Abdul Mutholib, Kakek Nabi Muhamad SAW

Abdul Mutholib dalam sejarah Islam dikenal sebagai kakek Nabi Muhamad yang penuh kasih sayang, melalui tangan Abdul Muthalib Nabi Muhamad kecil didik dan diberi perlindungan, hal ini dilakukan oleh Abdul Muthalib karena Nabi Muhamad sejak kecil sudah ditinggal wafat oleh ayah dan Ibunya.

Tidak berbeda dengan kisah cucunya yang sejak dalam kandungan sudah menjadi yatim, maka Abdul Mutholib pun demikian. Abdul Mutholib ditinggal wafat oleh ayahnya manakala masih dalam kandungan Ibunya.

Abdul Mutolib lahir pada 497 Masehi, ayahnya bernama Hasyim merupakan suku Qurays terpandang yang tugasnya sebagai kepala urusan pengairan jamah Haji di Kota Suci Mekah. Sementara ibunya adalah Salma Binti Amru seorang wanita Yastrib (Madinah).

Ketika Hasyim hendak berdagang ke Syam, ia terlebih dahulu singgah di Madinah, di Madinah ia kemudian menikah dengan Salma Binti Amru dan menetap selama beberapa bulan di kota itu.

Pada mulanya, Hasyim ingin mengajak istrinya untuk berdagang ke Syam, akan tetapi Salma Binti Amru rupanya mengandung, sehingga demi kebaikan istinya, Hasyim memerintahkan Salma Binti Amru untuk tinggal di Madinah saja menunggu kepulangannya.

Malang rupanya tidak dapat dibendung, ketika Hasyim memasuki Palestina, Hasyim terkena penyakit, sehingga ia kemudian wafat di Palestina, sementara Salma Binti Amru yang kala itu menetap di Madinah tak kuasa menahan tangis mendengar kabar kematian suaminya.

Beberapa bulan selepas wafatnya Hasyim lahirlah kemudian sorang laki-laki yang kelak menjadi kakek Nabi Muhamad, seorang laki-laki itu dalam sejarah Islam dikenal dengan nama Abdul Muthalib.

Asal-Usul Nama Abdul Muthalib

Abdul Mutholib sebenarnya bukan nama asli kakek Nabi, nama tersebut merupakan nama julukan yang ternyata lebih popular dari nama aslinya.

Ketika baru lahir, Abdul Mutholib sebenarnya dinamai oleh Ibunya dengan nama Syaibah, yang maksudnya Uban, sebab ketika baru pertama kali dilahirkan Abdul Mutholib rambutnya sudah beruban meskipun hanya beberapa helai saja. Kejadian unik tersebut mendorong Ibu dan keluarganya untuk menamai bayi itu dengan nama Syaibah.

Semenjak ditinggal wafat ayahnya, pengasuhan Abdul Muthalib/Syaibah jatuh ketangan Ibunya. Dengan telaten Ibunya merawat dan membesarkannya hingga Syaibah tumbuh menjadi seorang Remaja.

Di Mekah, setelah wafatnya Hasyim yang menjabat sebagai kepala urusan pengairan Mekah jatuh kepada Al-Muthalib adik dari Hasyim, Al-Muthalib yang merasa kehilangan kakaknya yang dikenal dermawan itu akhirnya memutuskan bertolak ke Madinah untuk menjemput keponakannya, ia ingin anak saudaranya kelak yang menggantikan kedudukannya sebagai pemuka di Kota Suci Mekah.

Selepas bertemu dengan Syaibah, al-Muthalibmengutarakan niatnya untuk membawa Syaibah ke Mekah, akan tetapi permintaan ini di tolak oleh Syaibah, ia menganjurkan pada pamannya agar meminta izin pada Ibunya, sebab ia dari kecil diasuh oleh Ibunya lagipula Syaibah bersumpah akan menuruti apa saja kehendak ibunya.

Mendengar jawaban tersebut, Al-Muthalib meminta izini kepada Salma Binti Amru untuk mengizinkan anaknya dibawah olehnya dan menetap di Mekah. Mendengar permintaan ini, Salma Binti Amru bagai tersambar petir, anak satu-satunya yang ia sayangi diminta meninggalkannya, maka jelas saja permintaan Al-Muthalib ini ia tolak.

Meskipun pada mulanya permintaan Al-Mutolib ditolak, akan tetapi selepas Al-Mutholib menjelaskan tujuan dibawanya Syaibah ke Mekah, rupanya Salma Binti Amru luluh juga, ia mengizinkan anaknya untuk dibawa ke Mekah.

Al-Muthalib beralasan pada Salma Binti Amru bahwa Syaibah dibawa ke Mekah semata-mata untuk menggantikan kedudukannya sebagai pemuka di Kota Suci Mekah, alasan inilah yang membuat Salma Binti Amru tak berkutik.

Bagi orang Arab, mengurusi Kota Suci Mekah dan Ka’bah peninggalan nenek moyang bangsa Arab itu merupakan tugas mulia dan tida banding kewibawaannya, oleh karena itu, Salma Binti Amru mengizinkan anaknya untuk mengabdikan diri sebagai pemuka di Kota Suci Mekah.
Doc Filem Muhamad
Selepas memperoleh Izin dari Salma Binti Amru, akhirnya Al-Muthalib bertolak menuju Mekah bersama keponakanya, ia menuju Mekah dengan menaiki onta.

Sesampainya keduanya di Gerbang Kota Mekah, orang-orang Mekah menyangka anak remaja yang Al-Muthalib bawa sebagai budaknya.

Budak dalam bahasa arab disebut “Abdul, karena menyangka anak remaja yang dibawa itu budak dari Al-Muthalib, orang Mekah kemudian menyebutnya Abdul Muthalib, yang bermaksud Budak atau hamba sahayanya Al-Muthalib”. Sejak saat itu Syaibah lebih dikenal dengan sebutan Abdul Mutholib ketimbang nama aslinya sendiri.

Kehidupan Awal Abdul Muthalib Di Mekah

Janji Al-Muthalib untuk menjadikan Syaibah sebagai pengantinya benar-benar dilaksanakannya, ia pun mendidik Syaibah sebagai calon penggantinya. Pada saat pertama kali di Mekah ia tinggal di rumah Al-Muthalib, hal ini terus berjalan hingga ia menjadi seorang yang dewasa.

Pada suatu waktu, Al-Muthalib pergi berdagang ke Yaman, di Yaman ternyata Al-Muthalib wafat, maka selepas Al-Muthalib wafat, Abdul Muthalib/Syaibah kemudian mengantikan posisi pamannya sebagai kepala urusan pengairan Mekah disertai tanggung jawab sebagai pemimpin Bani Hasyim.

Pada mulanya jabatan yang diembang oleh Abdul Muthalib sebagai kepala urusan pengarian Mekah dan kepala Bani Hasyim mendapatkan pertentangan, salah satu yang menentang itu adalah adik Al-Muthalib yang bernama Naufal, pamanya ini menggangu Abdul Muthalib dengan merebut sebagian wilayah kekuasaan Abdul Muthalib.

Karena dirasa Pamannya merupakan seorang yang kuat, Abdul Mutholib kemudian meminta bantuan kepada pemimpin Kabilah Qurasys lain untuk membantu menghadapi pamanya, akan tetapi semua pemimpin di Kabilah Qurays menolaknya, mereka tidak mau mencampuri urusan keluarga dari kabilah lain.

Dengan terpaksa, Abdul Mutholib meminta bantuan pada Bani Najr di Madinah, sebab Bani Najr adalah asal dari Ibunya. Ia mengirimkan surat kepada paman-pamanya yang ada di Madinah.

Mendapati keponakanya digangu, maka salah satu paman Abdul Muthalib yang bernama Abu Sa’ad Bin Adi bertolak ke Mekah untuk membuat perhitungan dengan Naufal disertai 80 pasukan yang siap bertempur dengan Naufal dan Pengikutnya.
Doc Pasukan Berkuda
Sesampianya Abu Sa’ad Bin Adi di Mekah ia langsung menemui Naufal dan menantangnya untuk berperang jika tidak menyerahkan kembali wilayah kekuasaan yang direbutnya dari Abdul Muthalib, tantangan ini rupanya tidak ditanggapi Naufal, ia pun menyerah dan mengembalikan wilayah kekuasaan yang sebelumnya ia rebut kepada keponakannya.

Selepas peristiwa itu, tidak ada lagi kerabatnya di Mekah yang mencoba menggangu kedudukan Abdul Mutholib, bahkan mereka cenderung segan, dan kagum pada Abdul Mutholib, karena kuat dalam hal kekerabatan, selain juga karena Abdul Muthalib dicintai oleh orang-orang Mekah karena kebijaksanaannya.

Abdul Mutholib Menemukan Sumur Zamzam

Pada masa Abdul Muthalib hidup, sumur Zamzam yang mula-mula muncul karena keajaiban Nabi Ismail  sudah lama hilang terimbun pasir, sehingga waktu itu pengairan di Mekah bukan didapat dari sumur Zamzam melainkan dari sumber mata air lain.

Pada suatu hari, ketika Abdul Mutholib tertidur, ia bermimpi, dalam mimpinya, ia diberikan petunjuk agar menggali kembali sumur Zamzam yang telah lama tertimbun di suatu tempat.

Melalui petunjuk mimpi, Abdul Muthalib menggali tanah di tempat yang ditunjukan dalam mimpinya, benar saja, selepas Abdul Mutholib melakukan penggalian, sumur Zamzam yang dicari-carinya ditemukan dan masih memancarkan air yang deras dan sejuk, selain menemukan sumur, Abdul Muthalib menemukan beberapa Pedang, Baju Perang  dan dua Pangkal Pelana yang semuanya terbuat dari emas.

Selepas penemuan sumur Zamzam oleh Abdul Mutholib, nama Abdul Mutholib semakin berkibar, ia bertambah dihormati oleh kalangan orang-orang Qurays, semenjak itu Abdul Mutholib kemudian diserahi kunci Ka’bah.

Sumpah Abdul Muthalib

Ilustrasi Sumpah Abdul Mutholib
Pada saat penemuan Sumur Zamzam sebenarnya banyak orang Qurays ingin ikut mengurus sumur itu, mengingat keuntungan bagi pemilik sumur itu sangat tinggi, namun permintaan itu ditolak oleh Abdul Muthalib.

Sebagai rasa sukurnya terhadap penemuan itu, ia bersumpah dan mengeluarkan nazar, dalam nazarnya, ia menyatakan "apabila ia hanya memiliki 10 anak laki-laki, tidak memiliki anak laki-laki lagi, maka setelah dewasa ia akan menyembilih salah satu dari anak laki-lakinya didepan Ka’bah sebagai korban".

Abdul Muthalib dalam Peristiwa Penyerbuan Tentara Bergajah

Di Yaman berkuasa seorang Gubernur atau Raja Bawahan Romawi yang bernama Abrahah, melihat orang-orang Arab masih berkiblat pada Ka’bah di Mekah ia merasa iri, oleh karena itu ia membangun Gereja yang besar di Sana’ dengan harapan orang-orang Arab berpindah melaksanakan Haji ke Yaman.

Perbuatan Abrahah yang menghendaki orang-orang Arab agar jangan beribadah haji ke Mekah lagi ini membuat orang Arab baik yang ada di Yaman maupun luar Yaman marah, dan salah satu yang marah itu adalah seorang dari Bani Kinanah.

Dilimputi amarah yang besar, salah seorang dari Bani Kinanah tersebut kemudian memasuki Greja dengan diam-diam, ia kemudian melumuri kotoran binatang pada pusat kiblat Greja tersebut.

Perbuatan itu kemudian memantik amarah Abrahah. Iapun kini sudah punya alasan untuk menghancurkan Ka’bah dan menggantikannya dengan Greja besar yang ia buat.

Pada maret 571 Masehi, 60.000 tentara Yaman yang dipimpin Abrahah menyerbu Mekah, serbuan ini dilengkapi dengan tentara bergajah yang sebelumnya tidak pernah dilihat oleh Bangsa Arab.
Tentara Bergajah Abrahah
Pada saat penyerbuan itu, orang-orang Qurays semuanya ketakutan, mereka keluar dari Mekah mengungsi ke Gunung-gunung, sementara Abdul Muthalib sendiri tetap tinggal di Mekah, ia memasuki Ka’bah dan berdoa kepada Allah agar mendatangkan pertolongan.

Pertolongan Allah kemudaian datang, bentuk pertolongan Allah itu adalah dengan dikirimnya ribuan burung Ababil yang membawa batu-batu kecil panas, burung-burung itu melampari pasukan Abrahah dengan batu-batu panas yang aneh, pasukan Abrahah seketika banyak yang mati, sementara sisanya melarikan diri karena ketakutan.

Selepas peristiwa itu Mekah dan Ka’bahnya kembali aman, lagi-lagi dalam Peristiwa ini Abdul Muthalib drajatnya tinggi dimata orang Mekah karena berhasil membuktikan keagungan Allah melalui doanya.

Anak-Anak Abdul Mutholib

Abdul Mutholib mempunyai 10 anak laki-laki dan 6 anak perempuan, adapun anak-anaknya adalah sebagai berikut:
Anak Laki-Laki
  1. Al-Harist
  2. Al-Zubair
  3. Abu Tholib
  4. Abdullah
  5. Hamzah
  6. Abu Lahab
  7. Al-Ghaidaq
  8. Al-Muqqawim
  9. Shafar
  10. Al Abas
Anak laki-laki keempat yaitu Abdullah kelak berputra Nabi Muhamad SAW, Abu Tholib juga yang kelak sebagai anak yang terpilih berdasarkan undian untuk disembelih didepan Ka’bah.

Namun rencana penyembelihan itu ditentang oleh keluarga dari seluruh Bani Hasyim mengingat Abdullah adalah anak yang paling berbakti dalam kalangan Bani Hasyim, berdasarkan petunjuk tukang Nuzum Sumpah Abdul Mutholib akhirnya ditukar dengan menyembelih beberapa onta sebagai ganti dari sumpah yang pernah Abdul Mutholib nazarkan.

Adapun 6 anak perempuan dari Abdul Mutholib adalah sebagai berikut:
  1. Ummu- Al-Hakim (Al-Bhaida)
  2. Barrah
  3. Atikah
  4. Shafiyah
  5. Arwa
  6. Umaimah

Abdul Mutholib Menamai Cucunya Dengan Nama Muhamad

Ilustrasi Penamaan Nama Muhamad
Muahamd adalah anak dari Abdullah anak ketiga Abdul Muthalib, sementara Abdullah sendiri adalah anak Abdul Muthalib yang ahlaknya sangat mulia, rupanya tampan dan banyak disukai orang Mekah. Dari itulah Abdullah begitu dicintai ayahnya.

Abdullah dijodohkan dengan Aminah seorang wanita Qurays yang waktu itu paling mulia dan terpandang di Mekah. Ketika Aminah mengandung, Abdullah yang kala itu sedang melakukan perjalanan berdagang terkena sakit ketika singgah di Kota Madinah, Abdullah kemudian wafat dan dikuburkan di Madinah.

Selepas kematian Abdullah, Abdul Mutholib merasa terpukul hatinya sebab anak yang begitu ia cintai telah wafat mendahuluinya, maka selepas ini pengawasan Aminah yang sedang mengandung anak Abdullah menjadi tanggung jawab Abdul Mutholib.

Setelah beberapa bulan masa kehamilan, pada hari Senin 12 Robiul Awal Tahun Gajah, lahirlah anak laki-laki dari Rahim Aminah, anak itu rupanya dikisahkan menawan dan membuat senang Abdul Mutholib kakeknya.

Abdul Mutholib kemudian dengan bangganya membawa cucunya ke hadapan Ka’bah, sementara orang-orang Qurays waktu itu berbondong-bondong melihatnya, di depan Ka’bah itulah anak Abdullah dan Aminah diberi nama oleh Abdul Mutholib dengan nama “Muhamad” yang berarti “ seorang yang terpuji”, kala itu nama itu merupakan nama yang belum pernah dikenal oleh kalangan bangsa Arab.

Abdul Muthalib Wafat

Adbul Mutholib wafat pada usia yang sangat sepuh, beliau wafat secara normal karena sakit, sebelum beliau wafat beliau mewasiatkan pada anak laki-laki ke tiganya Abu Tholib agar menggantikannya untuk mengasuh Muhamad SAW. Waktu itu Muhamad SAW berumur  8 tahun, Abdul Muthalib dikuburkan di Hujun berdampingan dengan makam Kakeknya Qushai bin Kilab. 

1 Komentar untuk "Abdul Mutholib, Kakek Nabi Muhamad SAW"

  1. Allahuma Shalli ala Sayyidina Muhammad wa ala alihi wa shahbihi wassalam.

    BalasHapus

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel