maupun Untung tidak diberi hak untuk menempuh jalur hukum yang lebih tinggi yakni naik banding, apalagi kasasi.
Sampai suatu hari di akhir 1966 Untung dijemput dari selnya oleh beberapa sipir. Diberitahukan bahwa Untung akan dieksekusi. Itulah saat-saat terakhir Untung menjalani hidupnya. Saya dan Untung yang sudah akrab selama berada dalam satu penjara benar-benar terhanyut dalam suasana haru.
Saya bukan hanya terharu tetapi juga bingung, sedih, bahkan panik. Sebab Ahmad Durmawel (oditur militer yang mengadili saya) saat itu memberitahukan bahwa saya akan mendapat giliran (dieksekusi) empat hari kemudian. Saya ingat saat itu hari Selasa. Berarti saya akan dieksekusi pada hari Sabtu.
Sebelum Untung dijemput untuk dibawa keluar penjara, saya sempat menemui Untung. Saat itu ia sudah ditanya tentang permintaan terakhir, seperti lazimnya orang yang akan dieksekusi. Mungkin karena Untung sedang panik, ia tidak minta apa-apa.
Untung juga sudah tahu bahwa saya akan dieksekusi hari Sabtu. Maka pertemuan saya dan Untung benar-benar luar biasa. Kami memang hanya berhadap-hadapan dengan pakaian seragam narapidana, namun hati kami tidak karuan. Untung segera akan ditembak, sedangkan saya empat hari lagi. Saat itu ada kalimat perpisahan Untung yang saya ingat hingga sekarang. Bahkan saya ingat suasana hening saat Untung menyampaikan kata perpisahannya pada saya.
Para sipir dan tentara berwajah angker yang selalu siaga menjaga Untung, mengawasi kami dari jarak agak jauh. Mereka seperti maklum dan memberi kesempatan terakhir bagi Untung untuk berpesan kepada saya.
Untung mengatakan demikian: Pak Ban, selamat tinggal. Jangan sedih. Empat hari lagi kita ketemu lagi di sana katanya sambil menunjuk ke atas. Untung mengucapkan kata perpisahan dengan suara bergetar. Matanya kelihatan berkacakaca. Tentara yang gagah berani itu tidak menangis, tetapi saya tahu ia dalam kondisi sangat panik. Ia benar-benar tidak menyangka bakal dikhianati oleh Soeharto.
Jika menengok hari-hari sebelumnya, Untung begitu sering mengatakan kepada saya bahwa tidak mungkin Soeharto akan mengkhianati dia. Sebab dia adalah sahabat Soeharto dan ia mengatakan bahwa Soeharto mengetahui rencana G30S, bahkan memberi bantuan pasukan. Karena itu dia sangat yakin bahwa dia tidak akan dikhianati oleh Soeharto. Tetapi toh kenyataannya berakhir demikian.
Perlu dipahami bahwa Soebandrio adalah Politikus kesayangan Soekarno, ia pernah menjabat sebagai Sekjen Kementrian Luar Negeri, Menlu, Wakil Perdana Mentri Kabinet Dwikora I dan juga pernah menjadi Kepala Pusat Intelejen Negara. Selepas peristiwa G30S ia dijebloskan bersama Untung ke Penjara karena tuduhan serupa, ia juga orang yang banyak tahu tentang Untung di Penjara, terutama ketika detik-detik Letkol Untung akan di eksekusi mati.
Demikian ini urian lengkap mengenai " Akhir Hayat Untung dalam Buku "Kesaksianku Tentang G30S";
Akhir Hayat Untung
Setelah ditangkap saya langsung ditahan. Saya diadili di Mahkamah Militer Luar Biasa dengan tuduhan subversi dan dijatuhi hukuman mati. Jalur hukum di atas vonis pengadilan, seperti naik banding dan kasasi sengaja ditutup sehingga mau tidak mau saya harus menerima vonis hukuman mati itu.Jelas saya sangat terpukul pada saat itu. Dari posisi orang nomor dua di Republik ini, saya mendadak sontak diadili sebagai penjahat dan dihukum mati.
Saya menjalani hukuman awal di Penjara Cimahi Bandung. Di sana berkumpul orang-orang yang senasib dengan saya (dituduh sebagai penjahat yang terlibat G30S). Di antaranya adalah Letkol Untung yang memang komandan G30S.
Selama beberapa bulan kami berkumpul di penjara walaupun berbeda ruangan. Saya dan Untung sudah sama-sama divonis hukuman mati. Baik saya maupun Untung tidak diberi hak untuk menempuh jalur hukum yang lebih tinggi yakni naik banding, apalagi kasasi.
Sampai suatu hari di akhir 1966 Untung dijemput dari selnya oleh beberapa sipir. Diberitahukan bahwa Untung akan dieksekusi. Itulah saat-saat terakhir Untung menjalani hidupnya. Saya dan Untung yang sudah akrab selama berada dalam satu penjara benar-benar terhanyut dalam suasana haru.
Saya bukan hanya terharu tetapi juga bingung, sedih, bahkan panik. Sebab Ahmad Durmawel (oditur militer yang mengadili saya) saat itu memberitahukan bahwa saya akan mendapat giliran (dieksekusi) empat hari kemudian. Saya ingat saat itu hari Selasa. Berarti saya akan dieksekusi pada hari Sabtu.
Sebelum Untung dijemput untuk dibawa keluar penjara, saya sempat menemui Untung. Saat itu ia sudah ditanya tentang permintaan terakhir, seperti lazimnya orang yang akan dieksekusi. Mungkin karena Untung sedang panik, ia tidak minta apa-apa.
Untung juga sudah tahu bahwa saya akan dieksekusi hari Sabtu. Maka pertemuan saya dan Untung benar-benar luar biasa. Kami memang hanya berhadap-hadapan dengan pakaian seragam narapidana, namun hati kami tidak karuan. Untung segera akan ditembak, sedangkan saya empat hari lagi. Saat itu ada kalimat perpisahan Untung yang saya ingat hingga sekarang. Bahkan saya ingat suasana hening saat Untung menyampaikan kata perpisahannya pada saya.
Para sipir dan tentara berwajah angker yang selalu siaga menjaga Untung, mengawasi kami dari jarak agak jauh. Mereka seperti maklum dan memberi kesempatan terakhir bagi Untung untuk berpesan kepada saya.
Untung mengatakan demikian: Pak Ban, selamat tinggal. Jangan sedih. Empat hari lagi kita ketemu lagi di sana katanya sambil menunjuk ke atas. Untung mengucapkan kata perpisahan dengan suara bergetar. Matanya kelihatan berkacakaca. Tentara yang gagah berani itu tidak menangis, tetapi saya tahu ia dalam kondisi sangat panik. Ia benar-benar tidak menyangka bakal dikhianati oleh Soeharto.
Jika menengok hari-hari sebelumnya, Untung begitu sering mengatakan kepada saya bahwa tidak mungkin Soeharto akan mengkhianati dia. Sebab dia adalah sahabat Soeharto dan ia mengatakan bahwa Soeharto mengetahui rencana G30S, bahkan memberi bantuan pasukan. Karena itu dia sangat yakin bahwa dia tidak akan dikhianati oleh Soeharto. Tetapi toh kenyataannya berakhir demikian.
Menanggapi perkataan Untung, saya tidak bisa bicara apa-apa. Saya hanya mengangguk-angguk. Para sipir dan tentara yang menjaga kami menyaksikan semua adegan singkat tapi mengharukan ini.
Menjelang senja, Untung dengan pengawalan ekstra ketat berjalan menuju pintu gerbang untuk meninggalkan Penjara Cimahi. Saya mengamati keberangkatan Untung dari penjara. Ia berjalan tegap. Mungkin ia segera bisa menguasai perasaannya yang begitu gundah. Tetapi mungkin pula ia sudah pasrah kepada takdir Allah bahwa memang sampai di situlah perjalanan hidupnya.
Saya kemudian mendengar bahwa Untung dieksekusi di sebuah desa di luar kota Bandung. Saya sudah tidak sempat sedih lagi memikirkan nasib Untung, hidup saya sendiri akan berakhir sebentar lagi. Bila mengingat hari-hari itu, saya membayangkan Untung kecele (salah duga) dengan kata perpisahannya kepada saya sesaat sebelum meninggalkan penjara karena ternyata dia tidak menjumpai saya di alam sana.
Terus terang, setelah Untung dieksekusi, saya benar-benar gelisah. Manusia mana yang tidak takut jika hari kematiannya sudah ditentukan. Tetapi, inilah keajaiban.
Presiden Amerika Serikat Lyndon B. Johnson dan Ratu Inggris Elizabeth, di luar sepengetahuan saya, mengirimkan surat kawat kepada Soeharto. Saya mengetahui ini dari seorang sumber beberapa hari kemudian. Isi surat dua petinggi negara adidaya itu, ini juga ajaib, hampir sama.
Intinya berbunyi demikian: Soebandrio jangan ditembak. Saya tahu, dalam G30S dia tidak terlibat. Soal, apakah ini merupakan intervensi asing atau bukan, bagi saya tidak perlu dipikirkan lagi. Sejak dulu pun Indonesia selalu diintervensi oleh negara lain. Yang penting bagi saya, mereka sudah membantu saya dalam kondisi sangat panik. Dan ternyata kawat singkat itu ampuh luar biasa. Akhirnya saya tidak jadi ditembak mati.
Tentang mengapa dua orang pimpinan negara Barat membantu saya, sungguh tidak saya ketahui. Yang tahu persis hanya mereka berdua. Saya tidak pernah meminta bantuan mereka.
Logikanya, tidak ada waktu bagi saya untuk minta bantuan kepada orang lain, apalagi pimpinan negara lain. Hitung saja, saya diberitahu tentang hari eksekusi saya sekitar lima hari sebelumnya. Selama menunggu, saya hanya panik dan panik.
Lagipula, bagaimana caranya saya minta bantuan kepada mereka? Saya berada di dalam penjara dan dalam pengawasan ekstra ketat, terutama pada hari-hari menjelang eksekusi. Namun jangan lupa, saya dulu adalah Menteri Luar Negeri. Saya akrab dengan mereka berdua. Ketika perundingan tentang pembebasan Irian Barat, saya banyak melobi pejabat di dua negara itu. Juga dalam tugas-tugas yang lain.
Tetapi bagaimana pun saya juga tetap tidak tahu bagaimana mereka begitu yakin bahwa saya tidak terlibat G30S sampai-sampai mereka dengan keputusan yang luar biasa berani mengirimkan kawat ke Jakarta. Akibat kawat itu pula hukuman saya diubah dari hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup.
Menjelang senja, Untung dengan pengawalan ekstra ketat berjalan menuju pintu gerbang untuk meninggalkan Penjara Cimahi. Saya mengamati keberangkatan Untung dari penjara. Ia berjalan tegap. Mungkin ia segera bisa menguasai perasaannya yang begitu gundah. Tetapi mungkin pula ia sudah pasrah kepada takdir Allah bahwa memang sampai di situlah perjalanan hidupnya.
Saya kemudian mendengar bahwa Untung dieksekusi di sebuah desa di luar kota Bandung. Saya sudah tidak sempat sedih lagi memikirkan nasib Untung, hidup saya sendiri akan berakhir sebentar lagi. Bila mengingat hari-hari itu, saya membayangkan Untung kecele (salah duga) dengan kata perpisahannya kepada saya sesaat sebelum meninggalkan penjara karena ternyata dia tidak menjumpai saya di alam sana.
Terus terang, setelah Untung dieksekusi, saya benar-benar gelisah. Manusia mana yang tidak takut jika hari kematiannya sudah ditentukan. Tetapi, inilah keajaiban.
Presiden Amerika Serikat Lyndon B. Johnson dan Ratu Inggris Elizabeth, di luar sepengetahuan saya, mengirimkan surat kawat kepada Soeharto. Saya mengetahui ini dari seorang sumber beberapa hari kemudian. Isi surat dua petinggi negara adidaya itu, ini juga ajaib, hampir sama.
Intinya berbunyi demikian: Soebandrio jangan ditembak. Saya tahu, dalam G30S dia tidak terlibat. Soal, apakah ini merupakan intervensi asing atau bukan, bagi saya tidak perlu dipikirkan lagi. Sejak dulu pun Indonesia selalu diintervensi oleh negara lain. Yang penting bagi saya, mereka sudah membantu saya dalam kondisi sangat panik. Dan ternyata kawat singkat itu ampuh luar biasa. Akhirnya saya tidak jadi ditembak mati.
Tentang mengapa dua orang pimpinan negara Barat membantu saya, sungguh tidak saya ketahui. Yang tahu persis hanya mereka berdua. Saya tidak pernah meminta bantuan mereka.
Logikanya, tidak ada waktu bagi saya untuk minta bantuan kepada orang lain, apalagi pimpinan negara lain. Hitung saja, saya diberitahu tentang hari eksekusi saya sekitar lima hari sebelumnya. Selama menunggu, saya hanya panik dan panik.
Lagipula, bagaimana caranya saya minta bantuan kepada mereka? Saya berada di dalam penjara dan dalam pengawasan ekstra ketat, terutama pada hari-hari menjelang eksekusi. Namun jangan lupa, saya dulu adalah Menteri Luar Negeri. Saya akrab dengan mereka berdua. Ketika perundingan tentang pembebasan Irian Barat, saya banyak melobi pejabat di dua negara itu. Juga dalam tugas-tugas yang lain.
Tetapi bagaimana pun saya juga tetap tidak tahu bagaimana mereka begitu yakin bahwa saya tidak terlibat G30S sampai-sampai mereka dengan keputusan yang luar biasa berani mengirimkan kawat ke Jakarta. Akibat kawat itu pula hukuman saya diubah dari hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup.
Belum ada Komentar untuk "Akhir Hayat Letkol Untung"
Posting Komentar