Runtuhnya Kerajaan Banten
Sabtu, 30 Mei 2020
Tulis Komentar
Runtuhnya kerajaan Banten diawali masuknya pengaruh Belanda terhadap kerajaan Banten yang saat itu sedang terjadi perseteruan antara Sultan Ageng Tirtayasa atau Abu al-Fath Abdulfattah dengan putranya Sultan Haji atau Sultan Abu Nashar Abdulqahar.
Perseteruan ayah dan anak yang sedang terjadi dimamfaatkan oleh VOC dengan dihasutnya Sultan Haji untuk menggulingkan kedudukan ayahnya.
Perseteruan diantara keduanya dimenangkan oleh Sultan Haji, ia naik tahta pada tahun 1683 hingga mangkat pada tahun 1687.Hadirnya Belanda menjadi penyebab utama sebab dan musabab runtuhnya kesultanan Banten.
Selepas meninggalnya Sultan Haji, VOC semakin menancapkan kekuasaannya di Banten, secara total Kerajaan Banten dikuasai oleh Belanda terbukti dengan pemilihan sultan yang baru di Bante harus ada persetujuan Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Batavia.
Perang pada masa Sultan Haji meninggalkan ketidak stabilan hingga raja-raja berikutnya. Pada tahun 1752, karena digrogoti ketidak percayaan rakyat dan diguncang berbagai pemberontaka Banten menjadi lemah, pada masa ini Banten menjadi Vassal dari VOC.
Selepas meninggalnya Sultan Haji, VOC semakin menancapkan kekuasaannya di Banten, secara total Kerajaan Banten dikuasai oleh Belanda terbukti dengan pemilihan sultan yang baru di Bante harus ada persetujuan Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Batavia.
Perang pada masa Sultan Haji meninggalkan ketidak stabilan hingga raja-raja berikutnya. Pada tahun 1752, karena digrogoti ketidak percayaan rakyat dan diguncang berbagai pemberontaka Banten menjadi lemah, pada masa ini Banten menjadi Vassal dari VOC.
Pada tahun 1808 Herman Willem Daendels (Gubernur Jenderal Hindia Belanda 1808-1810) terlibat konflik dengan sultan Banten Abu Nashar Muhammad Ishaq Zainulmutaqin.
Konflik bermula ketika Deandles memerintahkan Sultan Abu Nashar Muhammad Ishaq Zainulmutaqin untuk memindahkan ibukota kerajaan ke Anyer dan menyediakan tenaga kerja untuk membangun pelabuhan, tak hanya itu saja, Belanda juga memerintahkan agar Sultan menyediakan pekerja paksa pembangunan jalan raya Trans Jawa untuk mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris. Printah Deandles ditolak oleh Sultan, sehingga menyebabkan Deandles marah.
Murka Daendels pada Banten menyebabkannya memerintahkan penyerangan atas Banten. Penyerangan berhasil menghancurka istana Surosowan tak sampai situ saja kemarahanya juga berlanjut hingga ditahanya Abu Nashar Muhammad Ishaq Zainulmutaqin beserta seluruh keluarganya.
Sultan dan keluarganya mulanya disekap di Puri Intan (Istana Surosowan) dan kemudian dipindahkan menjadi tawanan di Benteng Speelwijk tak lama kemudian Abu Nashar Muhammad Ishaq Zainulmutaqin diasingkan dan dibuang ke Batavia.
Pada 22 November 1808, Deandels mengumumkan dari markasnya di Serang bahwa wilayah Kerajaan Banten telah diambil alih kedalam wilayah Hindia Belanda. Namun rencana Dendles me.oertahankan Jawa kandas, sebab Inggris mampu mengalahkan Deandles. Ketika Inggris mengambil alih Jawa mereka menugaskan Thomas Stamford Raffles sebagai Gubernur Jendral di Jawa.
Pada tahun 1813 kerajaan Banten resmi dihapuskan oleh Thomas Stamford Raffles. Pada tahun tersebut juga sultan yang masih hidup dipaksa turun dan dilucuti kekuasaanya oleh Inggris. Peristiwa ini merupakan akhir dari riwayat kerajaan/kesultanan Banten..
Setelah dihapuskanya kerajaan Banten, wilayah Banten menjadi bagian dari kawasan kolonialisasi. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, yaitu pada tahun 1817 Banten dijadikan keresidenan dan sejak tahun 1962 wilayah ini menjadi bagian dari wilayah Jawa Barat.
Pada masa awal kemerdekaan RI sekitar tahun 1946-1948 di Yogyakarta terjadi pertemuan antara pewaris tahta kesultanan Banten yaitu Ratu Bagus Aryo Marjono Sooerjaatmadja, yang dihadiri oleh soekarno, lalu Sultan Hamengkubuwono IV dan dihadiri K.H. Tubagus Ahmad Chatib al-Bantani (residen Banten).
Pada pertemuan tersebut presiden pertama RI mempersilahkan pewaris tahta kesultanan Banten untuk memimpin wilayah Banten kembali dan menitipkan kepemimpinan Banten termasuk penjagaan dan kepengurusan asset keluarga besar kesultanan Banten kepada K.H. Tubagus Ahmad Chatib al-Bantaniselaku residen Banten sampai saat anak dan cucu Marjono kembali ke Banten. Hingga sekarang kesultanan Banten masih hidup walaupun hanya tersisa budaya dan peninggalan sejarah Banten akan tetapi sultan Banten terus dilantik agar tetap menjaga warisan sejarah.
Penulis: Anisa Anggraeni Saldin
Editor : Sejarah Cirebon
Belum ada Komentar untuk "Runtuhnya Kerajaan Banten"
Posting Komentar