Hukum Kencing Berdiri dalam Islam

Kencing adalah peristiwa dikeluarkannya urin melalui alat pembuangan air kecil. Kencing juga kadang disebut pipis atau buang air kecil. Menurut ilmu kesehatan Kecing yang dilakukan oleh orang dewasa adalah jenis kegiatan yang masuk pada kontrol sukarela, karena kegiatan tersebut bisa dikontrol oleh sesorang yang merasa ingin kencing. Sementara bagi orang yang masih bayi, dan beberapa orang yang berusia tua atau jompo serta bagi orang-orang yang memiliki kelainan kencing juga bisa dimasukan pada kegiatan refleks tak sukarela karena orang-orang dengan jenis tersebut tidak mampu mengontorol keinginannya untuk kencing. (Hutapea, 2006 hlm 200)

Pada prakteknya kencing bisa dilakukan dengan cara apapun terutamanya bagi orang-orang yang memliki kontrol sukarela. Dengan kata lain kencing bisa dilakukan dengan cara berdiri, jongkok, atau bisa juga dilakukan sambil guling-guling maupun sambil berenang tergantung kehendak yang memilki kontrol.

Islam adalah satu-satunya Agama yang mengatur tentang kehidupan manusia sekecil-kecilnya, termasuk soal kecing. Didalam Islam dibahas mengenai tata cara kencing yang baik dan juga menyertakan hukum-hukumnya.

Sumber hukum Islam adalah Al-Quran dan Hadist, oleh karena itu apabila hendak menghukumi sesuatu  persoalan harus berpatokan pada kedua hukum tersebut, tentunya harus juga disertai penjelasan ulama yang mengerti betul tentang ilmu fiqih.

Soal kencing ada beberapa hadist yang menceritakan tentang tata cara Nabi Muhamad kencing. Hadist inilah yang dikemudian hari dijadikan acuan boleh atau tidaknya melakukan kecing dengan cara-cara tertentu, termasuk dengan cara berdiri.

Menurut Fajar dalalm Skripsinya yang berjudul Studi Kritis Tentang Hadist Buang Air Kecil dan Relevansinya dengan kesehatan menyatakan bahwa hidis tentang buang air kecil ada 25, Baik hadist yang membicarakan tentang buang air kecil sambil berdiri maupun sambil duduk. Namun pada dasarnya hanya ada dua hadist yang mana hadist tentang buang air kecil dengan berdiri diriwayatkan dari Hudzaifah, dan hadist tentang buang air kecil duduk diriwayatkan dari A'isyah Ummul Mu'minin. (hlm 3)

Berikut ini adalah hadist kencing dengan cara berdiri dan duduk (Jongkok) ;

Artinya : “Nabi shallallahu „alaihi wa sallam pernah mendatangi tempat pembuangan sampah milik suatu kaum. Lalu beliau shallallahu „alaihi wa sallam buang air kecil sambil berdiri. Kemudian beliau shallallahu „alaihi wa sallam meminta diambilkan air. Aku pun mengambilkan beliau air, lalu beliau berwudhu dengannya” (Sahih Buhari, Hlm 92)

Artinya: “Barangsiapa yang mengatakan pada kalian bahwa Nabi shallallahu „alaihi wa sallam pernah buang air kecil sambil berdiri, maka janganlah kalian membenarkannya. (Yang benar) Nabi shallallahu „alaihi wa sallam biasa buang air kecil sambil duduk” (Sunan at-Tarmidzi, hlm 10)

Menananggapi kedua hadist tersebut, ulama mengutarakan maksudnya. Dalam kitab Fath al-Bary Syarh Ṣaḥīḥ al-Bukhary Al-Asqalany memaparkan bahwa para sahabat merasa aneh ketika menyaksikan Rasulullah Saw buang air kecil dalam keadaan duduk sebab dalam tradisi kaum Arab hanya kaum wanita yang buang air kecil dalam keadaan duduk sementara kaum lelaki buang air kecil dalam keadaan berdiri. (Al-Asqalany, 1989 hlm 325)

Secara umum Rasulullah Saw jika buang air kecil senantiasa beliau lakukan dalam keadaan duduk, adapun buang air kecil berdirinya Rasulullah Saw, maka para ulama menyebutkan beberap sebab yang melatar belakangi kejadian tersebut. Singkatnya kencing yang selalu dilakukan nabi adalah dengan cara duduk, kencing yang model demikian hukumnya sunah, adapun kencing dengan cara berdiri hukumnya boleh karena pernah dicontohkan nabi, akan tetapi kencing dengan cara berdiri baru boleh dilakukan apabila dilatar belakang oleh keadaan-keadaan yang tidak memungkinkan untuk kencing sambil duduk.

Kelemahan Kencing Sambil Berdiri

Kebiasaan Nabi yang selalu kencing dalam keadaan duduk (Jongkok) adalah contoh yang sebaik-baiknya kencing sebab pada praktiknya kebanyakan orang yang memiliki kebiasaan buang air kecil berdiri, kemudian mereka akan mendirikan shalat, ketika akan ruku‟ atau sujud maka terasa ada sesuatu yang keluar dari kemaluannya, itulah sisa air kencing yang tidak habis terpencar ketika buang air kecil sambil berdiri. Apabila hal ini terjadi, maka shalat yang dikerjakannya tidak sah karena air kencing adalah najis dan salah satu syarat sahnya shalat adalah suci dari ḥadaṡ kecil maupun ḥadaṡ besar dan suci dari najis baik yang melekatl pada tubuh maupun yang melekat pada pakaian yang di kenakan.

Selain itu, secara medis, buang air kecil berdiri adalah penyebab utama penyakit kencing batu pada semua penderita penyakit tersebut. Juga merupakan salah satu penyebab penyakit lemah syahwat bagi sebagian pria. (Fajar, 2017 hlm 3)

Daftar Pustaka
[1]Muhammad bin Isa bin Surah at-Tirmidzy Abu Isa. Sunan at-Tirmidzy. (Cet.II; Semarang: PT. Toha Putra, T.Th), Jld. I
[2]Al-Asqalany, Fath al-Bary Syarh Ṣaḥīḥ al-Bukhary, (Cet. I; Beirut: Dar al-Fikr, 1414 H / 1989 M), jld. I
[3]Dr. Albert M. Hutapea, MPH. Keajaiban-Keajaiban Dalam Tubuh Manusia (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006)
[4] Achmad Syaiful Fajar. Studi Kritis Ḥadīṡ Tentang Cara Buang Air Kecil dan Relevansinya Bagi Kesehatan. Skripsi. (Jurusan Tafsir Dan Hadis Fakultas Ushuluddin Dan Humaniora Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang. 2017)

Belum ada Komentar untuk "Hukum Kencing Berdiri dalam Islam"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel